Sejarah Indonesia

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan “Manusia Jawa” yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Prasejarah
Nusantara pada periode prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa “manusia Flores” (Homo floresiensis) di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia. Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
Era pra kolonial
Sejarah awal
Sejarah Nusantara
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Kerajaan Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da’i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama ‘Sribuza Islam’. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
Era kolonial
Kolonisasi Portugis dan Spanyol

Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d’Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat – seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Kolonisasi Spanyol
Sejarah Nusantara Zaman Spanyol
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti “kaki besar”—hingga hari ini. Mereka juga mengamati ‘serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak’. Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur, senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, ‘Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita’. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.

Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1] yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: “de Judicibus”. Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku “Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia” oleh David DS Lumoindong.

Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo’ Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.

Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat ‘camat’.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri’ Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, “Spanyaardsgat, ” atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan “Kemas of grote Oesterbergen, ” artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi “fatwa” gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 – 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan “pidis” yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan “pendayung” yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.
Garis waktu kolonialisasi
Kolonialisasi Spanyol
• 1521 Spanyol memulai petualangannya di Sulawesi Utara
o 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
o 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
o 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
Kolonialisasi Portugis
• 1509 Portugis tiba pertama kali di Melaka.
• 1511 April, Admiral Portugis Alfonso de Albuquerque memutuskan berlayar dari Goa ke Melaka.
o 10 Agustus, Pasukan Albuquerque menguasai Melaka.
o Sultan Melaka melarikan diri ke Riau.
o Portugis di Melaka menghancurkan armada Jawa. Kapal mereka karam dengan seluruh hartanya dalam perjalanan kembali ke Goa.
o Patih Unus menaklukkan Jepara
o Desember, Albuquerque mengirim tiga kapal di bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah Timur.
• 1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
o Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
• 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
o Portugis menghubungi Raja Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
o Portugis membangun pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
o Udara menyerang Demak dengan bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur, tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak pendukung Majapahit melarikan diri ke Bali.
• 1514
o Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
• 1515
o Portugis pertama kali tiba di Timor.
• 1518
o Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan di Johore.
o Raden Patah meninggal dunia; Patih Unus menjadi Sultan Demak.
• 1520
o Aceh mulai menguasai pantai timur laut Sumatra.
o Rakyat Bali menyerang Lombok.
o Para pedagang Portugis mulai mengunjungi Flores dan Solor.
o Banjar di Kalimantan menjadi Islam.
1521 – 1530
• 1521
o Unus memimpin armada dari Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
o Portugis merebut Pasai di Sumatra;
o Gunungjati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
o Kapal terakhir dari ekspedisi Magelhaenz mengeliling dunia berlayar antarapulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
• 1522
o Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
o Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
o Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
o Sisa-sisa ekspedisi Magelhaenz berkeliling dunia mengunjungi Timor.
o Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
• 1523
o Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
• 1524
o Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
o Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatra utara.
• 1525
o Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
• 1526
o Portugis membangun benteng pertama di Timor.
• 1527
o Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
o Demark merebut Tuban.
o Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahilah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat pimpinan “Fatahillah”—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis, “Falatehan”—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon.) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
o Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
o Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
• 1529
o Demak menaklukkan Madiun.
o Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
• 1530
o Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
o Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Balambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
o Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
o Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
1531 – 1540
• 1536
o Serangan besar Portugis terhadap Johore.
o Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
o Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis activity, menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
• 1537
o Serangan Aceh atas Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin Riayat Syah I.
• 1539
o Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
• 1540
o Portugis berhubungan dengan Gowa.
o Kesultanan Butung didirikan.
1541 – 1550
• 1545
o Demak menaklukkan Malang.Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
• 1546
o Demak menyerang Balambangan namun gagal.
o Trenggono dari Demak meninggal dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
o St. Fransiskus Xaverius pergi ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
• 1547
o Aceh menyerang Melaka.
• 1550
o Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
1551 – 1560
• 1551
o Johore menyerang Portugis Melaka dengan bantuan dari Jepara.
o Pasukan-pasukan dari Ternate menguasai Kesultanan Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
• 1552
o Hasanuddin memisahkan diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang baru.
o Aceh mengirim duta ke Sultan Ottoman di Istanbul.
• 1558
o Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang Portugis di Hitu.
o Portugis membangun benteng di Bacan.
o Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
o Wabah cacar di Ternate.
• 1559
o Para misionaris Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
• 1560
o Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
o Spanyol mendirikan pos di Manado.
1561 – 1570
• 1561
o Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
o Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
• 1564
o Wabah cacar di Ambon.
• 1565
o Aceh menyerang Johore.
o Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
• 1566
o Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
• 1568
o Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
• 1569
o Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
• 1570
o Aceh menyerang Johore lagi, namun gagal.
o Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen Portugis dicurigai melakukannya. Babullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
o Maulana Yusup menjadi Sultan Banten.
1571 – 1580
• 1571
o Alaudin Riayet Shah meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
• 1574
o Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
• 1575
o Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
• 1576
o Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
• 1577
o Ki Ageng Pemanahan mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
• 1579
o Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
o November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
• 1580
o Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
o Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
o Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
o Ternate menguasai Butung.
• 1581
o Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
• 1584
o Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
• 1585
o Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
o Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
• 1587
o Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
o Portugis di Melaka menyerang Johore.
o Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
o Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
• 1588
o Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
• 1590
o Desa asli Medan didirikan.
1591 – 1659
• 1591
o Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
o Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
o Ternate menyerang Portugis di Ambon.
• 1593
o Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
• 1595
o 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
o Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan (belakangan Banjarmasin).
o Portugis membangun benteng di Ende, Flores.
Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.

Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Kolonisasi pemerintah Belanda
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya – baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pendudukan Jepang
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Era kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan “Proklamasi” pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Perang kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Terpimpin
Era Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label “Demokrasi Terpimpin”. Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Nasib Irian Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah “rencana neo-kolonial” untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Era Orde Baru
Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan “Act of Free Choice” (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Krisis ekonomi
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Era reformasi
Era Reformasi
Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Sejarah Asia Tenggara
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sejarah Asia Tenggara telah dimulai sejak zaman prasejarah. Masyarakat dan kebudayaan di Asia Tenggara, di kemudian hari berkembang menjadi beragam budaya dan bangsa yang berbeda-beda dan spesifik, dengan pengaruh dari budaya India dan budaya Tiongkok. Pada masa pra dan pasca kolonialisme, budaya Arab dan budaya Eropa juga memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat Asia Tenggara pada umumnya.
Prasejarah
Masyarakat pertanian awal

Pertanian adalah perkembangan alami yang berasal dari kebutuhan. Sebelum pertanian, berburu dapat memenuhi kebutuhan makanan. Masyarakat Asia Tenggara telah melakukan berbagai kegiatan domestikasi baik berupa hewan maupun tanaman seperti memelihara anjing, ayam, dan babi beribu-ribu tahun yang lalu. Makanan terkait dengan status sosial. Apabila makanan tersedia berlebih, orang mengadakan pesta besar dan semua orang boleh makan sepuasnya. Orang-orang kaya seperti ini biasanya bekerja bertahun-tahun mengumpulkan makanan atau kekayaan yang dibutuhkan untuk pesta-pesta ini. Kebaikan orang-orang kaya itu akan diingat oleh masyarakat, menjadi semacam tabungan budi untuk masa yang akan datang. Kebiasaan ini tersebar di seluruh wilayah Asia Tenggara, bahkan sampai ke Papua. Masyarakat dengan ciri seperti ini dikenal sebagai masyarakat agraris.
Pada saat tekanan jumlah penduduk mencapai titik yang membutuhkan intensifikasi pertanian, berkembang teknik bercocok tanam, seperti menanam ubi jalar di Papua atau menanam padi di wilayah Indonesia lainnya. Para ahli prasejarah berpendapat, teknik bercocok tanam padi sawah dikenal masyarakat Asia Tenggara dari Tiongkok, khususnya lembah Sungai Yangtse dan Yunnan.
Kegiatan menanam ubi di Papua, contohnya, dimulai dengan menempatkan umbi di lahan yang telah dipersiapkan, menyiangi gulmanya, menunggunya hingga berkembang, dan kemudian memanen hasilnya. Urut-urutan kegiatan ini masih dilakukan oleh kaum wanita di berbagai masyarakat tradisional di Asia Tenggara; sedangkan kaum pria mengerjakan tugas-tugas yang lebih berat seperti mempersiapkan lahan atau memagarinya untuk menghidari kerusakan karena hama babi.
Zaman perundagian awal di semenanjung Asia Tenggara
Sekitar abad ke-5 SM, penduduk dari daerah Dongson, yang sekarang termasuk dalam wilayah Vietnam, telah mampu menguasai keterampilan dasar pengolahan logam. Hasil kebudayaan logam mereka adalah yang paling tua yang telah ditemukan oleh para arkeolog di Asia Tenggara. Sedangkan masyarakat terawal yang diketahui di Thailand – yaitu sekitar tahun 3,000 SM – berlokasi di daerah Ban Chiang.
Pada sekitar tahun 2,500 SM, bangsa Melayu mulai menyebar di wilayah semenanjung dan memperkenalkan teknologi primitif pengerjaan logam yang telah mereka kuasai di wilayah ini. Sekitar tahun 1,500 SM, bangsa Mon mulai memasuki wilayah Burma, sedangkan bangsa Tai datang lebih belakangan dari daerah selatan Tiongkok ke daratan Asia Tenggara untuk kemudian menempatinya pada sekitar milenium pertama Masehi.
Zaman neolitikum akhir dan zaman perundagian awal di Asia Tenggara kepulauan
Kerajaan-kerajaan kuno

Kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kerajaan-kerajaan agraris dan kerajaan-kerajaan maritim.
Kegiatan utama kerajaan-kerajaan agraris adalah pertanian. Mereka kebanyakan terletak di semenanjung Asia Tenggara. Contoh kerajaan agraris adalah Kerajaan Ayutthaya, yang terletak di delta sungai Chao Phraya, dan Kerajaan Khmer yang berada di Tonle Sap. Kerajaan-kerajaan maritim kegiatan utamanya adalah perdagangan melalui laut. Kerajaan Malaka dan Kerajaan Sriwijaya adalah contoh dari kerajaan maritim.
Tidak banyak yang diketahui mengenai kepercayaan dan praktek keagamaan Asia Tenggara, sebelum kedatangan dan pengaruh agama dari para pedagang India pada abad ke-2 Masehi dan seterusnya. Sebelum abad ke-13, agama-agama Buddha dan Hindu adalah kepercayaan utama di Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan di daratan (semenanjung) Asia Tenggara pada umumnya memeluk agama Buddha, sedangkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Melayu (Nusantara) umumnya lebih dipengaruhi agama Hindu. Beberapa kerajaan yang berkembang di semenanjung ini, awalnya bermula di daerah yang sekarang menjadi negara-negara Myanmar, Kamboja dan Vietnam.
Kekuasaan dominan yang pertama kali muncul di kepulauan adalah Sriwijaya di Sumatra. Dari abad ke-5 Masehi, Palembang sebagai ibukota Sriwijaya menjadi pelabuhan besar dan berfungsi sebagai pelabuhan persinggahan (entrepot) pada Jalur Rempah-rempah (spice route) yang terjalin antara India dan Tiongkok. Sriwijaya juga merupakan pusat pengaruh dan pendidikan agama Buddha yang cukup berpengaruh. Kemajuan teknologi kelautan pada abad ke-10 Masehi membuat pengaruh dan kemakmuran Sriwijaya memudar. Kemajuan tersebut membuat para pedagang Tiongkok dan India untuk dapat secara langsung mengirimkan barang-barang di antara keduanya, serta membuat kerajaan Chola di India Selatan dapat melakukan serangkaian penyerangan penghancuran terhadap daerah-daerah kekuasaan Sriwijaya, yang mengakhiri fungsi Palembang sebagai pelabuhan persinggahan.
Pulau Jawa kerap kali didominasi oleh beberapa kerajaan agraris yang saling bersaing satu sama lain, termasuk di antaranya kerajaan-kerajaan wangsa Syailendra, Mataram Kuno dan akhirnya Majapahit.
Para pedagang Muslim mulai mengunjungi Asia Tenggara pada abad ke-12 Masehi. Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama. Ketika itu, Sriwijaya telah diambang keruntuhan akibat perselisihan internal. Kesultanan Malaka, yang didirikan oleh salah seorang pangeran Sriwijaya, berkembang kekuasaannya dalam perlindungan Tiongkok dan mengambil alih peranan Sriwijaya sebelumnya. Agama Islam kemudian menyebar di seantero kepulauan selama abad ke-13 dan abad ke-14 menggantikan agama Hindu, dimana Malaka (yang para penguasanya telah beragama Islam) berfungsi sebagai pusat penyebarannya di wilayah ini.
Beberapa kesultanan lainnya, seperti kesultanan Brunei di Kalimantan dan kesultanan Sulu di Filipina secara relatif mengalami sedikit hubungan dengan kerajaan-kerajaan lainnya.
Penjajahan Eropa
Bangsa Eropa pertama kali sampai di Asia Tenggara pada abad keenam belas. Ketertarikan di bidang perdaganganlah yang umumnya membawa bangsa Eropa ke Asia Tenggara, sementara para misionaris turut serta dalam kapal-kapal dagang dengan harapan untuk menyebarkan agama Kristen ke wilayah ini.
Portugis adalah kekuatan Eropa pertama yang membuka akses jalur perdagangan yang sangat menguntungkan ke Asia Tenggara tersebut, dengan cara menaklukkan Kesultanan Malaka pada tahun 1511. Belanda dan Spanyol mengikutinya dan segera saja mengatasi Portugis sebagai kekuatan-kekuatan European utama di wilayah Asia Tenggara. Belanda mengambil-alih Malaka dari Portugis di tahun 1641, sedangkan Spanyol mulai mengkolonisasi Filipina (sesuai nama raja Phillip II dari Spanyol) sejak tahun 1560-an. Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur yang bertindak atas nama Belanda, mendirikan kota Batavia (sekarang Jakarta) sebagai pusat perdagangan dan ekspansi ke daerah-daerah lainnya di pulau Jawa, serta wilayah sekitarnya.
Inggris, yang diwakili oleh British East India Company, secara relatif datang ke wilayah ini lebih kemudian. Diawali dengan Penang, Inggris mulai memperluaskan kerajaan mereka di Asia Tenggara. Mereka juga menguasai wilayah-wilayah Belanda selama Perang Napoleon. Pada tahun 1819, Stamford Raffles mendirikanSingapura sebagai pusat perdagangan Inggris dalam rangka persaingan mereka dengan Belanda. Meskipun demikian, persaingan tersebut mereda di tahun 1824 ketika dikeluarkannya traktat Anglo-Dutch yang memperjelas batas-batas kekuasaan mereka di Asia Tenggara. Sejak tahun 1850-an dan seterusnya, mulailah terjadi peningkatan kecepatan kolonisasi di Asia Tenggara.
Kejadian ini, yang disebut juga dengan nama Imperialisme Baru, memperlihatkan terjadinya penaklukan atas hampir seluruh wilayah di Asia Tenggara, yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan kolonial Eropa. VOC dan East India Company masing-masing dibubarkan oleh pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris, yang kemudian mengambil-alih secara langsung administrasi wilayah jajahan mereka. Hanya Thailand saja yang terlepas dari pengalaman penjajahan asing, meskipun Thailand juga sangat terpengaruh oleh politik kekuasaan dari kekuatan-kekuatan Barat yang ada.
Tahun 1913, Inggris telah berhasil menduduki Burma, Malaya dan wilayah-wilayah Borneo, Perancis menguasai Indocina, Belanda memerintah Hindia Belanda, Amerika Serikat mengambil Filipina dari Spanyol, sementara Portugis masih berhasil memiliki Timor Timur.
Penguasaan kolonial memberikan dampak yang nyata terhadap Asia Tenggara. Kekuatan-kekuatan kolonial memang memperoleh keuntungan yang besar dari sumber daya alam dan dan pasar Asia Tenggara yang besar, akan tetapi mereka juga mengembangkan wilayah ini dengan tingkat pengembangan yang berbeda-beda. Perdagangan hasil pertanian, pertambangan dan ekonomi berbasis eksport berkembang dengan cepat dalam periode ini. Peningkatan permintaan tenaga kerja menghasilkan imigrasi besar-besaran, terutama dari India dan Cina, sehingga terjadilah perubahan demografis yang cukup besar. Munculnya lembaga-lembaga negara bangsa modern seperti birokrasi pemerintahan, pengadilan, media cetak, dan juga pendidikan modern (dalam lingkup yang terbatas}, turut menaburkan benih-benih kebangkitan grakan-gerakan nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan tersebut.
Asia Tenggara masa kini
Asia Tenggara modern memiliki ciri-ciri pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada sebagian besar negara-negara anggotanya dan semakin dekatnya integrasi regional. Singapura, Brunei dan Malaysia secara tradisional mengalami pertumbuhan yang tinggi dan pada umumnya dianggap sebagai negara-negara yang lebih maju di wilayah ini. Thailand, Indonesia dan Filipina dapat dianggap sebagai negara-negara berpenghasilan menengah di Asia Tenggara, sementara Vietnam pada beberapa waktu terakhir juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Beberapa negara yang masih tertinggal pertumbuhannya adalah Myanmar, Kamboja, Laos, dan Timor Timur yang baru merdeka.
Pada tanggal 8 Agustus 1967, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) didirikan oleh Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Setelah diterimanya Kamboja ke dalam kelompok ini pada tahun 1999, Timor Timur adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang bukan merupakan anggota ASEAN. Tujuan ASEAN adalah untuk meningkatkan kerjasama antar komunitas Asia Tenggara. ASEAN Free Trade Area (AFTA) telah didirikan untuk mendorong peningkatan perdagangan antara anggota-anggota ASEAN. ASEAN juga menjadi pendukung utama dalam terciptanya integrasi yang lebih luas untuk wilayah Asia-Pasifik melalui East Asia Summit.

Sejarah Kebudayaan Hindu – Budha dan Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia.

Sejarah Kebudayaan Hindu – Budha dan Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia.
————————————————————————–

A. Sejarah Kebudayaan Hindu – Budha di Indonesia.

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain : Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanegara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukota Palembang sekitar tahun 670.

Pada puncak kejayaannya, Kerajaan Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Maha Patih Kerajaan Majapahit yang bernama Patih Gajah Mada antara tahun 1331 hingga 1364, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Wilayah Negara Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Patih Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam Wiracarita Ramayana.

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.

B. Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia.

Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.

Negara Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia. Muslim di Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran. Sejarah awal penyebaran Islam di sejumlah daerah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia sangatlah beragam. Penyebaran Islam di tanah Jawa sebagian besar dilakukan oleh walisongo (sembilan wali). Berikut ini adalah informasi singkat mengenai walisongo.

“Walisongo” berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad ke-16, di tiga wilayah penting di Jawa Timur ialah Surabaya, Gresik dan Lamongan, di Jawa Tengah ialah Demak, Kudus dan Muria, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Pesantren Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa – yakni nuansa Hindu dan Budha.

Resapan Air Laut

Eksploitasi air tanah secara berlebihan di Jakarta tidak hanya menyebabkan turunnya permukaan tanah, tetapi juga intrusi air laut yang semakin jauh ke daratan. Air laut yang bersifat korosif ini mengancam fondasi bangunan, termasuk tiang pancang gedung-gedung tinggi.
Ancaman ini terjadi karena kadar salinitas yang tinggi dari air laut memengaruhi pelapukan tanah di sekitar fondasi bangunan. ”Batu saja bisa lapuk, apalagi tanah,” kata dosen dan peneliti Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), intrusi air laut di permukaan Jakarta sudah mencapai 3 kilometer ke daratan. ”Adapun intrusi air laut di bagian tanah dalam sudah lebih 10 kilometer ke daratan,” kata Prof Dr Otto SR Ongkosongo, peneliti utama Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Intrusi di permukaan terjadi karena sebab alami berupa air laut pasang. Adapun intrusi air laut tanah dalam terjadi karena penyedotan air tanah secara berlebihan dan tak terkendali selama bertahun-tahun. Rongga- rongga tanah yang kosong akibat penyedotan air menyebabkan tanah memadat dan terjadi penurunan permukaan tanah. Namun, di daerah pesisir, rongga tanah yang kosong diisi air laut yang bersifat korosif.
Air laut akan semakin banyak mengisi rongga yang kosong seiring dengan makin maraknya penyedotan air tanah,” kata pakar hidrologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Senin (27/9).
Kondisi inilah yang saat ini terjadi di Jakarta. Pengambilan air tanah di Jakarta saat ini mencapai 252, 6 juta meter kubik per tahun. Padahal, ambang batasnya hanya 186 juta meter kubik per tahun sehingga terjadi defisit sekitar 66,65 juta meter kubik per tahun.
Parahnya, defisit air tanah ini sulit diatasi secara alami dari limpahan air hujan karena minimnya ruang terbuka hijau di Jakarta yang hanya sekitar 9,12 persen dari luas kota. Hujan di Jakarta rata-rata menurunkan sekitar 2 juta meter kubik air per tahun. Namun, hanya sekitar 26,6 persen atau 532 juta meter kubik per tahun yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah dangkal.
Sekitar 73,4 persen lainnya air hujan ini mengalir ke laut atau runoff. ”Air yang terbuang atau runoff bisa meningkat dari 73,4 persen menjadi 85 hingga 90 persen pada 10 tahun mendatang jika ruang terbuka hijau masih seperti sekarang,” kata Sutopo.
Adapun air hujan di lapisan tanah dangkal yang kemudian masuk ke lapisan tanah dalam dengan kedalaman lebih dari 40 meter hanya sekitar 30 juta meter kubik per tahun. Masih jauh dari defisit air tanah yang mencapai 66,65 juta meter kubik per tahun atau setara dengan 13,3 juta truk tangki air per tahun.
Defisit inilah yang juga mendorong terjadinya intrusi air laut. ”Intrusi air laut di dalam tanah sifatnya permanen. Agak sulit diperbaiki,” kata Otto.
Sistem injeksi
Meskipun sulit, bukan berarti intrusi tak bisa ditanggulangi. ”Hanya saja, langkah penanggulangan harus dilakukan secara radikal dan komprehensif,” kata Direktur Pesisir dan Lautan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono.
Langkah tersebut antara lain membatasi secara ketat pengambilan air tanah. ”Selain itu, semua bangunan di DKI harus membuat sumur injeksi di lapisan air tanah dangkal dan lapisan tanah dalam,” kata peneliti air tanah dari Kementerian Riset dan Teknologi, Teddy Sudinda.
Di kawasan Monas, misalnya, hendaknya dibuat retarding basin atau kolam penampung air atau parit di antara tanaman atau pepohonan. Sementara itu, di kawasan muara dibuat danau-danau, seperti dilakukan di Batam.
Adapun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta bantuan pemerintah pusat guna melakukan dua langkah antisipasi untuk mengatasi intrusi dan penurunan permukaan tanah. Kedua langkah itu, kata Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang Ahmad Hariadi, adalah pengurangan ekstraksi air tanah dalam jumlah besar dan pembangunan tanggul laut (sea wall).
Pengurangan ekstraksi air tanah dalam akan dilakukan dengan penambahan pasokan air bersih dari Waduk Jatiluhur menggunakan pipa sampai 9.000 liter per detik. Tambahan pasokan air itu akan digunakan untuk menutup defisit kebutuhan air bersih 8.116 liter per detik.
Sementara itu, tanggul laut diperlukan untuk menahan kenaikan permukaan air laut dan mencegah intrusi air laut. Tanggul laut semacam ini sudah dibangun di China dan Belanda.
Upaya membuat sumur injeksi, sumur resapan, embung, tanggul, dan kolam dapat meningkatkan resapan air hujan ke dalam tanah untuk meningkatkan cadangan air tanah. Hal ini juga dapat memperbaiki kerusakan lingkungan, seperti menekan intrusi air laut, penurunan muka tanah, serta memperbaiki iklim mikro.

Busana Pengantin Betawi

Setiap daerah memiliki perbendaharaan istilah tersendiri menyangkut tata busana dan rias rambut untuk pengantin. Demikian halnya dengan pengantin adat Betawi, yang merupakan kristalisasi perpaduan kultur China, Arab dan India.

Pakaian adat Betawi terdiri dari berbagai jenis, baik untuk laki-laki maupun wanita. Pakaian adat Betawi seperti halnya dengan pakaian adat yang berlaku di provinsi lain dipengaruhi oleh kebudayaan atau adat lainnya. Pengaruh tersebut dapat kita liat pada pakaian adat Betawi untuk pakaian sehari-hari maupun pakaian pengantin.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai busana penganti Betawi, berikut ini kami hadirkan kamus kecil yang pasti berguna.

Busana dan Rias Pengantin Wanita :

• Tuaki: baju bagian atas yang biasanya berhias sulaman dan manik-manik indah, berleher tertutup atau berkerah Shanghai sehingga sekilas seperti baju None Cina.
• Kun: rok bawah yang potongannya melebar pada bagian bawah. Busana kun dipadankan dengan tuaki untuk prosesi pengantin Rias Besar.
• Delime Betawi: yakni haisan penutup dada yang dikenakan di atas Tuaki. Delime Betawi juga lazim disebut Teratai Betawi, karena bentuknya yang mirip kelopak bunga betawi yang terdiri dari delapan potong sebagai penanda aplikasi khas Betawi.
• Perahu Kolek: yakni alas penutup kaki berupa selop ujungnya lancip mirip perahu kolek. Biasanya berhias tatahan manik-manik emas dan disebut Selop Kasut.
• Sanggul Buatun: sanggul Rias Besar dimana rambut pengantin digulung keatas mirip stupa. Sebagai aksesorisnya, dihiasi ronce melati, serta berbagai detil aksesoris.
• Siangko: yakni hiasan dahi yang bentuknya mirip cadar, terbuat manik-manik emas yang menjuntai indah menutupi wajah, sehingga juga disebut Siangko Cadar, yang dipergunakan untuk busana Rias Besar. Selain Siangko cadar juga terdapat Siangko kecil bentuknya menyerupai mahkota, atau disebut juga sisir galu yang dipasang di ubun-ubun.
• Burung Hong: adalah haisan berupa tusuk berukuran agak panjang, bagian ujungnya terdapat replika berbentuk Burung Hong, khas aksesoris dari China.
• Kembang: Istilah ini menyangkut aksesoris kepala, ada kembang goyang, kembang kelape, dan kembang rumput yang masing-masing ada aturan cara dan urutan pemakaiannya.
Busana Pengantin Pria
• Gamis: busana panjang dan longgar berkerah Shanghai atau sekarang disebut istilah baju koko namun panjangnya smapai ke mata kaki. Warna gamis lebih muda dan lembut tanpa detil hiasan.
• Selempang: Bentuknya seperti selendang tebal dan lebarnya sekitar 15 cm. Dipakai di atas gamis, diselempangkan dari pundak kiri menuju pinggang sebelah kanan. Selendang sebagai simbol kebesaran para bangsawan.
• Jubah: juga disebut Jube, yaitu pakaian luar yang agak longgar dan terbuka pada bagian depan, sehingga selendang dan gamisnya agak kentara. Panjang jubah sekitar 10 cm lebih pendek dari gamis. Biasanya terbuat dari beludru, namun kini sudah semakin banyak ragam dan jenis pilihan bahan.
• Alpie: yakni penutup kepala khas haji yang menyatu dengan kain surban yang digulung indah. Pada bagian kiri diberi hiasan untai melati dengan aksen mawar di bagian atas, serta bunga cempaka bagian ujungnya.

Pakaian Sehari-hari Laki-laki:

1. Pakaian adat betawi yang digunakan oleh kaum laki-laki terdiri dari :
2. Baju koko (Sadariah) . Baju koko yang dikenakan disbut baju sadariah. Bentuknya sama dengan baju koko pada umumnya hanya biasanya berwarna polos
3. Celana batik. Celanan batk yang dikenakan adalah celana kolor batik panjang. Dengan warna tidak terlalu ramai, biasanya berwarna hanya putih, coklat dan hitam dalam motif-motifnya.
4. Sarung pelekat. Kain pelekat ini bentuknya seperti selendang yang ditempatkan pada pundak atau diselempangkan di leher.
5. Peci. Peci yang digunakan berwarna hitam berbahan beludru yang menjadi ciri khas masyarakat Betawi.

Pakaian Sehari-hari Perempuan
Untuk perempuan Betawi, pakaian adat yang digunakan sehari-hari terdiri dari :
1. Baju kurung berlengan pendek. Baju kurung yang dikenakan memiliki lengan pendek, tak jarang ditambahi saku di depannya dengan warna-warna mencolok.
2. Kain batik. Kain sarung batik yang dikenakan oleh perempuan Betawi biasanya bercorak geometrik dengan warna-warna cerah untuk dipadukan dengan baju kurung yang dikenakan
3. Kerudung. Kerudung yang dikenakan berupa selendang yang dikenakan pada kepala para perempuan Betawi. Warnanya serasi dengan warna baju kurung yang dikenakan.
Pakaian Pengantin Laki-laki
Pakaian pengantin laki-laki Betawi banyak dipengaruhi oleh berbagai adat, antara lain adat Arab, Cina, Melayu, Barat.
Pakaian adat Betawi yang dipergunakan pada pernikahan adat Betawi laki-laki disebut Dandanan Care Haji. Pakaian pengantin laki-laki ini meliputi jubah dan tutup kepala.
Jubah terbuat dari bahan beludru berwarna cerah. Jubah bagian dalamnya terbuat dari kain berwarna putih yang halus. Sedangkan tutup kepala
terbuat dari sorban yang disebut alpie. Sebagai pelengkap digunakan selendang yang bermotif benang emas atau manik-manik yang warnanya cerah. Agar serasi pengantin laki-laki pernikahan adat Betawi menggunakan sepatu pantopel.
Pakaian Pangantin Perempuan
Pengantin perempuan dalam pernikahan adat Betawi mempergunakan pakaian adat Betawi yang Rias besar Dandanan Care None Pengantin Cine.
Baju yang dikenakan blus bergaya cina berbahan satin yang berwarna cerah. Bawahannya menggunakan rok yang disebut kun yang berwarna gelap dengan model duyung. Warna yang sering digunakan adalah hitam atau merah hati.
Sebagai pelengkap bagian kepala dikenakan kembang goyang bermotif burung hong dengan sanggul palsu, dilengkapai cadar di bagian wajah. Pada bagian sanggul dihiasi juga dengan bunga melati yang disebut roonje dan sisir. Perhiasan lain yang digunakan kalung lebar, gelang listring, dan hiasan teratai manik-manik dikalungkan dibagian dada, serta selop dengan model perahu sebagai alas kaki.

SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH

I. Latar Belakang
Pemahaman Orde Baru mengenal UUD 1945 sangat sederhana, yaitu “ Melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen”. Murni dan konsekuen dipahami sebagai menjalankan UUD 1945 sesuai dengan asas dasar,tujuan,dan berbagai ajaran mengenai hakikat UUD dalam suatu Negara yang berdasarkan atas hukum dan bersistem konstitusi (Sistem Konstitusional).
Sehubungan itu, sesuai dengan semangat Pasal 18 UUD 1945, seyogyanya pemahaman desentralisasi lebih diharapkan pada otonomi. Otonomi mengandung pengertian kemandirian (“Zelfstandigheid”) untuk mengatur dan mengurus sendiri sebagian urusan pemerintah yang diserahkan atau dibiarkan sebagai urusan rumah tangga satuan pemerintahan lebih rendah yang bersangkutan. Jadi esensi otonomi adalah kemandirian, yaitu kebebasan untuk berinisiatif dan bertanggung jawab sendiri dalam mengatur dan mengurus pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangganya.
Dalam makna otonomi, maka desentralisasi bukan hanya bermakna efisiensi, melainkan juga sebagai sarana demokrasi penyelenggaraan pemerintahan. Seperti yang disebutkan dalam pasal 18.UUD 1945, bahwa pemerintahan daerah (pemerintahan otonom) diselenggarakan “ dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara “. Dasar permusyawaratan hanya dijalankan dalam corak pemerintahan demokrasi. Sedangkan demokrasi memberikan tempat keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan Negara atau pemerintahan, baik secaa individual maupun melalui kelompok organisasi masyarakat ataupun politik.
Dengan demikian, ditinjau dari sudut pandang ilmu hukum delegasi yang semata – mata berisi delegasi wewenang (pemancaran wewenang) dari satuan pemerintahan yang lebih tinggi kepada bagian – bagiannya, bukanlah desentralisasi melainkan sebagai suatu bentuk sentralisasi. Setiap bentuk otonomi selalu mengandung muatan desentralisasi. Tiada otonomi tanpa desentralisasi. Bahkan dalam pandangan ilmu hukum, isi desentralisasi tidak lain dari otonomi. Tetapi otonomi tidak sekadar pemancaran wewenang.

II. Pokok Permasalahan
1. Bagaimana pemahaman Pasal 18 UUD 1945 tentang desentralisasi.
2. Bagaimana kedudukan desentralisasi dalam sistem ketatanegaraan yang desentralistik.
3. Bagaimana hubungan desentralisasi dengan tugas pembantuan.
4. Bagaimana hakikat otonomi dalam Negara kesatuan RI.

III. Pembahasan
Selama ini, ternyata tidak mudah mewujudkan kehendak yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945. Ketidak mudahan tersebut antara lain disebabkan karena perbedaan persepsi dan cara pemahaman mengenai makna atau gagasan yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945.
Kenyataan demikian, terlihat dalam perjalanan mengatur pemerintahan daerah.
Dimasa sebelum Orde Baru, ada tiga undang – undang yang dibuat mengenai pemerintahan daerah sebagai pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945, Yaitu :
1. UU No. 1 Tahun 1945
2. UU No. 22 Tahun 1948
3. UU No. 18 Tahun 1965
Sedang setelah Orde Baru, dikeluarkan UU No. 5 Tahun 1974. UU No. 22 Tahun 1948 menjabarkan Pasal 18 UUD 1945, antara lain dengan hanya memberi dasar untuk mengatur pemerintahan daerah otonom (asas desentralisasi). Sehingga hanya ada satu bentuk penyelenggaraan pemerintahan daerah ( pemerintahan daerah otonom). Demikian pula, UU No. 22 Tahun 1948 mewujudkan bahwa pemerintahan daerah otonom itu tersusun dalam satu kesatuan integral (Pasal 1 ayat (1)), yaitu :
• Propinsi,
• Kabupaten ( Kota Bsar),
• Desa ( Kota Kecil, Nagari, Marga).
Bahkan UU No. 22 Tahun 1948, meletakan Desa sebagai pusat pembaharuan dan pembangunan (Desa yang akan diperbahurui; lihat Penjelasan UU No. 22 Tahun 1948).
Sebaiknya UU No. 5 Tahun 1974 ternyata memberi persepsi dan pemahaman, bahwa Pasal 18 UUD 1945 tidak hanya menjadi dasar pengaturan pemerintahan otonom, tetapi juga mengatur pemerintahan Pusat di Daerah/pemerintahan wilayah administratip (asas dekonsentrasi).
Dengan demikian, UU No. 5 Tahun 1974 mengenal dua bentuk penyelenggaraan pemerintahan (di) daerah, yaitu :
a. Pemerintahan Daerah Otonom, yang tersusun dalam dua tingkat :
1. DT I
2. DT II,
Sebagai perwujdan asas desentralisasi, dengan titik berat otonomi diletakan pada DT II (Pasal 3 ayat (1) jo pasal II ayat (1).
b. Pemerintahan Wilayah Administratip (asas dekonsentrasi), yang tersusun dalam (pasal 72) :
1. Wilayah Propinsi dan Ibukota Negara;
2. Wilayah Kabupaten dan Kotamadya;
3. Wilayah Kecamatan.
Dan apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam Wilayah Kabupaten dapat dibentuk Kota Administratip yang pengaturannya ditetapkan dengan PP. Selain itu, apabila dipandang perlu Mendagri dapat menunjuk Pembantu Gubernur/Bupati/Walikotamadya, yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka dekonsentrasi (pasal 73).
Dengan perkataan lain, UU No. 5 Tahun 1974 membedakan secara tegas desentralisasi dengan dekonsentrasi (juga tugas pembantuan) sebagai asas – asas yang masing – masing berdiri sendiri (satu hal yang bertentangan dengan sudut pandang doktriner).
Demikian pula UU No. 5 Tahun 1974, memisahkan antara susunan pemerintahan daerah ( otonom) dengan pemerintahan desa (Pasal 88; Desa diatur dengan UU No. 5 Tahun 1979).
Sebenarnya ditinjau dari prinsip – prinsip pemerintahan tingkat lebih rendah yang terkandung dalam Pasal 18 UUD 1945, yaitu :
a. Prinsip territorial;
b. Prinsip kerakyatan yang pempin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (kedaulautan rakyat);
c. Prinsip dengan memandang dan mengingat hak – hak asal usul dalam daerah – daerah yang bersifat istimewa.
Tidak terdapat indikasi bahwa Pasal 18 UUD 1945 mengatur prinsip Wilayah Administratip (asas dekonsentrasi) disamping desentralisasi atau otonomi. Sehingga atas dasar itu, Pasal 18 UUD 1945 hanya mengenal satu satuan pemerintahan daerah (pemerintahan daerah otonom). Jadi secara konstitusional hanya daerah otonom yang perlu diatur dalm undang – undang organic sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 18 UUD 1945.
Apabila kesimpulan tersebut dihubungkan dengan UU No. 5 Tahun 1974 yang justru mengatur mengenai Wilayah Administratip dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi (Pasal 72), maka tidaklah berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD 1945, melainkan semata – mata terpengaruh oleh bunyi penjelasannya (“ Di daerah – daerah yang bersifat otonom/streek dan locale rechhtsgemeenschappen atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang – undang”) yang didorong oleh hasrat menonjolkan kekuasaan Pusat di Daerah.
Bilamana diteliti secara lebih mendalam mengenai pembangunan pemikiran terhadap tempat yang wajar bagi desentralisasi dan dekonsentrasi dalam system pemerintahan daerah, maka terungkap bahwa yang menjadi masalah utama justru terletak pada konsep sentralisasi dan dekonsentrasi dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana pengertian dekonsentrasi dipandang sangat erat dengan sentralisasi.
Dengan mengikuti sejarah pertumbuhan dan perkembangan organisasi – organisasi modern dibeberapa Negara, dapat diketahui bahwa desentralisasi pada hakikatnya merupakan suatu konsep yang lahir setelah sentralisasi mencapai wujudnya. Ini berarti bahwa desentralisasi tak mungkin lahir tanpa didahului oleh sentraslisasi, sebab sebelum desentralisasi dilaksanakan, sentralisasilah yang mula – mula diperlukan.
Dekonsentralisasi adalah unsur tatalaksana penyelenggaraan pemerintahan Pusat, karenanya tidak seyogianya dilekatkan pada pengaturan mengenai pemerintahan daerah. Pasal 18 UUD 1945, mengatur mengenai “ Pemerintahan Daerah” (Bab IV), bukan “Pemerintahan Di Daerah”. Kalau memang Pasal 18 UUD 1945 dimaksudkan juga mengatur dekonsentrasi, maka sudah tentu dalam undang- undang terdahulu diatur.
Apalagi ditinjau secara doktriner sebagaimana dikemukakan R Tresna yang memberi gambaran mengenai desentralisasi, sebagai berikut :
1. Staatkudige decentralisatie/Politieke desentralisatie :
a. Territoriale decentralisatie :
a.1. Autonomie
a.2. Medebewind/Medebestuur/Zelfbestuur/Selfgovernment
b. Functionale decentralisastie
2. Ambtelijke decentralisatie (deconsentratie).
Begitu pula menurut Irawan Soejito , bahwa pada umumnya desentralisasi mempunyai bentuk :
1. Desentralisasi territorial;
2. Desentralisasi fungsional;
3. Desentralisasi administrative (ambtelijk) atau dekonsentrasi.
Melalui pendapat – pendapat diatas dapat diketahui, bahwa meskipun dekonsentrasi memuat pemencaran kekuasaan, tetapi tidak dapat disejajarkan dengan desentralisasi bersifat ketatanegaraan (staatkundig),sedang dekonsentrasi hanya berkaitan dengan penyelenggaraan administrasi Negara, karena itu bersifat kepegawaian ( ambtelijk).
Aspek ketatanegaraan dalam desentralisasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi merupakan bagian dari organisasi Negara. Sebagai bagian dari organisasi Negara, desentralisasi harus memcerminkan sepenuhnya tatanan organisasi Negara dan penyelenggaraan Negara (misalnya, tentang “dasar permusyawaratan” dalam rumusan Pasal 18 UUD 1945).
Dalam dekonsentrasi, dasar permusyawaratan itu tidak ada, Dekonsentrasi dapat hadir tanpa menghiraukan corak Negara atau sistem kenegaraan. Kehadiran dekonsentrasi semata – mata untuk melancarkan pemerintahan sentral/Pusat di Daerah. Jadi di dalam dekonsentrasi, terkandung unsur sentralisasi. Karena semata – mata “ambtelijk”, maka dekonsentrasi dalam ilmu hukum terletak dalam lingkungan Hukum Administrasi. Dengan demikian, pengaturan dekonsentrasi inheren dalam wewenang administrasi Negara. Artinya pengaturan dekonsentrasi baru menjadi wewenang pembentuk undang – undang, apabila administrasi Negara bermaksud mengalihkan wewenang itu pada badan – badan diluar administrasi Negara yang bersangkutan.
Hal ini dapat ditunjukkan dalam UU No. 5 Tahun 1974, bahwa Kepala Daerah adalah pejabat administrasi Negara, tetapi secara hukum bukan bagian dari administrasi Pusat. Kepala Daerah adalah pejabat administrasi Negara dari suatu satuan pemerintahan yang berdiri sendiri, yang apabila hanya dilihat dari status hukumnya mempunyai kedudukan yang sama (di depan hukum) dengan Negara, karena merupakan sama – sama subjek hkum. Sehingga sebaiknya akan lebih tepat apabila Kepala Daerah disebut “pejabat administrasi Negara”.
Selain memisahkan desentralisasi dengan dekonsentrasi, UU No. 5 Tahun 1974 juga membedakan desentralisasi dengan tugas pembantuan sebagai dua asas yang berbeda satu sama lain. Padahal menurut kepustakaan baik di Belanda maupun di Indonesia, tugas pembantuan/medebewind/zelfbestuur, adalah salah sastu aspek dari desentralisasi (bukan sesuatu yang berada diluar desentralissasi). Kalaupun akan di bedakan, seharusnya diantara otonoi dengan tugas pembantuan. Meskipun saat ini pendapat umum yang berlaku mengatakan, bahwa perbedaan antara otonomi dengan tugas pembantuan hanya bersifat “gradual” .
Perbedaan secara mendasar antara otonomi dan tugas pembantuan, berlaku sampai pertengahan abad ke – 19. Timbulnya perbedaan tersebut berdasarkan “driekringennleer” (Oppenheim) , yang bertolak dari pemikiran bahwa urusan pemerintahan dapat dipilah – pilah secara pasti antara urusan Pusat, Propinsi, dan Gemeente/Kotanya.
Otonomi menurut “driekringenleer”, berhubungan dengan soal rumah tangga daerah, yaitu kebebasan melaksanakan sendiri urusan rumah tangganya. Sedang tugas pembantuan, merupakan kewajiban membantu mengurus kepentingan rumah tangga tingkat lebih atas ( Pasal 1 sub d UU No. 5 Tahun 1974).
Akhir – akhir ini telah terjadi pergeseran pandangan mengenai hubungan otonomi dengan tugas pembantuan, yang disebabkan antara lain :
Pertama : Tidak ada jenis pengurusan pemerintahan yang secara lengkap dan alamiah, adalah urusan Pusat atau Daerah. Suatu urusan pemerintahan, setiap saat dapat bergeser dari urusan Daerah menjadi urusan Pusat atau sebaliknya.
Kedua : Perkembangan paham Negara kesejahtraan yang mewajibkan pemerintahan memberikan pelayanan pada hampir setiap aspek kehidupan, baik individu maupun masyarakat, menyebabkan tidak mungkin menentukan secara pasti aneka ragam urusan pemerintahan.
Berdasarkan perkembangan diatas, baik secara doktriner maupun kebutuha praktis, tidaklah tepat untuk memisahkan antara desentralisasi dengan tugas pembantuan, begitu pula antara otonomi dengan tugas pembantuan.
Sejalan dengan itu, UU No. 22 Tahun 1948 telah merumuskan hubungan antara otonomi dan tugas pembantuan, yaitu dengan memperkenalkan dua macam pemerintahan daerah :
a. Pemerintahan daerah yang disandarkan pada hak otonomi, dan
b. Pemerintahan daerah yang disandarkan pada hak menebewind.
Dalam pemerintahan yang disandarkan pada hak otonomi, bersumber pada penyerahan penuh, sedangkan dalam pemerintahan daerah yang disandarkan pada medebewind, berasal dari penyerahan tidak penuh suatu urusan dari pemerintah Pusat kepada Daerah.
Penyerahan penuh, artinya baik tentang asas – asasnya/prinsip – prinsipnya, maupun tentang cara menjalankan kewajiban/pekerjaan yang diserahkan itu, semuanya diberikan kepada Daerah ( hak otonomi). Penyerahan tidak penuh, artinya dalam penyerahan urusan hanya mengenai cara menjalankan saja, sedang prinsip – prinsipnya/asas – asasnya ditentukan oleh Pusat sendiri (hak menebewind).
Hak medebewind hendaknya jangan diartikan sempit, yaitu hanya menjalankan perintah dari atas saja (Pasal 12 ayat (1),(2) UU No. 5 Tahun 1974). Oleh karena Pemerintah Daerah berhak mengatur cara menjalankannya menurut pendapat sendiri. Jadi masih mengandung hak otonomi, sekalipun hanya mengenai cara menjalankan saja (Pasal 45 UU No. 5 Tahun 1974).
Sesuai dengan perkembangan pemahaman desentralisasi dan otonomi, pendekatan terhadap medebiwind yang pergunakan UU No. 22 Tahun 1948 akan lebih memperkuat posisi otonomi secara keseluruhan. Selain itu, untuk mengurangi beban berat perangkat dekonsentrasi (di wilayah) dalam pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu, daerah diikutsertakan berdasarkan kebijaksanaan medebewind. Dengan demikian, ditinjau dari sudut kebijaksanaan, medebewind dapat menjadi sarana antara sebelum suatu urusan pemerintahan masuk kedalam rumah tangga daerah sepenuhnya. Bahkan dalam UU No. 18 Tahun 1945 terdapat anjuran untuk sebanyak mungkin menerapkan kebijaksanaan tugas pembantuan di samping pemberian otonomi yang luas dan riil kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.
Sehubungan dengan otonomi dan tugas pembantuan, Moh. Hatta menyatakan, bahwa keperluan memberikan otonomi dan pembantuan kepada kota, desa, atau daerah yaitu dalam rangka melaksanakan dasar kedaulatan rakyat dan keperluan setempat yang berlain – lainan.
Tetapi dari penjelasan UU No. 5 Tahun 1974 tersimpul, bahwa UU No. 5 Tahun 1974 meskipun mengakui sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan pemerintahan (di) daerah, tetapi tugas pembantuan hanya ditempatkan sebagai asas pelengkap disamping asas desentralisasi dan dekonsentrasi yang ditempatkan sebagai asas pokok/utama.
Lebih jelas lagi, apabila menelaah ketentuan dalam Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1974 yang member kesan bahwa seolah – olah tugas pembantu itu baru dilaksanakan seandainya dianggap perlu oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah Tk. I, dan pengaturannya harus dicantumkan dalam peraturan perundang – undangan. Sehingga dengan penafsiran demikian, tugas pembantuan dapat dianggap sebagai “ tugas yang diperintahkan” .
Adapun mengenai otonomi, seperti telah disinggung dimuka, otonomi adalah kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu, menjadi urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah. Tetapi meskipun kebebasan dan kemandirian merupakan hakikat isi otonomi, namun bukan kemerdekaan, kebebasan dan kemandirian itu kebebasan dan kemandirian dalam ikatan kesatuan yang lebih besar. Jadi otonomi itu sekadar subsistem dari kesatuan yang lebih besar.
Dari segi hukum tatanegara (teori bentuk Negara), otonomi adalah subsistem dari Negara kesatuan. Otonomi adalah fenomena Negara kesatuan. Segala pengertian dan isi/materi otonomi, adalah pengertian dan isi Negara kesatuan. Atau dengan perkataan lain, Negara kesatuan merupakan landas batas dari pengertian dan isi otonomi.
Otonomi dapat diberi arti luas dan sempit. Dalam arti luas, otonomi mencakup pula tugas pembantuan. Baik otonomi maupun tugas pembantuan, sama – sama mengandung kebebasan dan kemandirian. Perbedaannya hanya pada tingkat kebebasan dan kemandiriannya (tidak mendasar).
Pasal 1.c UU No. 5 tahun 1974 member pengertian otonomi, yaitu :
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku”
Selanjutnya dalam penjelasan umum UU No. 5 Tahun 1974 terdapat penegasan, bahwa dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada aspek kewajiban dari pada haknya. Penjelasan tersebut, menimbulkan kontraversi pendapat dikalangan para pakar hukum.
Sujamto mengemukakan, bahwa otonomi daerah dalam Negara Kesatua RI memang lebih merupakan kewajiban daripada hak. Artinya aspek hak dan kewajiban itu sama – sama ada, akan tetapi aspek kewajibanlah yang lebih menonjol. Pendapatnya tersebut, dilandasi pertimbangan :
1. Daerah otonomi dan Pemerintahan Daerah yang dibentuk berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 itu semuanya merupakan subsistem Negara Kesatuan dan Pemerintah RI. Dengan kata lain, daerah otonomi itu diadakan atau dibentuk dalam rangka memperlancar penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI. Jadi otonomi daerah itu lahir dengan mengemban tugas dan kewajiban tertentu. Untuk melaksanakan itu, ia diberi hak – hak dan wewenang – wewenang tertentu. Dengan kewajiban lahir lebih dulu dari hak. Jadi dengan filsafat otonomi yang demikian itu berarti mendahului lahirnya daerah otonom.
2. Oleh karena aspek hak itu timbul kemudian, maka jika terjadi tuntutan dari masyarakat si suatu Daerah agar Daerahnya diberi otonomi ( dibentuk menjadi suatu daerah otonom), maka tuntutan yang sedemikian itu tidak mempunyai dasar secara konstitusional. Yang menentukan apakah suatu Daerah itu diberi otonomi atau tidak, adalah Presiden ( dengan persetujuan DPR), karena pembentukan, demikian pula penghapusansuatu daerah otonom harus dittapkan dengan undang – undang.
3. Berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, maka”kedaulatan rakyat” di daerah tidak bersifat hakiki ataupun mutlak, akan tetapi hanya sebagai “ perolehan” dari pemberian sistem kedaulatan rakyat yang lebih atas. Dengan demikian, wajarlah kalau dapat diambil kembali.
Sebelumnya, Moh. Hatta pernah mengutarakan :
“Memang, rakyat didaerah juga mempunyai kekuatan, artinya berhak memutuskan tentang segala hal yang mengenai lingkungan daearahnya sendiri, berhak mengatur rumah tangganya menurut putusan mufakat mereka sendiri. Tetapi bukan kedaulatan yang keluar dari pokoknya sendiri, melainkan kedaulatan yang dating dari kedaulatan rakyat yang lebih atas”.
Kedua pendapat diatas menggambarkan bahwa dalam sistem rumah tangga nyata (riil) dan bertanggung jawab, otonomi daerah bukanlah merupakan sesuatu yang tumbuh dan berkembang secara alami kemudian diakui oleh Pemerintah melalui peraturan Perundang – undangan, melainkan semata – mata hanyalah merupakan pemberian dari pemerintahan Pusat dengan maksud untuk lebih melancarkan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Artinya, pembentukan daerah otonom pada hakikatnya dimaksudkan untuk mengemban suatu tugas dan tanggung jawab tertentu dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara, oleh sebab itu perlu diberikan hak – hak dan wewenang – wewenang (otonomi) tertentu.
Sementara itu pendapat berbeda dikemukakan oleh Ateng Sjafrudin, yaitu bahwa rumusan yang menganggap otonomi daerah itu lebih merupakan kewajiban dari pda hak, rasanya tidak sepenuhnya cocok dengan asas keselarasan, keserasian, terutama keseimbangan, dengan alasan :
1. Dalam implementasinya banyak sekali kewajiban yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Otonomi oleh Pemerintah Pusat yang tidak seimbang dengan kemampuan aparatur Pemerintah Daerah untuk memikul dan menjalankannya.
2. Dengan adanya penekanan aspek kewajiban yang biasanya dicerminkan melalui aturan pelaksanaan yang kaku dan “jelimet”, maka mengakibatkan ruang gerak aparatur Pemerintah Daerah menjadi sempit, khususnya dalam rangka mengembangkan prakarsa maupun dalam menyesuaikan instruksi dan arahan atasan dengan situasi dan kondisi daerah.
3. Kata kewajibanmengandung makna sanksionistik, yaitu apabila Daerah tidak mau persis menerima dan melaksanakan apa yang diinstruksikan, diarahkan, dan ditetapkan, maka ada kemungkinan daerah akan mendapatkan sanksi – sanksi tertentu, misalnya dana akan ditarik dan dialihkan ke Daerah lain.
Lebih jauh dikemukakan, persepsi bahwa otonomi itu lebih merupakan kawajiban dari pada hak, membuktikan sekali lagi bahw otonomi tidak konsisten dengan asas keseimbangan dan semangat kekeluargaan yang diperintahkan UUD 1945, yang didasari falsafah Pancasila. Otonomi Daerah yang dianggap lebih menekankan kepada aspek kewajiban daripada hak, merupakan bentuk pengingkaran dari pengakuan terhadapsatuan – satuan pemerintah asli yang telah diakui oleh Pasal 18 UUD 1945, khusunya mengenai hak – hak asal – usul daerah – daerah yang bersifat istimewa.
Beranjak dari pandangan Ateng Sjafrudin, maka jelas otonomi daerah menurut sitem rumah tangga (otonomi) nyata ( riil) merupakan bentuk pengakuan terhadap keberadaan pemerintahan asli yang telah ada sebelum suatu Negara terbentuk. Artinya sebelum suatu Negara itu ada dalam arti merdeka dan berdaulat, satuan – satuan pemerintahan asli yang ada tetap diakui dan dibiarkan tumbuh bahkan diberi pengakuan sebagai bagian dari Negara melalui peraturan perundang – undangan.

IV. Kesimpulan
1. Menurut pemahaman Pasal 18 UUD 1945, desentralisasi bukan hanya bermakna efesiensi, tetapi juga sebagai sarana demokrasi penyelenggaraan pemerintahan.
2. Ditinjau dari prinsip – prinsip pemerintahan tingkat lebih rendah yang terkandung dalam Pasal 18 UUD 1945, tidak terdapat indikasi bahwa Pasal 18 UUD 1945 mengatur prinsip Wilayah Administrasi (asas dekonsentrasi) di samping desentralisasi atau otonomi. Meskipun demikian, dalam lingkungan desentralisasi dapat saja fungsi dekonsentrasi dilaksanakan, karena dekonsentrasi merupakan mekanisme untuk menyelenggarakan urusan Pusat di Daerah (bersifat kepegawaian/”ambtelijk”.
3. Baik secaradoktriner maupun kebutuhan praktis, tidak tepat untuk memisahkan antara desentralisasi dengan tugas pembantuan ( otonomi dengan tugas pembantuan), karena tugas pembantuan (medebewind) adalah salah satu aspek dari desentralisasi.
4. Ditinjau dari sudut kebijaksanaan, tugas pembantuan dapat menjadi sarana antara sebelum suatu pemerintahan diserahkan secara penuh kepada Daerah.
5. Dari segi Hukum Tatanegara, otonomi adalah subsistem dari Negara kesatuan. Negara kesatuan, merupakan landas batas dari pengertian dan isi otonomi.
6. Persepsi bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban daripada hak, adalah tidak konsisten dengan asas keseimbangan dan semangat kekeluargaan yang diperintahkan UUD 1945, yang didassari falsafah Pancasila.

Draft ruu pergantian uu no 22 tahun 2007

1. DRAFT RUU PENGGANTIAN 22 TAHUN 2007 (PER 8 SEPTEMBER 2011) 8 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum yang berkualitas diperlukan sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat dibutuhkan penyelenggara pemilihan umum yang profesional serta mempunyai integritas, kapabilitas, dan akuntabilitas; c. bahwa dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana dimaksud pada huruf b, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;Mengingat : Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22C ayat (1), dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. 2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilu untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5. Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis.6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu.7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi.8. Komisi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.9. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain.10. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan.11. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.13. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.14. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.15. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.16. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.17. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. -2-
3. 18. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.19. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain.20. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kelurahan atau desa/nama lain.21. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.22. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. BAB II ASAS PENYELENGGARA PEMILU Pasal 2Penyelenggara Pemilu berpedoman pada asas:a. mandiri;b. jujur;c. adil;d. kepastian hukum;e. tertib;f. kepentingan umum;g. keterbukaan;h. proporsionalitas;i. profesionalitas;j. akuntabilitas;k. efisiensi; danl. efektivitas. BAB III KOMISI PEMILIHAN UMUM Bagian Kesatu Umum Pasal 3(1) Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.(2) KPU menjalankan tugasnya secara berkesinambungan.(3) Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya. -3-
4. Bagian Kedua Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan Pasal 4(1) KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.(2) KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.(3) KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota. Pasal 5(1) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota masing-masing dibantu oleh sekretariat.(4) Tata kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPU.. Pasal 6(1) Jumlah anggota: a. KPU sebanyak 7 (tujuh) orang; b. KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) orang.(2) Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.(3) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipilih dari dan oleh anggota.(4) Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang sama.(5) Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).(6) Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.(7) Sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6), calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang baru harus sudah diajukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 7(1) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai tugas: a. memimpin rapat pleno dan seluruh kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; b. bertindak untuk dan atas nama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ke luar dan ke dalam; c. memberikan keterangan resmi tentang kebijakan dan kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan d. menandatangani seluruh peraturan dan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. -4-
5. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada rapat pleno. Bagian Ketiga Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Paragraf 1 Komisi Pemilihan Umum Pasal 8(1) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi: a. merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN; c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan Pemilu; e. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi; f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; g. menetapkan peserta Pemilu; h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu; j. menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya; k. menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; l. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih dan membuat berita acaranya; m. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan; n. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; o. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat; q. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye; r. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan s. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang. -5-
6. (2) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi: a. merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN; c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan; e. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi; f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; g. menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan; h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu; j. menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya; k. mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita acaranya; l. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan; m. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; n. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; o. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat; p. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye; q. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan r. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.(3) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota meliputi: a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. b. mengoordinasikan dan memantau tahapan pemilihan; c. melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan pemilihan; d. menerima laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; e. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaran pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang- undangan; dan f. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.(4) KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota berkewajiban: -6-
7. a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu secara tepat waktu; b. memperlakukan peserta Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan gubernur dan bupati/walikota secara adil dan setara; c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat; d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI); f. mengelola barang inventaris KPU berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Bawaslu; h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU yang ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU; i. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Bawaslu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengucapan sumpah/janji pejabat; j. menyediakan data hasil pemilu secara nasional; k. melaksanakan keputusan DKPP; dan l. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 KPU Provinsi Pasal 9(1) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi: a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu di provinsi; b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh KPU Kabupaten/Kota; d. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU; e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur dan bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; f. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah di provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota; h. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU; i. menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan mengumumkannya; j. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di provinsi yang bersangkutan dan membuat berita acaranya; k. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; -7-
8. l. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang- undangan; m. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat; n. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan o. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi: a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi; b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh KPU Kabupaten/Kota; d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; e. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU; f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; g. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU; h. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; i. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang- undangan; j. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat; k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan l. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.(3) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur meliputi: a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilihan Gubernur; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU; c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan Gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU; e. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur; f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; g. menetapkan calon Gubernur yang telah memenuhi persyaratan; -8-
9. h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU; j. menetapkan dan mengumumkan hasil Pemilihan gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan gubernur dari seluruh KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; k. menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil pemilihan gubernur dan mengumumkannya; l. mengumumkan calon gubernur terpilih dan membuat berita acaranya; m. melaporkan hasil pemilihan gubernur kepada KPU; n. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; o. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang- undangan; p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat; q. melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU; r. memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan pemilihan bupati/Walikota sesuai dengan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan; s. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan gubernur; t. menyampaikan laporan mengenai hasil pemilihan gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, Gubernur, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; dan u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.(4) KPU Provinsi dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota berkewajiban: a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu; b. memperlakukan peserta Pemilu, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur, bupati, dan walikota secara adil dan setara; c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat; d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU; f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU dan ANRI; g. mengelola barang inventaris KPU Provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan; h. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan dengan tembusan kepada Bawaslu; i. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi yang ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Provinsi; j. menyediakan dan menyampaikan data hasil pemilu di tingkat provinsi; k. melaksanakan keputusan DKPP; dan -9-
10. l. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 KPU Kabupaten/Kota Pasal 10(1) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi: a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota; b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; e. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi; f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; g. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat rekapitulasi suara; h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK; i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi; j. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya; k. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di kabupaten/kota yang bersangkutan dan membuat berita acaranya; l. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota; m. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; n. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; o. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan p. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau undang-undang.(2) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi: a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota; b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; – 10 –
11. d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi; g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara; h. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi; i. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; j. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; l. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau undang-undang.(3) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota meliputi: a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilihan bupati/Walikota; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan bupati/Walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi; c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/Walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan gubernur serta pemilihan bupati/Walikota dalam wilayah kerjanya; e. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/Walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi; f. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/Walikota; g. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur dan bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; h. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi; i. menetapkan calon bupati/walikota yang telah memenuhi persyaratan; j. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan bupati/walikota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; k. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi; l. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil pemilihan bupati/Walikota dan mengumumkannya; m. mengumumkan calon bupati/walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya; n. melaporkan hasil pemilihan bupati/walikota kepada KPU melalui KPU Provinsi; – 11 –
12. o. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu; p. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; r. melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan Pemilihan gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi; s. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota; t. menyampaikan hasil pemilihan bupati/Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Menteri Dalam Negeri, bupati/walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; dan u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(4) KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota berkewajiban: a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu; b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur, bupati, dan Walikota secara adil dan setara; c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat; d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi; f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Kabupaten/Kota dan lembaga kearsipan Kabupaten/Kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU dan ANRI; g. mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan; h. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu; i. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota; j. menyampaikan data hasil pemilu dari tiap-tiap TPS pada tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di kabupaten/kota; k. melaksanakan keputusan DKPP; dan l. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Persyaratan Pasal 11Syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah:a. warga negara Indonesia;b. pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota KPU dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota; – 12 –
13. c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;e. memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu;f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan paling rendah SLTA atau sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten/Kota;g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia bagi anggota KPU dan di wilayah provinsi yang bersangkutan bagi anggota KPU Provinsi, serta di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan bagi anggota KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk;h. mampu secara jasmani dan rohani;i. mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon;j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;k. bersedia bekerja penuh waktu;l. bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dann. tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu. Bagian Kelima Pengangkatan dan Pemberhentian Paragraf 1 KPU Pasal 12(1) Presiden membentuk keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang dengan memperhatikan keterwakilan perempuan.(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membantu Presiden untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.(3) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.(4) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan: a. memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik; b. memiliki kredibilitas dan integritas; c. memahami permasalahan Pemilu; dan d. memiliki kemampuan dalam melakukan rekrutmen dan seleksi(5) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.(6) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU.(7) Komposisi tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.(8) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU. – 13 –
14. Pasal 13(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.(3) Untuk memilih calon anggota KPU, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan: a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU pada media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional. b. menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU; c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU; d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU; e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi; h. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat; i. melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat; j. menetapkan 14 (empat belas) nama calon anggota KPU dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 14 (empat belas) nama calon anggota KPU kepada Presiden.(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.(5) Tim Seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 14(1) Presiden mengajukan 14 (empat belas) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota KPU kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU.(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU. Pasal 15(1) Proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dari Presiden.(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh) calon anggota KPU peringkat teratas dari 14 (empat belas) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) sebagai calon anggota KPU terpilih.(4) Dalam hal tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU terpilih kurang dari 7 (tujuh) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk mengajukan kembali bakal calon anggota KPU sejumlah 2 (dua) kali nama calon anggota KPU yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden. – 14 –
15. (5) Penolakan terhadap bakal calon anggota KPU oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.(6) Pengajuan kembali bakal calon anggota KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan berasal dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya.(7) Pemilihan calon anggota KPU yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.(8) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Presiden. Pasal 16(1) Presiden mengesahkan calon anggota KPU terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (8) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya 7 (tujuh) nama anggota KPU terpilih.(2) Pengesahan calon anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Paragraf 2 KPU Provinsi Pasal 17(1) KPU membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota KPU Provinsi pada setiap provinsi.(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerjasama dengan perguruan tinggi setempat.(3) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Provinsi.(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.(6) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Provinsi.(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota KPU Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU.(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat pleno KPU. Pasal 18(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan. – 15 –
16. (3) Untuk memilih calon anggota KPU Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan: a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Provinsi pada media massa cetak harian dan media massa elektronik lokal; b. menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU Provinsi; c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi; d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi; e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi; h. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Provinsi yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat; i. melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat; j. menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi kepada KPU.(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk. Pasal 19(1) Tim seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi hasil seleksi kepada KPU.(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU Provinsi. Pasal 20(1) KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).(2) KPU memilih calon anggota KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.(3) KPU menetapkan 5 (lima) calon anggota KPU Provinsi dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) sebagai anggota KPU Provinsi terpilih.(4) Anggota KPU Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan KPU.(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja. Paragraf 3 KPU Kabupaten/Kota Pasal 21(1) KPU Provinsi membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota KPU Kabupaten/Kota pada setiap kabupaten/kota.(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerjasama dengan perguruan tinggi setempat. – 16 –
17. (3) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota.(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.(6) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Kabupaten/Kota.(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota KPU kabupaten/kota dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU.(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi. Pasal 22(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.(3) Untuk memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan: a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Kabupaten/Kota pada media massa cetak harian dan media massa elektronik lokal; b. menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota; c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota; d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota; e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi; h. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat; i. melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat; j. menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota kepada KPU Provinsi.(4) Tim Seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah terbentuk. Pasal 23(1) Tim seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota hasil seleksi kepada KPU Provinsi.(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota. – 17 –
18. Pasal 24(1) KPU Provinsi melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)(2) KPU Provinsi memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.(3) KPU Provinsi menetapkan 5 (lima) calon anggota KPU Kabupaten/Kota peringkat teratas dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih.(4) Anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi.(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU Kabupaten/Kota di KPU Provinsi dilakukan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. Pasal 25(1) Pelantikan anggota KPU dilakukan oleh Presiden.(2) Pelantikan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU dan pelantikan anggota KPU Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU Provinsi. Paragraf 4 Sumpah/Janji Pasal 26(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengucapkan sumpah/janji.(2) Sumpah/janji anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.” Paragraf 5 Pemberhentian Pasal 27(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima; c. berhalangan tetap lainnya; atau d. diberhentikan dengan tidak hormat. – 18 –
19. (2) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila: a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau kode etik; c. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tanpa alasan yang sah; d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu. f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut- turut tanpa alasan yang jelas; atau g. melakukan perbuatan yang terbukti menghambat KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam mengambil keputusan dan penetapan sebagaimana ketentuan peraturan perundang- undangan.(3) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud ayat (2) diwajibkan mengembalikan uang kehormatan sebanyak 2 (dua) kali lipat dari yang diterima.(4) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan: a. anggota KPU oleh Presiden; b. anggota KPU Provinsi oleh KPU; dan c. anggota KPU Kabupaten/Kota oleh KPU Provinsi.(5) Penggantian anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: a. anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat; b. anggota KPU Provinsi digantikan oleh calon anggota KPU Provinsi urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU; dan c. anggota KPU Kabupaten/Kota digantikan oleh calon anggota KPU Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU Provinsi. Pasal 28(1) Pemberhentian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan/atau huruf g didahului dengan verifikasi oleh DKPP atas: a. pengaduan secara tertulis dari penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan pemilih b. rekomendasi dari DPR.(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.(3) Dalam hal rapat pleno DKPP memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh DKPP diatur – 19 –
20. lebih lanjut dengan Peraturan DKPP.(5) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji. Pasal 29(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu.(2) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.(3) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan aktif kembali.(5) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang dinyatakan tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan dengan Undang-Undang ini aktif kembali. Bagian Keenam Mekanisme Pengambilan Keputusan Pasal 30Pengambilan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno. Pasal 31(1) Jenis rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 adalah: a. rapat pleno tertutup; dan b. rapat pleno terbuka.(2) Rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan hasil Pemilu dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno terbuka. Pasal 32(1) Rapat pleno KPU sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota KPU yang dibuktikan dengan daftar hadir.(2) Keputusan rapat pleno KPU sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota – 20 –
21. KPU yang hadir.(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU diambil berdasarkan suara terbanyak. Pasal 33(1) Rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan daftar hadir.(2) Keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila disetujui oleh sekurang- kurangnya 3 (tiga) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang hadir.(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diambil berdasarkan suara terbanyak. Pasal 34(1) Dalam hal tidak tercapai kuorum, khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu ditunda selama 3 (tiga) jam.(2) Dalam hal rapat pleno telah ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tetap tidak tercapai kuorum, rapat pleno dilanjutkan tanpa memperhatikan kuorum.(3) Khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu tidak dilakukan pemungutan suara. Pasal 35(1) Undangan dan agenda rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari sebelumnya.(2) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua KPU, Ketua KPU Provinsi, dan Ketua KPU Kabupaten/Kota.(3) Apabila ketua berhalangan, rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh salah satu anggota yang dipilih secara aklamasi.(4) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan dukungan teknis dan administratif dalam rapat pleno. Pasal 36(1) Ketua wajib menandatangani penetapan hasil Pemilu yang diputuskan dalam rapat pleno dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.(2) Dalam hal penetapan hasil Pemilu tidak ditandatangani ketua dalam waktu 3 (tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salah satu anggota menandatangani penetapan hasil Pemilu.(3) Dalam hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menandatangani penetapan hasil Pemilu, dengan sendirinya hasil Pemilu dinyatakan sah dan berlaku. Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban Pasal 37(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU: a. dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan – 21 –
22. kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara periodik dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditembuskan kepada Bawaslu. Pasal 38(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Provinsi bertanggung jawab kepada KPU.(2) KPU Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada KPU.(3) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Pasal 39(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada KPU Provinsi.(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada KPU Provinsi.(3) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Bagian Kedelapan Panitia Pemilihan Paragraf 1 PPK Pasal 40(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan, dibentuk PPK.(2) PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan.(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPK diperpanjang dan PPK dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara. Pasal 41(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota.(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus).(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. – 22 –
23. (5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai sekretaris PPK dengan keputusan bupati/walikota. Pasal 42Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:a. membantu KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap;b. membantu KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh PPS di wilayah kerjanya;f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu;g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta Pemilu;i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota;j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan;k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat;m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dann. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang. Paragraf 2 PPS Pasal 43(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di desa/kelurahan, dibentuk PPS.(2) PPS berkedudukan di kelurahan/desa atau nama.(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPS diperpanjang dan PPS dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara dimaksud. Pasal 44(1) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul bersama kepala desa/kelurahan dan badan permusyawaratan desa/dewan kelurahan. – 23 –
24. Pasal 45Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:a. membantu KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;b. membentuk KPPS;c. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;d. mengumumkan daftar pemilih;e. menerima masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara;f. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara;g. menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada huruf f untuk menjadi daftar pemilih tetap;h. mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada huruf g dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;i. menyampaikan daftar pemilih kepada PPK;j. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK;k. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;l. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf k dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu dan pengawas Pemilu;m. mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;n. menyerahkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf m kepada seluruh peserta Pemilu;o. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK;p. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;q. meneruskan kotak suara dari setiap PPS kepada PPK pada hari yang sama setelah rekapitulasi hasil penghitungan suara dari setiap TPS;r. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu Lapangan;s. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;t. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat;u. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilu, kecuali dalam hal penghitungan suara;v. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danw. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 KPPS Pasal 46(1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. – 24 –
25. Pasal 47Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:a. mengumumkan dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS;b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan;c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS;h. menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan;i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama;j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dank. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang. Paragraf 4 PPLN Pasal 48(1) PPLN berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.(2) Anggota PPLN berjumlah paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari wakil masyarakat Indonesia.(3) Anggota PPLN diangkat dan diberhentikan oleh KPU atas usul Kepala Perwakilan Republik Indonesia sesuai dengan wilayah kerjanya.(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Pasal 49Tugas, wewenang, dan kewajiban PPLN meliputi:a. membantu KPU dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;b. membentuk KPPSLN;c. mengumumkan daftar pemilih sementara, melakukan perbaikan data pemilih atas dasar masukan dari masyarakat Indonesia di luar negeri, mengumumkan daftar pemilih hasil perbaikan, serta menetapkan daftar pemilih tetap;d. menyampaikan daftar pemilih warga negara Republik Indonesia kepada KPU;e. melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU;f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN dalam wilayah kerjanya;g. mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN di wilayah kerjanya;h. menyerahkan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU;i. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara;j. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya; – 25 –
26. k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPLN kepada masyarakat Indonesia di luar negeri;l. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU sesuai dengan peraturan perundang-undangan; danm. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang. Paragraf 5 KPPSLN Pasal 50(1) Anggota KPPSLN paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.(2) Anggota KPPSLN diangkat dan diberhentikan oleh ketua PPLN atas nama ketua KPU.(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPSLN wajib dilaporkan kepada KPU.(4) Susunan keanggotaan KPPSLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Pasal 51Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPSLN meliputi:a. mengumumkan daftar pemilih tetap di TPSLN;b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPSLN;d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPSLN;e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Luar Negeri, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;f. mengamankan kotak suara setelah penghitungan suara;g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;h. menyerahkan hasil penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPLN;i. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU; danj. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang. Pasal 52Uraian tugas dan tata kerja PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN lebih lanjut ditetapkan oleh KPU. Paragraf 6 Persyaratan Pasal 53Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN meliputi:a. warga negara Indonesia;b. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;e. tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang- kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan; – 26 –
27. f. berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;g. mampu secara jasmani dan rohani;h. berpendidikan paling rendah SLTA atau sederajat untuk PPK, PPS, dan PPLN;i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Paragraf 7 Sumpah/Janji Pasal 54(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, mengucapkan sumpah/janji.(2) Sumpah/janji anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota PPK/PPS/KPPS/PPLN/KPPSLN dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang- undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.” Bagian Kesembilan Kesekretariatan Paragraf 1 Susunan Pasal 55(1) Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.(2) Pegawai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada dalam satu kesatuan manajemen kepegawaian. Pasal 56Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota,dibentuk Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota. Pasal 57(1) Sekretariat Jenderal KPU dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.(2) Sekretaris Jenderal KPU adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Calon Sekretaris Jenderal KPU diusulkan oleh KPU kepada Presiden sebanyak 3 (tiga) orang. – 27 –
28. (4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPU harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah.(5) Presiden memilih 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal KPU dari calon yang diajukan oleh KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.(6) Sekretaris Jenderal KPU bertanggung jawab kepada ketua KPU. Pasal 58(1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh Sekretaris Provinsi.(2) Sekretaris KPU Provinsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Calon Sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh KPU Provinsi kepada Sekretaris Jenderal KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.(4) Sekretaris Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang Sekretaris KPU Provinsi dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.(5) Sekretaris KPU Provinsi bertanggung jawab kepada ketua KPU Provinsi. Pasal 59(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh Sekretaris Kabupaten/Kota.(2) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Calon Sekretaris KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Sekretaris Jenderal KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.(4) Sekretaris Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang Sekretaris KPU Kabupaten/Kota dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.(5) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada ketua KPU Kabupaten/Kota. Pasal 60Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi,dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulanKPU. Pasal 61Di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kotadapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan peraturanperundang-undangan. Pasal 62Struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPUKabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU setelah berkonsultasi dengan menteri yangbertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. – 28 –
29. Pasal 63Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariatKPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU. Pasal 64Pengisian jabatan dalam struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, danSekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jenderal KPU. Paragraf 2 Tugas dan Wewenang Pasal 65Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota masing-masingmelayani KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Pasal 66(1) Sekretariat Jenderal KPU bertugas: a. membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu; b. memberikan dukungan teknis administratif; c. membantu pelaksanaan tugas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu; d. membantu perumusan dan penyusunan rancangan peraturan dan keputusan KPU; e. memberikan bantuan hukum dan memfasilitasi penyelesaian sengketa Pemilu; f. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU; dan g. membantu pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(2) Sekretariat Jenderal KPU berwenang: a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU; b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. mengangkat tenaga pakar/ahli berdasarkan kebutuhan atas persetujuan KPU; dan d. memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Sekretariat Jenderal KPU berkewajiban: a. menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan; b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan c. mengelola barang inventaris KPU.(4) Sekretariat Jenderal KPU bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 67(1) Sekretariat KPU Provinsi bertugas: a. membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu; b. memberikan dukungan teknis administratif; c. membantu pelaksanaan tugas KPU Provinsi dalam menyelenggarakan Pemilu; d. membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; – 29 –
30. e. membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Provinsi; f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa Pemilihan gubernur; g. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Provinsi; dan h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(2) Sekretariat KPU Provinsi berwenang: a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilihan gubernur berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU; b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan c. memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Sekretariat KPU Provinsi berkewajiban: a. menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan; b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan c. mengelola barang inventaris KPU Provinsi.(4) Sekretariat KPU Provinsi bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 68(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertugas: a. membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu; b. memberikan dukungan teknis administratif; c. membantu pelaksanaan tugas KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu; d. membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan gubernur; e. membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Kabupaten/Kota; f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa Pemilihan bupati/Walikota; g. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Kabupaten/Kota; dan h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(2) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berwenang: a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU; b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan c. memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berkewajiban: a. menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan; b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan c. mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota.(4) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan. – 30 –
31. BAB IV PENGAWAS PEMILU Bagian Kesatu Umum Pasal 69(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.(2) Bawaslu dan Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.(3) Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc. Pasal 70Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas PemiluLuar Negeri dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemiludimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemiluselesai. Bagian Kedua Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan Pasal 71(1) Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.(2) Bawaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.(3) Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.(4) Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.(5) Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di desa atau nama lain/kelurahan.(6) Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia. Pasal 72(1) Keanggotaan Bawaslu terdiri atas individu yang memiliki kemampuan pengawasan penyelenggaraan Pemilu.(2) Jumlah anggota: a. Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang; b. Bawaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang; c. Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang; d. Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.(3) Jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa atau nama lain/kelurahan paling sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 5 (lima) orang yang disesuaikan dengan kondisi geografis dan sebaran TPS. – 31 –
32. (4) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.(5) Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu.(6) Ketua Bawaslu Provinsi, ketua Panwaslu Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu Kecamatan dipilih dari dan oleh anggota.(7) Setiap anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan mempunyai hak suara yang sama.(8) Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus).(9) Masa keanggotaan Bawaslu adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji. Bagian Ketiga Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Paragraf 1 Badan Pengawas Pemilu Pasal 73(1) Bawaslu menyusun standar tata laksana kerja pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman kerja bagi pengawas Pemilu di setiap tingkatan;(2) Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya pemilu yang demokratis.(3) Tugas Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Pengawasan persiapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas: 1. perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu; 2. perencanaan pengadaan logistik oleh KPU; 3. pelaksanaan penetapan daerah pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan 5. pelaksanaan tugas pengawasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. b. Pengawasan pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas: 1. pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap; 2. penetapan peserta Pemilu; 3. proses pencalonan sampai dengan penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon Presiden dan wakil Presiden, dan calon Gubernur, Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. pelaksanaan kampanye; 5. pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS; 7. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; – 32 –
33. 8. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke KPU Kabupaten/Kota; 9. proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU; 10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; 11. pelaksanaan putusan pengadilan terkait dengan Pemilu; 12. pelaksanaan putusan DKPP; dan 13. proses penetapan hasil Pemilu. c. pengelolaan, pemeliharaan, dan perawatan arsip/dokumen serta pelaksanaan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik Indonesia; d. pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu oleh instansi yang berwenang; e. pengawasan atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu; f. evaluasi pengawasan Pemilu; dan g. penyusunan laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu.(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bawaslu berwenang: a. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai Pemilu; b. menerima laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu dan mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang; c. menyelesaikan sengketa pemilu; d. membentuk Bawaslu Provinsi; e. mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.(5) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan mekanisme penyelesaian pelanggaran adminsitrasi Pemilu dan sengketa Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c diatur dalam undang-undang tentang Pemilu. Pasal 74Bawaslu berkewajiban:a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan;c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dane. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Bawaslu Provinsi Pasal 75(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah: a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi yang meliputi: – 33 –
34. 1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap; 2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan pencalonan gubernur; 3. proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan calon gubernur; 4. penetapan calon gubernur; 5. pelaksanaan kampanye; 6. pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu; 8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya; 9. proses rekapitulasi suara dari seluruh kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi; 10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; 11. proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Pemilihan gubernur; b. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik Indonesia; c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu; d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti; e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang; f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi; g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung; h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi berwenang: a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu. Pasal 76Bawaslu Provinsi berkewajiban:a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya;c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; – 34 –
35. e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat provinsi; danf. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Panwaslu Kabupaten/Kota Pasal 77(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/Kota adalah: a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang meliputi: 1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap; 2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pencalonan bupati/walikota; 3. proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan calon bupati/walikota; 4. penetapan calon bupati/walikota; 5. pelaksanaan kampanye; 6. pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 7. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu; 8. mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara; 9. pergerakan surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; 10. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh kecamatan; 11. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan 12. proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan Pemilihan bupati/Walikota; b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu; c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana; d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti; e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang; f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota; g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung; h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang: a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g; b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu. – 35 –
36. Pasal 78Panwaslu Kabupaten/Kota berkewajiban:a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di bawahnya;c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota; danf. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Pasal 79Tugas dan wewenang Panwaslu Kecamatan adalah:a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan yang meliputi: 1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap; 2. pelaksanaan kampanye; 3. logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilu; 5. pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK; 6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan 7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;c. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;e. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu;f. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu; dang. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang. Pasal 80Panwaslu Kecamatan berkewajiban:a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan;c. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kabupaten/Kota;d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dane. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. – 36 –
37. Paragraf 5 Pengawas Pemilu Lapangan Pasal 81Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Lapangan adalah:a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang meliputi: 1. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap; 2. pelaksanaan kampanye; 3. logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS; 5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS; 6. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS; 7. pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan 8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dang. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan. Pasal 82Pengawas Pemilu Lapangan berkewajiban:a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kecamatan; dane. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan. Paragraf 6 Pengawas Pemilu Luar Negeri Pasal 83Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah:a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri yang meliputi: 1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, hasil perbaikan daftar pemilih, dan daftar pemilih tetap; 2. pelaksanaan kampanye; 3. logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPSLN; – 37 –
38. 5. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPLN dari seluruh TPSLN; 6. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPSLN; 7. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPSLN yang ditempelkan di sekretariat PPLN; 8. pergerakan surat suara dari TPSLN sampai ke PPLN; dan 9. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti;e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dang. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang diberikan oleh Bawaslu. Pasal 84Pengawas Pemilu Luar Negeri berkewajiban:a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;b. menyampaikan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri;c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPLN dan KPPSLN yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di luar negeri;d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Bawaslu; dane. melaksanakan kewajiban lainnya yang diberikan oleh Bawaslu. Bagian Keempat Persyaratan Pasal 85Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, danPanwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan adalah:a. warga negara Indonesia;b. pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon angota Bawaslu, berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas pemilu Lapangan;c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;e. memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pengawasan Pemilu;f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota dan berpendidikan paling rendah SLTA atau yang sederajat untuk anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang bersangkutan untuk anggota Bawaslu Provinsi, atau di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk anggota Panwaslu Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk; – 38 –
39. h. mampu secara jasmani dan rohani.i. mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon;j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;k. bersedia bekerja penuh waktu;l. bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dann. tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu. Bagian Kelima Pengangkatan dan Pemberhentian Paragraf 1 Bawaslu Pasal 86Tim Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 selain menyeleksi calon anggota KPU jugamenyeleksi calon anggota Bawaslu pada saat bersamaan. Pasal 87(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan: a. mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu pada media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional. b. menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu; c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu; d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu; e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi; h. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota Bawaslu yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat; i. melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat; j. menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu kepada Presiden.(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.(5) Tim Seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. – 39 –
40. Pasal 88(1) Presiden mengajukan 10 (sepuluh) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota Bawaslu kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota Bawaslu.(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota Bawaslu. Pasal 89(1) Proses pemilihan anggota Bawaslu di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota Bawaslu dari Presiden.(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima) calon anggota Bawaslu peringkat teratas dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) sebagai calon anggota Bawaslu terpilih.(4) Dalam hal tidak ada calon anggota Bawaslu yang terpilih atau calon anggota Bawaslu terpilih kurang dari 5 (lima) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk mengajukan kembali bakal calon anggota Bawaslu sejumlah 2 (dua) kali nama calon anggota Bawaslu yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.(5) Penolakan terhadap bakal calon anggota Bawaslu oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.(6) Pengajuan kembali bakal calon anggota Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan berasal dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya.(7) Pemilihan calon anggota Bawaslu yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.(8) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota Bawaslu terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Presiden. Pasal 90(1) Presiden mengesahkan calon anggota Bawaslu terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (8) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya 5 (lima) nama anggota Bawaslu terpilih.(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 91(1) Untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerja masing-masing. – 40 –
41. (2) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan gubernur, dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilihan gubernur di wilayah kerja masing-masing.(3) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota, dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota di wilayah kerja masing-masing. Paragraf 2 Bawaslu Provinsi Pasal 92(1) Bawaslu membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi pada setiap provinsi.(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerjasama dengan perguruan tinggi setempat.(3) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu Provinsi.(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.(6) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan Bawaslu Provinsi.(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota Bawaslu Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat pleno Bawaslu. Pasal 93(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan: a. mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu Provinsi pada media massa cetak harian dan media massa elektronik lokal; b. menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Provinsi; c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi; d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi; e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi; – 41 –
42. h. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota Bawaslu Provinsi yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat; i. melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat; j. menetapkan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi kepada Bawaslu.(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk. Pasal 94(1) Tim seleksi mengajukan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi hasil seleksi kepada Bawaslu.(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota Bawaslu Provinsi. Pasal 95(1) Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1).(2) Bawaslu memilih calon anggota Bawaslu Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.(3) Bawaslu menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas dari 6 (enam) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) sebagai anggota Bawaslu Provinsi terpilih.(4) Anggota Bawaslu Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja. Paragraf 3 Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri Pasal 96(1) Anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota diseleksi dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.(2) Anggota Panwaslu Kecamatan diseleksi dan ditetapkan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota.(3) Anggota Pengawas Pemilu Lapangan diseleksi dan ditetapkan dengan keputusan Panwaslu Kecamatan.(4) Tata cara seleksi dan penetapan calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bawaslu. Pasal 97(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri mengucapkan sumpah/janji. – 42 –
43. (2) Pengambilan sumpah/janji anggota Bawaslu dilakukan oleh Presiden.(3) Pengambilan sumpah/janji anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu.(4) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bawaslu Provinsi.(5) Sumpah/janji anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota Bawaslu/Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu Kecamatan/ Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.” Paragraf 8 Pemberhentian Pasal 98(1) Anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri berhenti antarwaktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima; atau c. berhalangan tetap lainnya; atau d. diberhentikan dengan tidak hormat.(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila: a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik; c. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tanpa alasan yang sah; d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu; atau f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut- turut tanpa alasan yang dapat diterima.(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan: a. anggota Bawaslu oleh Presiden; b. anggota Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri oleh Bawaslu.(4) Penggantian antarwaktu anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: – 43 –
44. a. anggota Bawaslu, digantikan oleh calon anggota Bawaslu urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat; b. anggota Bawaslu Provinsi, digantikan oleh calon anggota Bawaslu Provinsi urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu; c. anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi; d. anggota Panwaslu Kecamatan, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kecamatan urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota; e. anggota Pengawas Pemilu Lapangan, digantikan oleh calon anggota Pengawas Pemilu Lapangan lainnya yang ditetapkan oleh Panwaslu Kecamatan; dan f. anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri digantikan oleh calon anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri lainnya yang ditetapkan oleh Bawaslu atas usul kepala perwakilan Republik Indonesia. Pasal 99(1) Pemberhentian anggota Bawaslu dan Bawaslu Provinsi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f didahului dengan verifikasi oleh DKPP atas pengaduan Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas yang jelas.(2) Pemberhentian anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan pengawas pemilu luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f didahului dengan verifikasi oleh pengawas satu tingkat diatasnya berdasarkan pengaduan Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas yang jelas.(3) Dalam proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.(4) Dalam hal rapat pleno DKPP memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.(5) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh DKPP diatur lebih lanjut dengan Peraturan DKPP.(6) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji. Pasal 100(1) Anggota Bawaslu diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (3).(2) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota Bawaslu. – 44 –
45. (3) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota Bawaslu dinyatakan aktif kembali.(5) Dalam hal anggota Bawaslu yang dinyatakan tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama anggota Bawaslu yang bersangkutan.(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah berakhir dan tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan dengan Undang-Undang ini aktif kembali. Pasal 101Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan PanwasluKecamatan dibantu oleh sekretariat. Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pasal 102(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu: a. dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. dalam hal pengawasan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan pengawasan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.(2) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara periodik untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada KPU. Pasal 103(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu.(2) Bawaslu Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada Bawaslu.(3) Bawaslu Provinsi menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan gubernur kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Pasal 104(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bawaslu.(2) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelengaraan Pemilu secara periodik kepada Bawaslu.(3) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. – 45 –
46. Bagian Kedelapan Kesekretariatan Pasal 105(1) Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu, dibentuk Sekretariat Bawaslu yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal Bawaslu.(2) Sekretaris Jenderal Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Calon Sekretaris Jenderal Bawaslu diusulkan oleh Bawaslu kepada Presiden sebanyak 3 (tiga) orang.(4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal, Bawaslu harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan pemerintah.(5) Presiden memilih 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal Bawaslu dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Presiden.(6) Sekretaris Jenderal Bawaslu bertanggung jawab kepada ketua Bawaslu. Pasal 106(1) Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dibentuk Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, dan Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota.(2) Sekretariat Bawaslu Provinsi dan Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dipimpin oleh Kepala Sekretariat.(3) Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(4) Kepala sekretariat Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu Provinsi dan kepala sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Panwaslu Kabupaten/Kota. Pasal 107Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, Kepala SekretariatBawaslu Provinsi, dan Kepala Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dengan PeraturanPresiden berdasarkan usulan Bawaslu. BAB V KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN Bagian Pertama Kode Etik Pasal 108(1) DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di ibukota negara. – 46 –
47. (2) DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri.(3) DKPP dibentuk paling lama 2 (dua) bulan sejak anggota KPU dan anggota Bawaslu mengucapkan sumpah/janji.(4) DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. 1 (satu) orang unsur KPU; b. 1 (satu) orang unsur BAWASLU; c. 1 (satu) orang utusan masing-masing partai politik yang ada di DPR; d. 1 (satu) orang utusan Pemerintah; e. 4 (empat) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah ganjil atau 5 (lima) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap.(5) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d berjumlah 4 (empat) orang, Presiden dan DPR masing-masing mengusulkan 2 (dua) orang.(6) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d berjumlah 5 (lima) orang, Presiden mengusulkan 2 (dua) orang dan DPR mengusulkan 3 (tiga) orang.(7) Pengajuan usul Keanggotaan DKPP dari setiap unsur disampaikan kepada Presiden.(8) DKPP terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.(9) Ketua DKPP dipilih dari dan oleh anggota DKPP.(10) Masa tugas keanggotaan DKPP adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat dilantiknya anggota DKPP yang baru.(11) Setiap anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antar waktu berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan masing-masing unsur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.(12) Pembentukan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Presiden. Pasal 109(1) DKPP menyusun dan menetapkan satu kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.(2) Dalam hal penyusunan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DKPP dapat mengikutsertakan pihak lain.(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. – 47 –
48. (4) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan DKPP paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji. Pasal 110(1) DKPP bersidang untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Penyelenggara Pemilu.(2) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu diadukan melanggar kode etik Penyelenggara Pemilu, anggota yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu berhenti sementara.(3) Tugas DKPP meliputi: a. menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; b. melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; c. menetapkan putusan; dan d. menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti.(4) DKPP mempunyai wewenang untuk: a. memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan; b. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan c. memberhentikan sementara Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik. Pasal 111(1) Pengaduan tentang dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu diajukan secara tertulis oleh Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih dilengkapi dengan identitas pengadu kepada DKPP.(2) DKPP melakukan verifikasi dan penelitian administrasi terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(3) DKPP menyampaikan panggilan pertama kepada Penyelenggara Pemilu 5 (lima) hari sebelum melaksanakan sidang DKPP.(4) Dalam hal Penyelenggara Pemilu yang diadukan tidak memenuhi panggilan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DKPP menyampaikan panggilan kedua 5 (lima) hari sebelum melaksanakan sidang DKPP.(5) Dalam hal DKPP telah 2 (dua) kali melakukan panggilan dan Penyelenggara Pemilu tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang dapat diterima, DKPP dapat segera membahas dan menetapkan putusan tanpa kehadiran Penyelenggara Pemilu yang bersangkutan.(6) Penyelenggara Pemilu yang diadukan harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain.(7) Pengadu dan Penyelenggara Pemilu yang diadukan dapat menghadirkan saksi-saksi dalam sidang DKPP.(8) Di hadapan sidang DKPP, pengadu atau Penyelenggara Pemilu yang diadukan diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduan atau pembelaan, sedangkan saksi-saksi dan/atau pihak- pihak lain yang terkait dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau alat bukti lainnya. – 48 –
49. (9) DKPP menetapkan putusan setelah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan tersebut, mendengarkan pembelaan dan keterangan saksi-saksi, serta memperhatikan bukti-bukti.(10) Putusan DKPP berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP.(11) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.(12) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat.(13) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN wajib melaksanakan putusan DKPP. Pasal 112(1) Apabila dipandang perlu, DKPP dapat menugaskan anggotanya ke daerah untuk memeriksa dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu di daerah.(2) Pengambilan putusan terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rapat Pleno DKPP. Pasal 113Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme dan tata cara pelaksanaan tugas DKPP, serta tata beracaradiatur dalam Peraturan DKPP. Pasal 114Dalam melaksanakan tugasnya, DKPP dibantu oleh sekretariat yang melekat pada sekretariat Bawaslu. BAB VI KEUANGAN Pasal 115(1) Anggaran belanja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, DKPP, Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, sekretariat KPU Kabupaten/Kota, sekretariat Bawaslu, dan Sekretariat Bawaslu Provinsi bersumber dari APBN.(2) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden wajib dianggarkan dalam APBN.(3) Sekretaris Jenderal KPU mengoordinasikan pendanaan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN.(4) Sekretaris Jenderal Bawaslu mengoordinasikan anggaran belanja Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.(5) Pendanaan penyelenggaraan Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota wajib dianggarkan dalam APBD. – 49 –
50. Pasal 116Anggaran penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan dalamUndang-Undang tentang APBN, serta Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkandalam Peraturan Daerah tentang APBD wajib dicairkan sesuai dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu. Pasal 117Kedudukan keuangan anggota KPU, Bawaslu, DKPP, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan BawasluProvinsi diatur dalam Peraturan Presiden. BAB VII PERATURAN DAN KEPUTUSAN PENYELENGGARA PEMILU Pasal 118(1) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU membentuk peraturan KPU dan keputusan KPU.(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang- undangan.(3) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk keputusan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan oleh KPU.(4) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Pasal 119(1) Untuk pelaksanaan pengawasan Pemilu, Bawaslu membentuk peraturan Bawaslu dan keputusan Bawaslu.(2) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.(3) Untuk pengawasan Pemilu, Bawaslu Provinsi membentuk keputusan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.(4) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Pasal 120(1) Untuk menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan kode etik Penyelenggara Pemilu, DKPP membentuk peraturan DKPP dan Keputusan DKPP.(2) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.(3) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Pasal 121(1) Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Pedoman Tata Laksana Penyelenggaraan Pemilu dibentuk dalam peraturan bersama antara KPU, Bawaslu, dan DKPP. – 50 –
51. (2) Peraturan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Pasal 122(1) Untuk menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan kode etik Penyelenggara Pemilu, DKPP membentuk peraturan DKPP.(2) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 123Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggara Pemilu di provinsi yang bersifatkhusus atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri. Pasal 124Pembentukan Tim Seleksi untuk memilih calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota didaerah otonom baru yang DPRD-nya belum terbentuk diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU. Pasal 125Dalam hal undang-undang mengenai penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, PemiluPresiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota mengatur secara berbedayang berkaitan dengan tugas Penyelenggara Pemilu, berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Pasal 126(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya, Penyelenggara Pemilu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Bantuan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. penugasan personil pada sekretariat Panwaslu kabupaten/kota, PPK, Panwaslu kecamatan dan PPS; b. penyediaan sarana ruangan sekretariat Panwaslu kabupaten/kota, PPK, Panwaslu kecamatan dan PPS; c. pelaksanaan sosialisasi; d. kelancaran transportasi pengiriman logistik; e. monitoring kelancaran penyelenggaraan Pemilu; dan f. kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan Pemilu.(3) Kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilaksanakan setelah ada permintaan dari Penyelenggara Pemilu.(4) Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat membantu pendanaan untuk kelancaran penyelenggaraan pemilihan gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. – 51 –
52. Pasal 127(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU tidak dapat melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal KPU.(2) Dalam hal KPU tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat mengambil langkah agar KPU dapat melaksanakan tugasnya kembali.(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh KPU setingkat di atasnya. Pasal 128(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang, pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu.(2) Dalam hal Bawaslu tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat segera mengambil langkah agar Bawaslu dapat melaksanakan tugasnya kembali.(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Bawaslu atau Panwaslu setingkat di atasnya. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 129(1) Masa kerja anggota KPU dan anggota Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu berakhir sampai dengan pengucapan sumpah/janji anggota KPU dan anggota Bawaslu yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.(2) Anggota KPU dan anggota Bawaslu yang masa tugasnya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, segala kewajiban dengan pihak lain yang belum selesai dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu tetap berlangsung dan dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-Undang ini.(4) Pembentukan Tim Seleksi anggota KPU dan Bawaslu menurut Undang-Undang ini harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 130(1) Keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.(2) Anggota KPU Provinsi yang masa tugasnya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. – 52 –
53. (3) KPU membentuk tim seleksi anggota KPU Provinsi paling lambat 2 (dua) bulan sejak pengucapan sumpah/janji anggota KPU yang baru.(4) Dalam hal keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 berakhir masa tugasnya pada saat berlangsungnya tahapan penyelenggaraan Pemilihan gubernur, masa keanggotaannya diperpanjang sampai dengan pelantikan Gubernur terpilih dan pembentukan tim seleksinya dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelantikan Gubernur terpilih. Pasal 131(1) Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.(2) Anggota KPU Kabupaten/Kota yang masa tugasnya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) KPU Provinsi membentuk tim seleksi anggota KPU Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) bulan sejak pengucapan sumpah/janji anggota KPU Provinsi yang baru.(4) Dalam hal keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 berakhir masa tugasnya pada saat berlangsungnya tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/Walikota, masa keanggotaannya diperpanjang sampai dengan pelantikan Bupati/Walikota terpilih dan pembentukan tim seleksinya dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelantikan Bupati/Walikota terpilih. Pasal 132(1) Dalam hal penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sedang berlangsung pada saat Undang-Undang ini diundangkan, panitia pengawas untuk Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tetap melaksanakan tugasnya.(2) Dalam hal penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang akan berlangsung sebelum terbentuknya Bawaslu berdasarkan Undang-Undang ini, pembentukan pengawas untuk Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 133(1) Proses peralihan status Sekretaris KPU Provinsi, Sekretaris KPU Kabupaten/Kota, pegawai sekretariat KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota menjadi pegawai Sekretariat Jenderal KPU dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Proses peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan terlebih dahulu memberikan penawaran untuk memilih kepada para pegawai yang bersangkutan serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 134Pada saat undang-undang ini berlaku, ketentuan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yangdiatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannyamasih tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang-undang yang baru. – 53 –
54. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 135Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentangPenyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 136Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakanperaturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara PemilihanUmum dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 137Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal… bulan … Tahun … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONODiundangkan di Jakartapada tanggal … bulan …Tahun …MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,PATRIALIS AKBARLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR … – 54 –
55. PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN ….. TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUMI. UMUM Pemilihan Umum (pemilu) merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Penyelenggaraan pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil hanya dapat terwujud apabila mempunyai integritas yang tinggi serta memahami dan menghormati hak-hak sipil dan politik dari warga negara. Penyelenggara Pemilu yang lemah berpotensi menghambat terwujudnya pemilu yang berkualitas. Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penyelenggara Pemilihan umum memiliki tugas menyelenggarakan pemilihan umum dengan kelembagaan yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Salah satu faktor penting bagi keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum terletak pada kesiapan dan profesionalitas Penyelenggara Pemilu itu sendiri, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kedua institusi ini telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menyelenggarakan pemilu menurut fungsi, tugas dan kewenangannya masing-masing. Sehubungan dengan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009, yang belum berjalan secara optimal maka diperlukan langkah-langkah perbaikan menuju peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu. Perbaikan tersebut mencakup perbaikan jadual dan tahapan serta persiapan yang semakin memadai. Berdasarkan hal tersebut maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum perlu diubah.II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Rumusan pasal ini menjelaskan sifat penyelenggara Pemilu yang nasional, tetap, dan mandiri. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. – 55 –
56. Pasal 6 Cukup jelas.Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang berhak menandatangani peraturan hanya Ketua KPU. Ayat (2) Cukup jelas.Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf i Yang dimaksud dengan ”KPU wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara kepada saksi dan Bawaslu, baik diminta maupun tidak. Huruf j Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf o Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. – 56 –
57. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas.Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf i Yang dimaksud dengan ”wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak diminta. Huruf j Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf n Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas.Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. – 57 –
58. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf f Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Penggunaan anggaran yang diterima KPU dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Huruf e Penyusutan arsip/dokumen yang diatur dalam Peraturan KPU dilakukan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas.Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam berita acara. – 58 –
59. Huruf h Yang dimaksud dengan ”KPU Provinsi wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Provinsi wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf i Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf l Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas.Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf g Yang dimaksud dengan ”KPU Provinsi wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Provinsi wajib memberikan berita acara serta sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf h Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf i Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. – 59 –
60. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf i Yang dimaksud dengan ”KPU Provinsi wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Provinsi wajib memberikan berita acara serta sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf j Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap calon Gubernur.Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf o Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Laporan kepada Presiden disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri. Huruf u Cukup jelas.Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. – 60 –
61. Huruf d Penggunaan anggaran yang diterima oleh KPU Provinsi dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas.Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf i Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara serta sertifikat penghitungan suara baik diminta maupun tidak. Huruf j Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf m Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf n Cukup jelas. – 61 –
62. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas.Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf h Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf i Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf j Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas.Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. – 62 –
63. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara. Huruf k Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf l Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap calon Bupati/Walikota. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf p Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara” adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas. Huruf u Cukup jelas.Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Penggunaan anggaran yang diterima oleh KPU Kabupaten/Kota dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. – 63 –
64. Huruf l Cukup jelas.Pasal 11 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Basis pengetahuan dan keahlian calon anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diutamakan memiliki kemampuan mengenai penyelenggaraan Pemilu, baik dari bidang ilmu politik, hukum, atau manajemen. Yang dimaksud dengan “memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu” dalam ketentuan ini dibuktikan dengan melalui serangkai tes. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan “mampu secara jasmani dan rohani” adalah mampu yang dibuktikan dengan surat kesehatan dari rumah sakit pemerintah termasuk puskesmas yang memenuhi syarat, dan disertai dengan surat keterangan bebas narkoba. Cacat tubuh tidak termasuk kategori gangguan kesehatan. Huruf i Pengunduran diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dibuktikan dengan surat pernyataan pengunduran diri secara tertulis dari yang bersangkutan. Bagi calon yang berasal dari keanggotaan partai politik harus disertai dengan surat keputusan partai politik tentang pemberhentian yang bersangkutan dari Partai Politik. Sementara bagi calon yang sedang menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah disertai dengan surat keputusan pemberhentian yang bersangkutan dari pejabat yang berwenang. Pengunduran diri bagi calon yang sedang menduduki jabatan di pemerintahan tetap memiliki status sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf j Persyaratan ini berlaku sepanjang memenuhi persyaratan: (i) tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials); (ii) berlaku terbatas jangka waktunya hanya 5 (lima) tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya; (iii) dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; (iv) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini. Huruf k Yang dimaksud dengan “bekerja penuh waktu” adalah tidak bekerja pada profesi lainnya selama masa keanggotaan. Huruf l Yang dimaksud dengan “jabatan politik” adalah jabatan yang dipilih (elected official) dan jabatan yang ditunjuk (political appointee) antara lain Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Duta Besar, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Kepala Lembaga/Badan Non Kementerian dan pengurus Partai Politik. Huruf m Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah salah satu anggota harus mengundurkan diri apabila menikah dengan sesama penyelenggara Pemilu. – 64 –
65. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “membantu” dalam ketentuan ini adalah melakukan seleksi calon anggota KPU, serta menyampaikan hasilnya kepada Presiden untuk ditetapkan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “melibatkan partisipasi masyarakat” adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota KPU. Ayat (2) Yang dimaksud “berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan” adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap pelaksanaan tugas Tim Seleksi dan bukan mengalihkan tugas seleksi tersebut kepada lembaga lain. Ayat (3) Huruf a Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf b Yang dimaksud “menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU” termasuk mengirimkan formulir pendaftaran kepada individu dan/atau institusi yang dianggap layak berdasarkan pertimbangan Tim Seleksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf e Yang dimaksud dengan “pengetahuan mengenai Pemilu” meliputi ilmu kepemiluan dan administrasi/manajemen penyelenggaraan Pemilu. Huruf f – 65 –
66. Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “tes psikologi (psikotes)” adalah serangkaian tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengetahui beberapa aspek dalam diri seseorang. Aspek-aspek yang diukur terbagi dalam 3 aspek besar, antara lain : 1. Intelegensia; 2. Sikap kerja; dan 3. Kepribadian. Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukuran berjenjang, antara lain: tes tertulis, wawancara, focus group discussion. Huruf h Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU, dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan. Huruf i Wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu, antara lain meliputi manajemen Pemilu, sistem politik, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Penyampaian nama calon anggota KPU dari Tim Seleksi kepada Presiden disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 14 Cukup jelas.Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penilaian akhir proses seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan 14 (empat belas). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) – 66 –
67. Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.Pasal 16 Cukup jelas.Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur organisasi profesi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “melibatkan partisipasi masyarakat” adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota KPU Provinsi. Ayat (2) Yang dimaksud “berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan” adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap pelaksanaan tugas Tim Seleksi dan bukan mengalihkan tugas seleksi tersebut kepada lembaga lain. Ayat (3) Huruf a Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf b Yang dimaksud “menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU Provinsi” termasuk mengirimkan formulir pendaftaran kepada individu dan/atau institusi yang dianggap layak berdasarkan pertimbangan Tim Seleksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d – 67 –
68. Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf e Yang dimaksud dengan “pengetahuan mengenai Pemilu” meliputi ilmu kepemiluan dan administrasi/manajemen penyelenggaraan Pemilu. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “tes psikologi (psikotes)” adalah serangkaian tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengetahui beberapa aspek dalam diri seseorang. Aspek-aspek yang diukur terbagi dalam 3 aspek besar, antara lain : 1. Intelegensia; 2. Sikap kerja; dan 3. Kepribadian. Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukuran berjenjang, antara lain: tes tertulis, wawancara, focus group discussion. Huruf h Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU Provinsi, dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan. Huruf i Wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu, antara lain meliputi manajemen Pemilu, sistem politik, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Penyampaian nama calon anggota KPU Provinsi dari Tim Seleksi kepada KPU disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon. Ayat (4) Cukup jelas.Pasal 19 Cukup jelas.Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penilaian akhir proses seleksi oleh KPU disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 10 (sepuluh). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 21 – 68 –
69. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur organisasi profesi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.Pasal 22 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “melibatkan partisipasi masyarakat” adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota KPU Kabupaten/Kota. Ayat (2) Yang dimaksud “berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan” adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap pelaksanaan tugas Tim Seleksi dan bukan mengalihkan tugas seleksi tersebut kepada lembaga lain. Ayat (3) Huruf a Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf b Yang dimaksud “menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota” termasuk mengirimkan formulir pendaftaran kepada individu dan/atau institusi yang dianggap layak berdasarkan pertimbangan Tim Seleksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf e Yang dimaksud dengan “pengetahuan mengenai Pemilu” meliputi ilmu kepemiluan dan administrasi/manajemen penyelenggaraan Pemilu. Huruf f Cukup jelas. Huruf g – 69 –
70. Yang dimaksud dengan “tes psikologi (psikotes)” adalah serangkaian tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengetahui beberapa aspek dalam diri seseorang. Aspek-aspek yang diukur terbagi dalam 3 aspek besar, antara lain : 1. Intelegensia; 2. Sikap kerja; dan 3. Kepribadian. Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukuran berjenjang, antara lain: tes tertulis, wawancara, focus group discussion. Huruf h Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota, dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan. Huruf i Wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu, antara lain meliputi manajemen Pemilu, sistem politik, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Penyampaian nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota dari Tim Seleksi kepada KPU Provinsi disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon. Ayat (4) Cukup jelas.Pasal 23 Cukup jelas.Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penilaian akhir proses seleksi oleh KPU Provinsi disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 10 (sepuluh). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 25 Cukup jelas.Pasal 26 Cukup jelas.Pasal 27 Ayat (1) Huruf a Keterangan ”meninggal dunia” dibuktikan dengan surat keterangan dokter. – 70 –
71. Huruf b Yang dimaksud ”mengundurkan diri” adalah mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan/atau karena terganggu fisik dan/atau jiwanya untuk menjalankan kewajibannya sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota. Huruf c Yang dimaksud dengan ”berhalangan tetap lainnya” adalah menderita sakit fisik dan/atau jiwanya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Untuk menggantikan anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang berhenti atau diberhentikan, tidak diperlukan lagi pembentukan Tim Seleksi.Pasal 28 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan Penyelenggara Pemilu adalah KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Pengaduan dari masyarakat dan pemilih harus dilengkapi dengan identitas yang jelas kepada DKPP Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “keputusan pemberhentian” adalah keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota KPU, keputusan KPU untuk memberhentikan anggota KPU Provinsi, dan keputusan KPU Provinsi untuk memberhentikan anggota KPU Kabupaten/Kota. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 29 Ayat (1) Selama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota diberhentikan sementara segala hak keuangannya tetap diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. – 71 –
72. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.Pasal 30 Cukup jelas.Pasal 31 Cukup jelas.Pasal 32 Cukup jelas.Pasal 33 Cukup jelas.Pasal 34 Cukup jelas.Pasal 35 Cukup jelas.Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penyelesaian administrasi hasil Pemilu dilakukan lebih lanjut oleh Sekretaris Jenderal KPU untuk tingkat pusat, KPU untuk tingkat provinsi, KPU Provinsi untuk tingkat kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Pasal 37 Cukup jelas.Pasal 38 Cukup jelas.Pasal 39 Cukup jelas. – 72 –
73. Pasal 40 Cukup jelas.Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Sebelum mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris, secara kolektif PPK dapat berkonsultasi dengan sekretaris daerah.Pasal 42 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Pengumuman hasil rekapitulasi dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman kecamatan. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan ”PPK wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah PPK wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf j Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas.Pasal 43 Cukup jelas.Pasal 44 – 73 –
74. Cukup jelas.Pasal 45 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “membentuk KPPS” termasuk menentukan jumlah dan lokasi TPS. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman daftar pemilih dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman desa/kelurahan dan/atau sarana umum yang mudah dijangkau dan dilihat masyarakat. Huruf e Yang dimaksud dengan “masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara” adalah masukan untuk menambah data pemilih yang memenuhi persyaratan tetapi belum terdaftar dan/atau mengurangi data pemilih karena tidak memenuhi persyaratan. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Ketidakhadiran saksi peserta Pemilu setelah diundang secara patut tidak menghalangi pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan keabsahan hasilnya. Huruf m Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman desa/kelurahan. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Yang dimaksud dengan “menjaga dan mengamankan”, antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak mengganti, tidak merusak, tidak menghitung surat suara, atau tidak menghilangkan kotak suara. Huruf q Yang dimaksud dengan “meneruskan” adalah membawa dan menyampaikan kotak suara kepada PPK, yang dapat dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan pihak yang berwenang. Huruf r Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas. Huruf u Cukup jelas. – 74 –
75. Huruf v Cukup jelas. Huruf w Cukup jelas.Pasal 46 Cukup jelas.Pasal 47 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara menempelkannya pada TPS dan/atau lingkungan TPS. Huruf e Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Huruf f Yang dimaksud dengan ”menjaga dan mengamankan”, antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak mengganti, tidak merusak, atau tidak menghilangkan kotak suara yang telah berisi suara yang telah dicoblos dan setelah kotak suara disegel. Huruf g Yang dimaksud dengan ”KPPS wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPPS wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas.Pasal 48 Cukup jelas.Pasal 49 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pengumuman daftar pemilih dilakukan dengan cara, antara lain, menempelkannya pada sarana pengumuman di kantor perwakilan Republik Indonesia. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g – 75 –
76. Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara, antara lain menempelkannya pada sarana pengumuman kantor perwakilan Republik Indonesia. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas.Pasal 50 Cukup jelas.Pasal 51 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara, antara lain, menempelkannya pada TPSLN dan/atau lingkungan TPSLN. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas.Pasal 52 Cukup jelas.Pasal 53 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. – 76 –
77. Huruf g Cacat tubuh tidak termasuk kategori tidak mampu secara jasmani dan rohani. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.Pasal 54 Cukup jelas.Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “satu kesatuan manajemen kepegawaian” adalah semua pegawai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada di bawah pengendalian Sekretariat Jenderal KPU dan bukan pegawai dari lembaga/kementerian atau lembaga pemerintah non- kementerian lain atau pegawai pemerintah daerah.Pasal 56 Cukup jelas.Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ”Pemerintah” adalah Presiden, yang dalam pelaksanaan konsultasi tersebut, Presiden dapat menunjuk Menteri Dalam Negeri.. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.Pasal 58 Cukup jelas.Pasal 59 Cukup jelas.Pasal 60 Cukup jelas.Pasal 61 Cukup jelas.Pasal 62 Cukup jelas. – 77 –
78. Pasal 63 Cukup jelas.Pasal 64 Cukup jelas.Pasal 65 Cukup jelas.Pasal 66 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan ”memberikan bantuan hukum” adalah memberikan bantuan hukum kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.Pasal 67 Cukup jelas.Pasal 68 Cukup jelas.Pasal 69 Cukup jelas.Pasal 70 Cukup jelas.Pasal 71 Cukup jelas.Pasal 72 Cukup jelas.Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas. – 78 –
79. Ayat (2) Cukup jelas.Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”, terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye; Angka 5 Yang dimaksud dengan “logistik Pemilu”, terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel. Angka 6 Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Angka 9 Cukup jelas. Angka 10 Cukup jelas. Angka 11 Cukup jelas. Angka 12 Cukup jelas. Angka 13 Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.Ayat (4) Cukup jelas.Ayat (5) Cukup jelas. – 79 –
80. Pasal 74 Cukup jelas.Pasal 75 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”, terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye. Angka 6 Yang dimaksud dengan “logistik Pemilu”, terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Angka 9 Cukup jelas. Angka 10 Cukup jelas. Angka 11 Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Temuan dan laporan yang disampaikan kepada Bawaslu Provinsi untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.Pasal 76 – 80 –
81. Cukup jelas.Pasal 77 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”, terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye. Angka 6 Yang dimaksud dengan “logistik Pemilu”, terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Angka 9 Cukup jelas. Angka 10 Cukup jelas. Angka 11 Cukup jelas. Angka 12 Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas Huruf d Temuan dan laporan yang disampaikan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. – 81 –
82. Pasal 78 Cukup jelas.Pasal 79 Huruf a Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”, terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye. Angka 3 Yang dimaksud dengan “logistik Pemilu”, terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPK untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.Pasal 80 Cukup jelas.Pasal 81 Huruf a Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”, terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye. Angka 3 Yang dimaksud dengan “logistik Pemilu”, terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. – 82 –
83. Angka 6 Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.Pasal 82 Cukup jelas.Pasal 83 Huruf a Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”, terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye. Angka 3 Yang dimaksud dengan “logistik Pemilu”, terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Angka 9 Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu. Huruf e – 83 –
84. Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.Pasal 84 Cukup jelas.Pasal 85 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pengawasan Pemilu, antara lain memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang penegakan hukum. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan “mampu secara jasmani dan rohani” adalah mampu yang dibuktikan dengan surat kesehatan dari rumah sakit pemerintah termasuk puskesmas yang memenuhi syarat, dan disertai dengan surat keterangan bebas narkoba. Cacat tubuh tidak termasuk kategori gangguan kesehatan. Huruf i Pengunduran diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dibuktikan dengan surat pernyataan pengunduran diri secara tertulis dari yang bersangkutan. Bagi calon yang berasal dari keanggotaan partai politik harus disertai dengan surat keputusan partai politik tentang pemberhentian yang bersangkutan dari Partai Politik. Sementara bagi calon yang sedang menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) disertai dengan surat keputusan pemberhentian yang bersangkutan dari pejabat yang berwenang. Pengunduran diri bagi calon yang sedang menduduki jabatan di pemerintahan tetap memiliki status sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf j Persyaratan ini berlaku sepanjang memenuhi persyaratan: (i) tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials); (ii) berlaku terbatas jangka waktunya hanya 5 (lima) tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya; (iii) dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; (iv) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini. Huruf k Yang dimaksud dengan “bekerja penuh waktu” adalah tidak bekerja pada profesi lainnyaselama masa keanggotaan Huruf l Yang dimaksud dengan “jabatan politik” adalah jabatan yang dipilih (elected official) dan jabatan yang ditunjuk (political appointee) antara lain Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Duta Besar, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, anggota DPR, – 84 –
85. DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Kepala Lembaga/Badan Non Kementerian dan pengurus Partai Politik. Huruf m Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah salah satu anggota harus mengundurkan diri apabila menikah dengan sesama anggota Bawaslu.Pasal 86 Cukup jelas.Pasal 87 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “melibatkan partisipasi masyarakat” adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota Bawaslu. Ayat (2) Yang dimaksud “berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan” adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap pelaksanaan tugas Tim Seleksi dan bukan mengalihkan tugas seleksi tersebut kepada lembaga lain. Ayat (3) Huruf a Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf b Yang dimaksud “menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu” termasuk mengirimkan formulir pendaftaran kepada individu dan/atau institusi yang dianggap layak berdasarkan pertimbangan Tim Seleksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf e Yang dimaksud dengan “pengetahuan mengenai Pemilu” meliputi ilmu kepemiluan dan administrasi/manajemen penyelenggaraan Pemilu. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “tes psikologi (psikotes)” adalah serangkaian tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengetahui beberapa aspek dalam diri seseorang. Aspek-aspek yang diukur terbagi dalam 3 aspek besar, antara lain : 1. Intelegensia; 2. Sikap kerja; dan 3. Kepribadian. Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukuran berjenjang, antara lain: tes tertulis, wawancara, focus group discussion. Huruf h Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota Bawaslu, dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan. Huruf i Wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu, antara lain meliputi manajemen Pemilu, sistem politik, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik. – 85 –
86. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Penyampaian nama calon anggota Bawaslu dari Tim Seleksi kepada Presiden disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 88 Cukup jelas.Pasal 89 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penilaian akhir proses seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.Pasal 90 Cukup jelas.Pasal 91 Cukup jelas.Pasal 92 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur organisasi profesi. Ayat (3) Cukup jelas. – 86 –
87. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.Pasal 93 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “melibatkan partisipasi masyarakat” adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi. Ayat (2) Yang dimaksud “berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan” adalah dalam rangka memberikan bantuan terhadap pelaksanaan tugas Tim Seleksi dan bukan mengalihkan tugas seleksi tersebut kepada lembaga lain. Ayat (3) Huruf a Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf b Yang dimaksud “menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Provinsi” termasuk mengirimkan formulir pendaftaran kepada individu dan/atau institusi yang dianggap layak berdasarkan pertimbangan Tim Seleksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Huruf e Yang dimaksud dengan “pengetahuan mengenai Pemilu” meliputi ilmu kepemiluan dan administrasi/manajemen penyelenggaraan Pemilu. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “tes psikologi (psikotes)” adalah serangkaian tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengetahui beberapa aspek dalam diri seseorang. Aspek-aspek yang diukur terbagi dalam 3 aspek besar, antara lain : 1. Intelegensia; 2. Sikap kerja; dan 3. Kepribadian. Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukuran berjenjang, antara lain: tes tertulis, wawancara, focus group discussion. Huruf h Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi – 87 –
88. kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota Bawaslu Provinsi, dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan. Huruf i Wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu, antara lain meliputi manajemen Pemilu, sistem politik, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Penyampaian nama calon anggota Bawaslu Provinsi dari Tim Seleksi kepada Bawaslu disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon. Ayat (4) Cukup jelas.Pasal 94 Cukup jelas.Pasal 95 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penilaian akhir proses seleksi oleh Bawaslu disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 6 (enam). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 96 Cukup jelas.Pasal 97 Cukup jelas.Pasal 98 Ayat (1) Huruf a Keterangan ”meninggal dunia” dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Huruf b Yang dimaksud ”mengundurkan diri” adalah mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan/atau karena terganggu fisik dan/atau jiwanya untuk menjalankan kewajibannya sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Huruf c Yang dimaksud dengan ”berhalangan tetap lainnya” adalah menderita sakit fisik dan/atau jiwanya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Huruf d – 88 –
89. Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Untuk menggantikan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang berhenti atau diberhentikan, tidak diperlukan lagi pembentukan Tim Seleksi.Pasal 99 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “keputusan pemberhentian” adalah keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota Bawaslu. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.Pasal 100 Ayat (1) Selama anggota Bawaslu diberhentikan sementara segala hak keuangannya tetap diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. – 89 –
90. Pasal 101 Cukup jelas.Pasal 102 Cukup jelas.Pasal 103 Cukup jelas.Pasal 104 Cukup jelas.Pasal 105 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ”Pemerintah” adalah Presiden, yang dalam pelaksanaan konsultasi tersebut, Presiden dapat menunjuk Menteri Dalam Negeri. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.Pasal 106 Cukup jelas.Pasal 107 Cukup jelas.Pasal 108 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Unsur keanggotaan yang berasal dari utusan Partai Politik sepenuhnya menjadi kewenangan Dewan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat untuk menempatkan, menarik – 90 –
91. dan mengganti dalam keanggotaan DKPP sesuai dengan mekanisme yang berlaku di internal Partai politik yang bersangkutan. Huruf d Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” adalah akademisi atau tokoh yang memiliki visi, integritas dan memahami mengenai etika Penyelenggara Pemilu. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Pengajuan usul Keanggotaan DKPP yang berasal bukan dari Presiden secara administratif dikoordinasikan oleh KPU untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden melalui Sekretariat Negara. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas.Pasal 109 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak lain” dalam ketentuan ini adalah pihak yang mempunyai kompetensi untuk menyusun kode etik. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.Pasal 110 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c – 91 –
92. Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “pihak-pihak terkait” antara lain: pihak yang diadukan, kepolisian dalam hal pelanggaran pidana, dan Penyelenggara Pemilu. Ayat (4) Cukup jelas.Pasal 111 Cukup Jelas.Pasal 112 Cukup Jelas.Pasal 113 Cukup Jelas.Pasal 114 Cukup jelas.Pasal 115 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal KPU termasuk anggaran kesekretariatan. Ayat (4) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang dikoordinasikan oleh Kepala Sekretariat Bawaslu termasuk anggaran kesekretariatan. Ayat (5) Cukup jelas.Pasal 116 Pencairan anggaran yang dimaksud dalam ketentuan ini mengikuti persyaratan yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan bidang keuangan negara.Pasal 117 Cukup jelas.Pasal 118 Cukup jelas.Pasal 119 Cukup jelas.Pasal 120 – 92 –
93. Cukup jelas.Pasal 121 Cukup jelas.Pasal 122 Cukup jelas.Pasal 123 Cukup jelas.Pasal 124 Cukup jelas.Pasal 125 Cukup jelas.Pasal 126 Cukup jelas.Pasal 127 Cukup jelas.Pasal 128 Cukup jelas.Pasal 129 Cukup jelas.Pasal 130 Cukup jelas.Pasal 131 Cukup jelas.Pasal 132 Cukup jelas.Pasal 133 Cukup jelas.Pasal 134 Cukup jelasPasal 135 Cukup jelas.Pasal 136 Cukup jelas.Pasal 137 Cukup jelas.TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … – 93 –

Keanekaragaman Budaya Indonesia

Pendahuluan

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.

Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.

Bukti Sejarah

Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks kebudayaan.

Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700’an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar.

Peran pemerintah: penjaga keanekaragaman

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan daerah.

Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.

Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.

Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa lampau.

Menjaga keanekaragaman budaya

Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan 3 wujud kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya atau praktek-praktek budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan yang berwujud artefak atau banguna. Beberapa hal yang berkaitan dengan 3 wujud kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah antara lain adalah produk kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman budaya dalam konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan yang ada pada kini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur, keberadaan keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan dihormati keberadaannya. Keragaman budaya adalah memotong perbedaan budaya dari kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita merujuk kepada konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya. Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya yang menjadi kebudayaan latar belakangnya, namun juga variasi cara dalam penciptaan artistik, produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya, apapun makna dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh Unesco dalam dokumen konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.

Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi tentang simbol-simbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara. Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan dalam bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas budaya. Dalam artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas maka sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Tidak hanya beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya. Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya 

Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi gariskhatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (“pulau luar”, di samping Jawa yang dianggap pusat).  Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah danPresiden yang dipilih langsung. Ibukota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.

Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawaadalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, “Bhinneka tunggal ika” (“Berbeda-beda tetapi tetap satu”), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayatiterbesar kedua di dunia.

Etimologi

 Sejarah nama Indonesia

Kata “Indonesia” berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu Indus yang berarti “Hindia” dan kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti “pulau”. Jadi, kata Indonesia berarti wilayah Hindia kepulauan, atau kepulauan yang berada di Hindia, yang menunjukkan bahwa nama ini terbentuk jauh sebelum Indonesia menjadi negara berdaulat. Pada tahun 1850, George Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk “Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu”. Murid dari Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India. Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilahKepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië);Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).

Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.[7] Adolf Bastian dari Universitas Berlinmemasyarakatkan nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yaitu ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau di tahun 1913.

Sejarah

Peninggalan fosil-fosil Homo erectus, yang oleh antropolog juga dijuluki “Manusia Jawa”, menimbulkan dugaan bahwa kepulauan Indonesia telah mulai berpenghuni pada antara dua juta sampai 500.000 tahun yang lalu.[13] Bangsa Austronesia, yang membentuk mayoritas penduduk pada saat ini, bermigrasi ke Asia Tenggara dari Taiwan. Mereka tiba di sekitar 2000 SM, dan menyebabkan bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu di sana terdesak ke wilayah-wilayah yang jauh di timur kepulauan.[14] Kondisi tempat yang ideal bagi pertanian, dan penguasaan atas cara bercocok tanam padi setidaknya sejak abad ke-8 SM,[15] menyebabkan banyak perkampungan, kota, dan kerajaan-kerajaan kecil tumbuh berkembang dengan baik pada abad pertama masehi. Selain itu, Indonesia yang terletak di jalur perdagangan laut internasional dan antar pulau, telah menjadi jalur pelayaran antara India dan Cina selama beberapa abad. Sejarah Indonesia selanjutnya mengalami banyak sekali pengaruh dari kegiatan perdagangan tersebut.

Sejak abad ke-1 kapal dagang Indonesia telah berlayar jauh, bahkan sampai ke Afrika. Sebuah bagian dari relief kapal di candi Borobudur, k. 800 M.

Di bawah pengaruh agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan terbentuk di pulau Kalimantan, Sumatra, danJawa sejak abad ke-4 hingga abad ke-14. Kutai, merupakan kerajaan tertua di Nusantara yang berdiri pada abad ke-4 di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Di wilayah barat pulau Jawa, pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M berdiri kerajaan Tarumanegara. Pemerintahan Tarumanagara dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda dari tahun 669 M sampai 1579 M. Pada abad ke-7 muncul kerajaan Malayu yang berpusat di Jambi, Sumatera. Sriwijayamengalahkan Malayu dan muncul sebagai kerajaan maritim yang paling perkasa di Nusantara. Wilayah kekuasaannya meliputi Sumatera, Jawa, semenanjung Melayu, sekaligus mengontrol perdagangan di Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Cina Selatan.[18] Di bawah pengaruh Sriwijaya, antara abad ke-8 dan ke-10 wangsaSyailendra dan Sanjaya berhasil mengembangkan kerajaan-kerajaan berbasis agrikultur di Jawa, dengan peninggalan bersejarahnya seperti candi Borobudur dan candi Prambanan. Di akhir abad ke-13, Majapahit berdiri di bagian timur pulau Jawa. Di bawah pimpinan mahapatih Gajah Mada, kekuasaannya meluas sampai hampir meliputi wilayah Indonesia kini; dan sering disebut “Zaman Keemasan” dalam sejarah Indonesia.[19]

Kedatangan pedagang-pedagang Arab dan Persia melalui Gujarat, India, kemudian membawa agama Islam. Selain itu pelaut-pelaut Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (Zheng He) yang beragama Islam, juga pernah menyinggahi wilayah ini pada awal abad ke-15.[20] Para pedagang-pedagang ini juga menyebarkan agama Islam di beberapa wilayah Nusantara. Samudera Pasaiyang berdiri pada tahun 1267, merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.

Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan rempah-rempah. Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Sunda Kelapa, tapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya danPortugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Portugis). Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi imperialisme lama yang dikenal sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel.[21] Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui VOC, dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.

Johannes van den Bosch, pencetusCultuurstelsel.

Di bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih bebas setelah 1870, sistem ini dihapus. Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan Kebijakan Beretika,[22] yang termasuk reformasi politik yang terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia-Belanda.

Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.

Soekarno, presiden pertama Indonesia.

Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan, tiga pendiri bangsa yakniSoekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir masing-masing menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan perdana menteri. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.

Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal oleh orang Belanda sebagai ‘aksi kepolisian’ (Politionele Actie), atau dikenal oleh orang Indonesia sebagai Agresi Militer.[23] Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember1949 sebagai negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutama Amerika Serikat. Mosi Integral Natsir pada tanggal 17 Agustus 1950, menyerukan kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan Republik Indonesia Serikat. Soekarno kembali menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti sekaligus merintis gerakan non-blokpada awalnya, kemudian menjadi lebih dekat dengan blok sosialis, misalnya Republik Rakyat Cina dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia (“Konfrontasi“),[24]dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baruyang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah PresidenSoekarno.

Hatta, Sukarno, dan Sjahrir, tiga pendiri Indonesia.

Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancamankomunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.

Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezimOrde Baru kebijakan ekomomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen EkonomiUniversitas California, Berkeley, yang dipanggil “Mafia Berkeley”.[25] Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.

Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahiddan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun 2004 pemilu satu hari terbesar di dunia[26] diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, terutama Papua. Timor Timur akhirnya resmi memisahkan diri pada tahun 1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB menjadi negara Timor Leste.

Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005.) Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam Pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.

Politik dan pemerintahan

Istana Negara, bagian dari Istana Kepresidenan Jakarta.

Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensialmultipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan padaTrias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernamaMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara unikameral, namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak 2004 menjelma menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat melalui Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen.[27] Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik untuk masa jabatan lima tahun. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan dan TNI/Polri. MPR saat ini diketuai olehTaufiq Kiemas. DPR saat ini diketuai oleh Marzuki Alie, sedangkan DPD saat ini diketuai oleh Irman Gusman.

Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).

Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

Pembagian administratif

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Provinsi Indonesia

 

Indonesia saat ini terdiri dari 33 provinsi, lima di antaranya memiliki status yang berbeda. Provinsi dibagi menjadi 399 kabupaten dan 98 kota yang dibagi lagi menjadi kecamatan dan lagi menjadi kelurahan, desa, gampong, kampung, nagari, pekon, atau istilah lain yang diakomodasi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tiap provinsi memiliki DPRD Provinsi dan gubernur; sementara kabupaten memiliki DPRD Kabupaten dan bupati; kemudian kota memiliki DPRD Kota dan walikota; semuanya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu dan Pilkada. Bagaimanapun di Jakarta tidak terdapat DPR Kabupaten atau Kota, karena Kabupaten Administrasi dan Kota Administrasi di Jakarta bukanlah daerah otonom.

Provinsi Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua Barat, dan Papua memiliki hak istimewa legislatur yang lebih besar dan tingkat otonomi yang lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Contohnya, Aceh berhak membentuk sistem legal sendiri; pada tahun 2003, Aceh mulai menetapkan hukum Syariah.[28] Yogyakarta mendapatkan status Daerah Istimewa sebagai pengakuan terhadap peran penting Yogyakarta dalam mendukung Indonesia selama Revolusi.[29] Provinsi Papua, sebelumnya disebut Irian Jaya, mendapat status otonomi khusus tahun 2001.[30] DKI Jakarta, adalah daerah khusus ibukota negara. Timor Portugis digabungkan ke dalam wilayah Indonesia dan menjadi provinsi Timor Timur pada 1979–1999, yang kemudian memisahkan diri melalui referendum menjadi Negara Timor Leste.[31]

Provinsi di Indonesia dan ibukotanya

Sumatera

  • Aceh – Banda Aceh
  • Sumatera Utara – Medan
  • Sumatera Barat – Padang
  • Riau – Pekanbaru
  • Kepulauan Riau – Tanjung Pinang
  • Jambi – Jambi
  • Sumatera Selatan – Palembang
  • Kepulauan Bangka Belitung – Pangkal Pinang
  • Bengkulu – Bengkulu
  • Lampung – Bandar Lampung

Jawa

  • Daerah Khusus Ibukota Jakarta
  • Banten – Serang
  • Jawa Barat – Bandung
  • Jawa Tengah – Semarang
  • Daerah Istimewa Yogyakarta – Yogyakarta
  • Jawa Timur – Surabaya

Kepulauan Sunda Kecil

  • Bali – Denpasar
  • Nusa Tenggara Barat – Mataram
  • Nusa Tenggara Timur – Kupang

Kalimantan

  • Kalimantan Barat – Pontianak
  • Kalimantan Tengah – Palangka Raya
  • Kalimantan Selatan – Banjarmasin
  • Kalimantan Timur – Samarinda

Sulawesi

  • Sulawesi Utara – Manado
  • Gorontalo – Gorontalo
  • Sulawesi Tengah – Palu
  • Sulawesi Barat – Mamuju
  • Sulawesi Selatan – Makassar
  • Sulawesi Tenggara – Kendari

Kepulauan Maluku

  • Maluku – Ambon
  • Maluku Utara – Sofifi

Papua bagian barat

  • Papua Barat – Manokwari
  • Papua – Jayapura

Geografi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Geografi Indonesia

Lihat pula: Peta Asia dan Jumlah pulau di Indonesia

 

 

Air terjun Madakaripura diTaman Nasional Bromo Tengger Semeru, Lumbang, Probolinggo, Jawa Timur.

Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara[32] yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni[33], yang menyebar disekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU – 11°08’LS dan dari 95°’BT – 141°45’BT serta terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi Indonesia bermukim. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera dengan luas 473.606 km²,Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Batas wilayah Indonesia diukur dari kepulauan dengan menggunakan territorial laut: 12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif: 200 mil laut,[34]searah penjuru mata angin, yaitu:

Utara

Negara Malaysia dengan perbatasan sepanjang 1.782 km[33], Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan

Selatan

Negara Australia, Timor Leste, dan Samudra Indonesia

Barat

Samudra Indonesia

Timur

Negara Papua Nugini dengan perbatasan sepanjang 820 km[33], Timor Leste, dan Samudra Pasifik

Sumber daya alam

Sumber daya alam Indonesia berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km[35]

Pendidikan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pendidikan di Indonesia

Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yaitu berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 4 dan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah mesti mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD diluar gaji pendidik dan biaya kedinasan. Namun pada tahun 2007 alokasi yang disediakan tersebut baru sekitar 17.2 %, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negaraMalaysia, Thailand dan Filipina yang telah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan lebih dari 28 %[36].

Ekonomi

Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) yang menjadi mata uang pertama Republik Indonesia, yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.

Uang rupiah.

Pemerintahaan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan inflasi, menstabilkan mata uang, penjadualan ulang hutang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing.[37] Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981.[37] Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali,[37] selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997[38] Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an akibat krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu,[39] yang disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.

Saat ini ekonomi Indonesia telah cukup stabil. Pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2004 dan 2005 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut.[40] Namun demikian, dampak pertumbuhan itu belum cukup besar dalam memengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebesar 9,75%.[41][42] Perkiraan tahun 2006, sebanyak 17,8% masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, dan terdapat 49,0% masyarakat yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$ 2 per hari.[43]

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas. Indonesia pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.[44] Sektor jasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB 2005. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektor pertanianmenyumbang 14,0%.[45] Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. Sektor jasa mempekerjakan 36,9%, dan sisanya sektor industri sebesar 18,8%.[46]

Rekan perdagangan terbesar Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara jirannya yaitu Malaysia, Singapura danAustralia.

Meski kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang merajalela dalam pemerintahan. Lembaga Transparency International menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-143 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, yang dikeluarkannya pada tahun 2007.[47]

 

Peringkat internasional

Organisasi

Nama Survey

Peringkat

Heritage Foundation/The Wall Street Journal

Indeks Kebebasan Ekonomi

110 dari 157[48]

The Economist

Indeks Kualitas Hidup

71 dari 111[49]

Reporters Without Borders

Indeks Kebebasan Pers

103 dari 168[50]

Transparency International

Indeks Persepsi Korupsi

143 dari 179[51]

United Nations Development Programme

Indeks Pembangunan Manusia

108 dari 177[52]

Forum Ekonomi Dunia

Laporan Daya Saing Global

51 dari 122[53]

Demografi

Kepadatan penduduk Indonesia menurut Sensus 2010

Menurut sensus penduduk 2000, Indonesia memiliki populasi sekitar 206 juta,[54] dan diperkirakan pada tahun 2006 berpenduduk 222 juta.[8] 130 juta (lebih dari 50%) tinggal di Pulau Jawa yang merupakan pulau berpenduduk terbanyak sekaligus pulau dimana ibukota Jakarta berada.[55] Sebagian besar (95%) penduduk Indonesia adalahBangsa Austronesia, dan terdapat juga kelompok-kelompok suku Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia terutama di Indonesia bagian Timur. Banyak penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa, Sunda, Madura, Batak, danMinangkabau.

Selain itu juga ada penduduk pendatang yang jumlahnya minoritas di antaranya adalah etnis Tionghoa, India, danArab. Mereka sudah lama datang ke Nusantara melalui perdagangan sejak abad ke 8 M dan menetap menjadi bagian dari Nusantara. Di Indonesia terdapat sekitar 4 juta populasi etnis Tionghoa.[56] Angka ini berbeda-beda karena hanya pada tahun 1930 dan 2000 pemerintah melakukan sensus dengan menggolong-golongkan masyarakat Indonesia ke dalam suku bangsa dan keturunannya.

Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.[44] Sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu (1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%). Selain agama-agama tersebut, pemerintah Indonesia juga secara resmi mengakui Konghucu.[57]

Kebanyakan penduduk Indonesia bertutur dalam bahasa daerah sebagai bahasa ibu, namun bahasa resmi negara, yaitu bahasa Indonesia, diajarkan di seluruh sekolah-sekolah di negara ini dan dikuasai oleh hampir seluruh penduduk Indonesia.

 l • b • s 

Kota-kota besar di Indonesia

 

Kota

Provinsi

Populasi

 

 

Kota

Provinsi

Populasi

1

Jakarta

DKI Jakarta

9.607.787


Indonesia

7

Depok

Jawa Barat

1.738.570

2

Surabaya

Jawa Timur

2.765.487

8

Semarang

Jawa Tengah

1.555.984

3

Bandung

Jawa Barat

2.394.873

9

Palembang

Sumatera Selatan

1.455.284

4

Bekasi

Jawa Barat

2.334.871

10

Makassar

Sulawesi Selatan

1.338.663

5

Medan

Sumatera Utara

2.097.610

11

Tangerang Selatan

Banten

1.290.322

6

Tangerang

Banten

1.798.601

12

Bogor

Jawa Barat

950.334

Kebudayaan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Budaya Indonesia

Pertunjukan

Wayang kulit warisan budaya Jawa.

Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Cina, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaituMelayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti wayang kulityang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatera seperti tari Ratéb Meuseukat dan tari Seudati dari Aceh.

Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain.

Busana

Seorang gadis Palembangtengah mengenakan Songket, salah satu busana tradisional Indonesia.

Di bidang busana warisan budaya yang terkenal di seluruh dunia adalah kerajinanbatik. Beberapa daerah yang terkenal akan industri batik meliputi Yogyakarta,Surakarta, Cirebon, Pandeglang, Garut, Tasikmalaya dan juga Pekalongan. Kerajinan batik ini pun diklaim oleh negara lain dengan industri batiknya.[58] Busana asli Indonesia dari Sabang sampai Merauke lainnya dapat dikenali dari ciri-cirinya yang dikenakan di setiap daerah antara lain baju kurung dengan songketnya dari Sumatera Barat (Minangkabau), kain ulos dariSumatra Utara (Batak), busana kebaya, busana khas Dayak di Kalimantan, baju bodo dari Sulawesi Selatan, busana berkoteka dariPapua dan sebagainya.

[sunting]Arsitektur

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Arsitektur Indonesia

 

 

Lukisan Candi Prambananyang berasal dari masa pemerintahan Raffles.

Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya, sejarah, dan geografi yang membentuk Indonesia seutuhnya. Kaum penyerang, penjajah, penyebar agama, pedagang, dan saudagar membawa perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat adalah dari India. Tetapi, Cina, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh Eropa menjadi cukup dominan.

Ciri khas arsitektur Indonesia kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat dan/atau istana-istana kerajaan dari tiap-tiap provinsi. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek wisata di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia, menampilkan keanekaragaman arsitektur Indonesia itu. Beberapa bangunan khas Indonesia misalnya Rumah Gadang, Monumen Nasional, dan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Bandung.

[sunting]Olahraga

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Olahraga Indonesia

 

 

Maria Kristin Yulianti(merah), peraih medaliperunggu pada Olimpiade Beijing 2008.

Olahraga yang paling populer di Indonesia adalah bulu tangkis dan sepak bola; Liga Super Indonesiaadalah liga klub sepak bola utama di Indonesia. Olahraga tradisional termasuk sepak takraw dan karapan sapi di Madura. Di wilayah dengan sejarah perang antar suku, kontes pertarungan diadakan, seperti caci di Flores, dan pasola di Sumba. Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya. Olahraga di Indonesia biasanya berorientasi pada pria dan olahraga spektator sering berhubungan dengan judi yang ilegal di Indonesia.[59]

Di ajang kompetisi multi cabang, prestasi atlet-atlet Indonesia tidak terlalu mengesankan. Di Olimpiade, prestasi terbaik Indonesia diraih pada saat Olimpiade 1992, dimana Indonesia menduduki peringkat 24 dengan meraih 2 emas 2 perak dan 1 perunggu. Pada era 1960 hingga 2000, Indonesia merajai bulu tangkis. Atlet-atlet putra Indonesia seperti Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Alan Budikusuma, Ricky Subagja, dan Rexy Mainaky merajai kejuaraan-kejuaraan dunia. Rudi Hartono yang dianggap sebagai maestro bulu tangkis dunia, menjadi juara All England terbanyak sepanjang sejarah. Selain bulu tangkis, atlet-atlet tinju Indonesia juga mampu meraih gelar juara dunia, seperti Elyas Pical, Nico Thomas[60], dan Chris John.[61]

[sunting]Seni musik

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Musik Indonesia

Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang dari Sabang hingga Merauke. Setiap provinsi di Indonesia memiliki musik tradisional dengan ciri khasnya tersendiri. Musik tradisional termasuk juga keroncong yang berasal dari keturunan Portugis di daerah Tugu, Jakarta,[62] yang dikenal oleh semua rakyat Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Ada juga musik yang merakyat di Indonesia yang dikenal dengan nama dangdut yaitu musik beraliran Melayu modern yang dipengaruhi oleh musik India sehingga musik dangdut ini sangat berbeda dengan musik tradisional Melayu yang sebenarnya, seperti musik Melayu Deli, Melayu Riau, dan sebagainya.

 

 

Seperangkat gamelan

Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas Indonesia memiliki banyak ragam dari pelbagai daerah di Indonesia, namun banyak pula dari alat musik tradisional Indonesia ‘dicuri’ oleh negara lain[63] untuk kepentingan penambahan budaya dan seni musiknya sendiri dengan mematenkan hak cipta seni budaya dari Indonesia. Alat musik tradisional Indonesia antara lain meliputi:

  • Angklung
  • Bende
  • Calung
  • Dermenan
  • Gamelan
  • Gandang Tabuik
  • Gendang Bali
  • Gondang Batak
  • Gong Kemada
  • Gong Lambus
  • Jidor
  • Kecapi Suling
  • Kulcapi Batak
  • Kendang Jawa
  • Kenong
  • Kulintang
  • Rebab
  • Rebana
  • Saluang
  • Saron
  • Sasando
  • Serunai
  • Seurune Kale
  • Suling Lembang
  • Sulim Batak
  • Suling Sunda
  • Talempong
  • Tanggetong
  • Tifa, dan sebagainya
     

[sunting]Boga

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masakan Indonesia

 

 

Beberapa makanan Indonesia: soto ayam, satekerang, telor pindang, perkedel dan es teh manis.

Masakan Indonesia bervariasi bergantung pada wilayahnya.[64] Nasi adalah makanan pokok dan dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting.[65]

Sepanjang sejarah, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua. Ini menyebabkan terbawanya banyak bumbu, bahan makanan dan teknik memasak dari bangsa Melayu sendiri, India, Timur tengah, Tionghoa, dan Eropa. Semua ini bercampur dengan ciri khas makanan Indonesia tradisional, menghasilkan banyak keanekaragaman yang tidak ditemukan di daerah lain. Bahkan bangsa Spanyol dan Portugis, telah mendahului bangsa Belanda dengan membawa banyak produk dari dunia baru ke Indonesia.

Penganan kecil semisal kue-kue banyak dijual di pasar tradisional. Kue-kue tersebut biasanya berbahan dasar beras, ketan, ubi kayu, ubi jalar, terigu, atau sagu. Nasi rames yang berisi nasi beserta lauk atau sayur pilihan dijual di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, pasar, dan terminal bus. Di Daerah Istimewa Yogyakartadan sekitarnya dikenal nasi kucing sebagai nasi rames yang berukuran sangat minimalis dengan harga murah, nasi kucing sering dijual di atas angkringan, sejenis warung kaki lima.

Terdapat pula aneka makanan yang dijual oleh para pedagang keliling menggunakan gerobak atau tanggungan. Pedagang keliling ini menyajikan mie ayam, mi bakso, soto, siomay, roti burger, nasi goreng, nasi uduk, dan lain-lain.

[sunting]Perfilman

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perfilman Indonesia

 

 

Poster film Tjoet Nja’ Dhien (1988), film tentang pahlawan nasional Indonesia asal Aceh.

Film pertama yang diproduksi pertama kalinya di nusantara adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp pada zaman Hindia Belanda. Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic,Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Di masa awal kemerdekaan, sineas-sineas Indonesia belum banyak bermunculan. Di antara sineas yang ada, Usmar Ismail merupakan salah satu sutradara paling produktif, dengan film pertamanyaHarta Karun (1949). Namun kemudian film pertama yang secara resmi diakui sebagai film pertama Indonesia sebagai negara berkedaulatan adalah film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai Usmar Ismail. Dekade 1970 hingga 2000-an, Arizal muncul sebagai sutradara film paling produktif. Tak kurang dari 52 buah film dan 8 judul sinetron dengan 1.196 episode telah dihasilkannya.

Popularitas industri film Indonesia memuncak pada tahun 1980-an dan mendominasi bioskop di Indonesia,[66] meskipun kepopulerannya berkurang pada awal tahun 1990-an. Antara tahun 2000 hingga 2005, jumlah film Indonesia yang dirilis setiap tahun meningkat.[66] Film Laskar Pelangi (2008) yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata menjadi film dengan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah perfilman Indonesia saat ini.

[sunting]Kesusastraan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sastra Indonesia

Bukti tulisan tertua di Indonesia adalah berbagai prasasti berbahasa Sanskerta pada abad ke-5 Masehi. Figur penting dalam sastra modern Indonesia termasuk: pengarang Belanda Multatuli yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap Indonesia selama zaman penjajahan Belanda; Muhammad Yamin dan Hamka yang merupakan penulis dan politikus pra-kemerdekaan;[67] dan Pramoedya Ananta Toer, pembuat novel Indonesia yang paling terkenal.[68]Selain novel, sastra tulis Indonesia juga berupa puisi, pantun, dan sajak. Chairil Anwar merupakan penulis puisi Indonesia yang paling ternama. Banyak orang Indonesia memiliki tradisi lisan yang kuat, yang membantu mendefinisikan dan memelihara identitas budaya mereka.[69] Kebebasan pers di Indonesia meningkat setelah berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto. Stasiun televisi termasuk sepuluh stasiun televisi swasta nasional, dan jaringan daerah yang bersaing dengan stasiun televisi negeri TVRI. Stasiun radio swasta menyiarkan berita mereka dan program penyiaran asing. Dilaporkan terdapat 20 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2007.[70] Penggunaan internet terbatas pada minoritas populasi, diperkirakan sekitar 8.5%.

Lingkungan hidup

 

Komodo, hewan reptil langka khas dari Nusa Tenggara.

Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi sehingga oleh beberapa pihak wilayah ekologi Indonesia disebut dengan istilah “Mega biodiversity” atau “keanekaragaman mahluk hidup yang tinggi”[71][72] umumnya dikenal sebagaiIndomalaya atau Malesia bedasarkan penelitian bahwa 10 persen tumbuhan, 12 persen mamalia, 16 persen reptil, 17 persen burung, 25 persen ikan yang ada di dunia hidup di Indonesia, padahal luas Indonesia hanya 1,3 % dari luas Bumi. Kekayaan makhluk hidup Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo. 

Meskipun demikian, Guinness World Records pada 2008 pernah mencatat rekor Indonesia sebagai negara yang paling kencang laju kerusakan hutannya di dunia. Setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 1,8 juta hektar. Kerusakan yang terjadi di daerah hulu (hutan) juga turut merusak kawasan di daerah hilir (pesisir).[74] Menurut catatan Down The Earth, proyek Asian Development Bank (ADB) di sektor kelautan Indonesia telah memicu terjadinya alih fungsi secara besar-besaran hutan bakau menjadi kawasan pertambakan. Padahal hutan bakau, selain berfungsi melindungi pantai dari abrasi, merupakan habitat yang baik bagi berbagai jenis ikan. Kehancuran hutan bakau tersebut mengakibatkan nelayan harus mencari ikan dengan jarak semakin jauh dan menambah biaya operasional mereka dalam mencari ikan. Selain itu, hancurnya hutan bakau juga mengakibatkan semakin rentannya kawasan pesisir Indonesia terhadap terjangan air pasang laut dan banjir, terlebih di musim hujan

 

PEMANFAATAN KEBERAGAMAN BUDAYA INDONESIA

DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia

1. Pendahuluan

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus bahasa negara

Indonesia. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sudah dikumandangkan dalam

Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 oleh para pemuda Indonesia pada waktu itu yang

merupakan wakil berbagai daerah di Indonesia. Mereka bersepakat menjadikan bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia dengan mamasukkannya dalam salah satu

butir Sumpah Pemuda yang berisi (1) Kami putra dan putri Indonesia mengaku

bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; (2) Kami putra dan putri Indonesia

mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; (3) Kami putra dan putri Indonesia

menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Mengapa disebut Sumpah

Pemuda? Jawabnya adalah karena para pemuda waktu itu berasal dari berbagai daerah

dan wilayah di Indonesia dengan latar belakang etnis dan budaya, termasuk bahasa,

yang berbeda-beda bersepakat menanggalkan identitas kedaerahan dan keetnikan yang

melebur dalam satu pengakuan bersama, yakni menjunjung bahasa persatuan, bahasa

Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa kebangsaan Indonesia

dengan mengukuhkannya dalam Sumpah Pemuda.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan

yang berfungsi juga sebagai bahasa pendidikan, bahasa perencanaan dan

pembangaunan, sarana pengembangan ilmu, teknologi, dan budaya, serta bahasa

media massa. Hal itu dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945 (dalam amandemen tidak berubah) Bab XV, Pasal 36 yang mengatakan ”bahasa

negara adalah bahasa Indonesia”.

Dalam konteks pengembangan ilmu, teknologi, dan budaya, tampaknya bahasa

Indonesia sudah mengambil peran. Dalam pengembangan ilmu dan teknologi, bahasa

Indonesia telah mampu menjadi sarana pengembangan ilmu dan teknolosi yang

ditandai dengan pengindonesiaan istilah bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.

Tidak kurang dari 350.000 istilah asing dalam berbagai bidang ilmu telah

diindonesiakan. Malah, Microsoft telah bekerja sama dengan Pusat Bahasa untuk

menerjemahkan istilah komputer ke dalam bahasa Indonesia, yang dikenal dengan

program komputer berbasis bahasa Indonesia. Dalam pengembangan budaya, bahasa

Indonesia pun telah melaksakanan peran itu karena keberagaman budaya Indonesia

1 Makalah yang disajikan dalam Seminar Pengajaran Bahasa Indonesia Pertemuan Asosiasi Jepang-

Indonesia di Nanzan Gakuen Training Center, Nagoya, Jepang, 10—11 November 2007

mengharuskan adanya sarana bahasa yang mencakup semua bahasa di Indonesia,

dalam hal ini dilakukan melalui bahasa Indonesia.

Dalam kaitannya dengan keberagaman budaya Indonsia, penulis akan mencoba

menawarkan pemanfaatan keberagaman budaya dalam pengajaran BIPA. Hal itu

penulis maksudkan agar dapat diperoleh beberapa kemanfaatan dalam pengajaran

BIPA. Seperti pepetah (ungkapan bijak dalam bahasa tradisional) mengatakan, ”sekali

merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui” (satu kali melakukan pekerjaan akan

diperoleh banyak manfaat dari pekerjaan yang kita lakukan itu).

2. Indonesia dengan Keberagaman Budaya

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah yang luas, terbentang

dari Aceh sampai ke Papua. Ada 17.504 pulau yang tersebar di seluruh kedaulatan

Republik Indonesia, yang terdiri atas 8.651 pulau yang bernama dan 8.853 pulau yang

belum bernama (Situmorang, 2006). Di samping kekayaan alam dengan

keanekaragaman hayati dan nabati, Indonesia dikenal dengan keberagaman budayanya.

Di Indonesia terdapat puluhan etnis yang memiliki budaya masing-masing. Misalnya,

di Pulau Sumatra: Aceh, Batak, Minang, Melayu (Deli, Riau, Jambi, Palembang,

Bengkulu, dan sebagainya), Lampung; di Pulau Jawa: Sunda, Badui (masyarakat

tradisional yang mengisolasi diri dari dunia luar di Provinsi Banten), Jawa, dan

Madura; Bali; Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tengara Timur: Sasak, Mangarai,

Sumbawa, Flores, dan sebagainya; Kalimantan: Dayak, Melayu, Banjar, dsb.;

Sulawesi: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa, Manado, dsb.; Maluku:

Ambon, Ternate, dsb.; Papua: Dani, Asmat, dsb.) (Lihat Bangun, 2002:94—116;

Bagus, 2002:286—306; Dananjaja, 2002: 118—142; Kalangie, 2002:143—172;

Subyakto, 202: 173—189; Koentjaraningrat, 2002: 190—204; Sjamsuddin, 2002:

229—247; Junus, 202:248—265; Mattulada, 2002:266—285;l Bagus, 2002:286—

306; Harsono, 2002:307—328; Kodiran, 2002:329—352). Ada sekitar 726 bahasa

daerah yang tersebar di seluruh nusantara (Sugono, 2005). Mulai dari penutur yang

hanya berjumlah belasan orang, seperti bahasa di Papua, sampai dengan penutur yang

berjumlah puluhan juta orang, seperti bahasa Jawa dan Sunda.

Suku bangsa dan etnis itu adakalanya menempati daerah atau wilayah dalam

sebuah provinsi dan adakalanya menempati lintas provinsi. Etnis Jawa, misalnya,

menempati tiga provinsi, yakni Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah

Istimewa Yogyakarta. Walaupun begitu, suku Jawa tersebar ke seluruh pelosok

Indonesia, bahkan sampai ke negara Suriname. Di setiap daerah itu terdapat pula subsubetnis

dengan subbudaya yang berbeda pula, misalnya, Solo, Yogyakarta, sampai ke

Banyuwangi, Jawa Timur. Umumnya orang Indonesia mengenal, misalnya, bahwa

orang Solo di Daerah Istimewa Yogyakarta sering dikatakan sebagai masyarakat yang

memiliki budaya yang halus, tutur sapa yang lembut, dan budi bahasa yang santun.

Hal itu menandai keunggulan budayanya. Akan tetapi, tidak jarang pula masyarakat

daerah tertentu yang berbicara dan bersikap keras, namun pada hakikatnya hatinya

lembut.

Selain itu, di Sumatra dikenal pula suku bangsa Minangkabau, yang

menempati Provinsi Sumatra Barat, sebagian Provinsi Jambi dan Bengkulu, di

samping tersebar di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke Semenanjung Malaysia.

Orang Minang—sebutan untuk masyarakat Minangkabau—memiliki budaya yang

unik jika dibandingkan dengan masyarakat suku lain. Mereka terkenal dengan pandai

berdagang dan banyak menjadi sastrawan semasa Balai Pustaka dan Pujangga Baru

dan tokoh kemerdekaan di awal kemerdekaan Republik Indonesia. Keunikan budaya

Minang terlihat dari sistem kekerabatan menurut jalur ibu (matrilineal). Sosok ibu

menjadi dasar penentuan nama keluarga (family). Bahkan, dalam adat Minang selain

nama keluarga berasal dari keluarga ibu, seseorang laki-laki yang sudah menikah akan

diberi gelar adat sehingga, menurut adat yang berlaku di Minang—yang bersangkutan

harus dipanggil dengan gelarnya, bukan nama kecilnya. Misalnya, seseorang bernama

Abdullah yang setelah menikah diberi gelar Sutan Maharajo (’Sultan Maharaja’) harus

dipanggil dengan Sutan atau Marajo, sesuai dengan pepatah ”Ketek banamo, gadang

bagala” (kecil diberi nama, besar diberi gelar). Di luar Minang biasanya seorang istri

akan tinggal di rumah keluarga suami, sebaliknya di Minang suami akan tinggal di

rumah istri. Apabila keluarga suami-istri ingin membangun rumah baru, lokasinya

masih berada di sekitar rumah orang tua istri (mertua). Dengan demikian, akan

berkembang keluarga besar dari pihak istrinya. Akibatnya, anak akan hidup di

lingkungan keluarga istri dan itulah uniknya budaya kekerabatan di Minang.

Sebagai masyarakat yang menganut agama Islam, budaya Minang terlihat

berpadu dengan budaya Islami. Dasar kemasyarakatan di Minang tertuang dalam

prinsip adat, yakni ”adat bersandikan syarak (aturan agama Islam), syarak bersandikan

Kitabullah (Alquran)”. Dengan demikian, masyarakat Minang memiliki tradisi

keberagamaan yang kuat. Biasanya, tradisi itu tetap dibawa ke mana pun mereka

merantau ke negeri orang. Di mana pun mereka tinggal, kebiasaan keberagamaan yang

kuat itu masih terlihat. Ada yang agak unik bagi masyarakat Minang, yakni di mana

pun mereka tinggal atau hidup di lingkungan masyarakat lain, mereka mampu

berintegrasi dengan masyarakat setempat. Itu pula yang menyebabkan bahwa di mana

pun di Indonesia kita tidak akan menemukan nama kampung atau kawasan dengan

Kampung Minang. Agak berbeda dengan masyarakat etnis lain, seperti Jawa, Madura,

Bugis, atau Cina akan kita temukan kawasan Kampung Jawa, Kampung Madurua,

Kampung Bugis, atau Kampung Cina.

Keberagamaan masyarakat Minang tidak berbeda dengan keberagamaan

seperti masyarakat Aceh, Melayu, Sunda, Madura, dan Bugis. Etnis itu dikenal dengan

penganut Islam yang taat walaupun tidak dapat dimungkiri bahwa pengaruh teknologi

modern berdapak terhadap keberagamaan masyarakat.

Bali pun–yang sudah dikenal oleh masyarakat mancanegara–memiliki agama

mayoritas Hindu. Bahkan, pengaruh Hindu mewarnai kehidupan sosialnya. Begitu

menyatunya Hindu dalam kehidupan mereka, kehidupan sosial dan pemerintahan pun

dipengaruhi Hindu. Barangkali tingkat keberagamaan di Bali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan tingkat keberagamaan masyarakat dari etnis lain. Hal itu

ditandai dengan setiap aktivitas mereka tidak lepas dari pemujaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa (Shang Widhi) yang terlihat dalam upacara keagamaan (Bagus, 2002). Ada

hal yang menarik lagi di Bali, yakni sistem pertanian yang diatur dalam subak. Dalam

sistem itu setiap sawah mendapatkan jumlah air yang sama sehinga tidak ada sawah

yang tidak mendapatkan jatah air. Hal itu berlaku pada semua perkampungan yang

diatur dalam atruran masyarakatnya. Sistem pengairan seperti itu tidak ditemukan di

wilayah lain di Indonesia.

Agama pun berbeda-beda. Tidak dapat diingkari bahwa masih ada sistem religi

masyarakat Indonesia yang menganut kepercayaan kepada benda-benda alam

(animisme). Akan tetapi, pada umumnya masyarakat Indonesia menganut enam

agama resmi, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan yang terakhir diakui

Konghucu. Semuanya hidup berdampingan yang diatur dalam kerukunan hidup

beragama. Memang konsep kerukunan lahir pada masa Orde Baru yang sudah

tumbang, tetapi keberadaannya masih dipertahankan, yakni kerukunan intraumat dan

antarumat beragama. Apalagi sejak reformasi digulirkan pada tahun 1998 yang

ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soharto, mantan Presiden Kedua Republik

Indonesia, kehidupan masyarakat Indonesia lebih transparan. Setiap orang mempunyai

hak yang sama di negara Indonesia. Hal itu terbukti dengan tumbuh berkembangnya

budaya Cina, termasuk pengakuan terhadap agama Konghucu bagi masyarakat

keturunan Cina di Indonesia. Angin segar itu disambut bahagia oleh masyarakat

keturunan Cina, yang selama ini mereka agak dimarginalkan dalam sistem

pemerintahan Orde Baru.

Dari sudut keagamaan itu, Islam di Indonesia mencapai 87 persen. Dengan

jumlah itu tidaklah berarti bahwa kehidupan sosial politik tidak memperhatikan

keberagaman agama. Di Indonesia tradisi keberagaman agama dalam kehidupan

bermasyarakat dan berbangsa sangat menonjol. Sebagai warga dengan jumlah

mayoritas, umat Islam di Indonesia sangat memperhatikan kerukunan antarumat

beragama. Prinsip-prinsip agama sebagai pembawa rahmat dan kedamaian untuk

seluruh isi alam sangat mereka perhatikan Hal itu sudah menjadi dasar

kemasyarakatan yang tidak dapat diingkari. Malah, ada masyarakat yang begitu tinggi

toleransinya sehingga gesekan apa pun yang menerpanya tidak akan menggoyahkan

sendi-sendi kemasyarakat yang toleran. Memang tidak dapat disangkal bahwa situasi

politik kadangkala memengaruhi kehidupanan masyarakat yang rukun dan aman. Ada

upaya-upaya untuk memecah belah persatuan bangsa melalui goncangan terhadap

kerukunan umat beragama dengan mencuatkan sentimen keagamaan. Hal itu sengaja

diciptakan oleh orang-orang yang tidak senang dengan kondisi politik yang stabil.

Akibatnya, umat beragama terpengaruh ke dalam konflik tertentu. Kondisi itu kadangkadang

disesalkan oleh masyarakat itu sendiri mengapa mereka terjerumus ke dalam

konflik yang tidak mereka inginkan. Walaupun begitu, kehidupan rukun yang telah

mereka warisi secara turun-temurun mengekalkan mereka dalam kebersamaan dan

kerukunan yang sejati.

3. Pengenalan Budaya Indonesia melalui Pengajaran Bahasa Indonesia

Dalam pengajaran BIPA memang ada buku yang telah memanfaatkan budaya

Indonesia, namun belum semua buku penbgajaran BIPA menyajikan materi yang

menyentuh kebudayaan Indonesia. Berdasarkan penelitian Mustakim (2003), dari 43

buku yang diteliti, terdapat 24 buku (56%) buku yang menyajikan materi sosial

budaya Indonesia. Hal itu berarti ada 19 buku (44%) yang belum menyajikan sosial

budaya Indonesia secara optimal. Walaupun begitu, dari 19 judul itu sebanyak 11

buku tidak menyajikan sama sekali aspek sosial budaya, sedangkan yang lain ada

menyinggungnya, tetapi porsinya sangat sedikit.

Dari gambaran itu, dapat dikatakan bahwa materi BIPA belum dapat dikatakan

menyentuh tujuan pengajaran BIPA. Pada dasarnya pengajaran bahasa asing, dalam

hal ini bahasa Indonesia, diharapkan agar pelajar dapat menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Karena bahasa Indonesia—berlaku juga bagi bahasa

lain—tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat

Indonesia, penyajian aspek sosial budaya menjadi penting. Bagaimanapn juga,

pengajaran BIPA dapat juga berfungsi sebagai pemberian informasi budaya dan

masyarakat Indonesia kepada pelajar asing. Keberhasilan pengajaran BIPA tidak akan

optimal apabila pengajaran itu tidak melibatkan aspek-aspek sosial budaya yang

berlaku dalam masyarakat bahasa tersebut.

Ada beberapa aspek budaya yang dapat dimanfaatkan dalam penyajian materi

ajar BIPA. Ababila kita merujuk pada unsur budaya yang dikemukakan oleh

Koentajaraningrat (1991), maka ada tujuh unsur, yakni (1) sistem peralatan dan

perlengkapan hidup (alat produktif, alat distribusi dan transportasi, wadah dan tempat

untuk menaruh, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan

perumahan, serta senjata); (2) sistem mata pencarian hidup (berburu dan meramu,

pereikanan, bercocok tanam, peternakan, dan perdagangan); (3) sistem

kemasyarakatan (sistem kekerabatan, sistem kesatuan hidup setempat, asosiasi dan

perkumpulan, sistem kenegaraan); (4) bahasa (bahasa lisan dan bahasa tulis), (5)

kesenian (seni patung, seni relief, seni lukis dan gambar, seni rias, seni vokal, seni

instrumental, seni sastra, dan seni drama); (6) sistem pengetahuan (pengetahuan alam,

flora, fauna, zat dan bahan mentah, tubuh manusia, kelakuaan sesama manusia, ruang,

waktu, dan bialangan, dan (7) sistem religi (sistem kepercayaan, kesustraan suci,

sistem upacara keagamaan komunitas keagamaan, ilmu gaib, dan sistem nilai dan

pandangan hidup). Mustakim (2003) mengelompokkan materi yang perlu disajikan

dalam buku BIPA yakni (1) benda-benda budaya, (2) gerak-gerik anggota badan, (3)

jarak fisik ketika berkomunikasi, (4) kontak pandang mata dalam berkomunikasi, (5)

penyentuhan, (6) adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat, (7) sistem nilai yang

berlaku dalam masyarakat, (9) sistem religi yang dianut masyarakat, (10) mata

pencarian, (11) kesenian, (12) pemanfaatan waktu, (13) cara berdiri, duduk, dan

menghormati orang lain, (14) keramah-tamahan, tegur sapa, dan basa basi, (15) pujian,

(16) gotong-royong, (17) sopan santun, termasuk eufimisme. Namun, belum semua

unsur itu disajikan dan masih ada unsur yang belum mendapat perhatian dam buku

ajar BIPA.

Berdasarkan klasifikasi di atas, banyak hal yang dapat disajikan dalam materi

BIPA. Tampaknya unsur-unsur budaya itu sangat banyak dan beragam di Indonesia.

Keberagaman budaya itu terkristalisasi dalam beraneka macam etnis dengan

budayanya masing-masing. Penyusun bahan ajar BIPA dapat memilih unsur-unsur

budaya mana yang diperlukan disajikan sebagai materi pembelajaran. Jika kembali

kepada unsur budaya yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat tampaknya sistem

peralatan dan perlengkapan hidup, sistem mata pencarian hidup, sistem

kemasyarakatan, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi menjadi pilihan.

Suatu kenyataan dalam pengajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa

Indonesia bagi orang asing, bahwa ada realitas sosial masyarakat Indonesia yang

pluralisme yang menggunakan bahasa Indonesia dengan latar belakang budaya yang

berbeda. Dengan keberbedaan itu, pelajar asing akan dapat memahami karakteristik

masing-masing. Dengan demikian, pengetahuan yang menyeluruh tentang pluralisme

masyarakat Indonesia, di samping kemahiran berbahasa Indonesia, akan diperoleh

oleh pelajar secara bersama.

Memang selama ini terdapat gambaran yang tidak lengkap tentang masyarakat

Indonesia. Mungkin ada yang memandang Indonesia itu adalah Bali, atau sebaliknya.

Bahkan, ada citra seolah-oleh Indonesia tidak ada hubungannya dengan Bali. Memang

tidak diingkari bahwa promosi objek pariwisata tertentu yang gencar dapat saja

mengubah citra masyarakat dunia tentang Indonesia yang luas dan beragam. Namun,

apabila Indonesia yang luas dengan aneka ragam masyarakatnya dipahamkan melalui

pengajaran BIPA, pasti hal itu akan memberikan gambaran yang positif bagi pelajar

tentang Indonesia. Dengan demikian, gambaran yang keliru tentang Indonesia akan

dapat diluruskan akibat berkembangnya citra yang tidak sehat. Apalagi ada upayaupaya

yang dapat menimbulkan citra yang tidak baik terhadap kelompok tertentu di

Indonesia. Akibatnya, hubungan yang sudah harmonis, baik di kalangan masyarakat

Indonesia sendiri mapun antarmasyarakat luar, akan terganggu. Hal itu tentu tidak

diinginkan. Salah satu sarana pemberian informasinya adalah pengajaran BIPA.

Pendekatan lintas budaya melalui pengajaran bahasa asing itu merupakan cara

pemahaman budaya sebagai suatu keseluruhan hasil respons kelompok manusia

terhadap lingkungan dalam rangka memenuhi kubutuhan dan pencapaian tujuan

setelah melalui rintangan proses interaksi. Ada hal-hal pokok yang perlu diperhatikan

yaitu kebutuhan dan tujuan mempelajari budaya, lingkungan target budaya, dan

integrasi sosial yang diinginkan. Dengan demikian, kecurigaan-kecurigaan dalam

berinteraksi akan dapat dihilangkan.

Dalam kaitan itu, penulis dan pengajar BIPA dapat memilih unsur-unsur

budaya Indonesia dalam buku ajar dan pengembangannya di kelas. Pemilihan itu

dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran BIPA, yang menurut saya adalah mahir

berbahasa Indonesia dan paham terhadap keberagaman budaya Indonesia.

Pusat Bahasa telah mencoba menyusun buku pengajaran BIPA dengan

memesukkan sosial budaya sebagai teks percakapan dan memberikan catatan budaya

dalam setiap unit buku itu. Buku yang berjudul Lentera Indonesia: Penerang untuk

Memahami Masyarakat dan Budaya Indonesia menekankan pengenalan masyarakat

dan budaya Indonesia melalui pengajaran BIPA. Cara demikian dilakukan untuk dapat

menyelami kehidupan masyarakat Indonesia lebih jauh lagi. Dengan demikian, pelajar

BIPA lebih akrab dengan masyarakat bahasa Indonesia melalui pengajaran BIPA.

4. Penutup

Indonesia yang memiliki kebegaraman budaya penting dipahami oleh pelajar

BIPA. Masalahnya, pengajaran BIPA bukan hanya sekadar menghasilkan pelajar yang

mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar, melainkan juga menjadi wahana

untuk memahami keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia. Walaupun pelajar

BIPA belum berkunjung ke Indonesia, diharapkan melalui pengayaan materi BIPA

dengan keberagaman budaya Indonesia mereka akan mampu menyerapkan informasi

yang utuh tentang Indonesia, khususnya dari khazanah budayanya. Buku ajar yang

belum memuat materi keberagaman budaya Indonesia dapat dilengkapi dan

diupayakan menjadi sarana strategis untuk mengetahui masyarakat Indonesia.

Para penulis dan guru BIPA diharapkan mampu mengolah bahan ajar BIPA

menjadi sesuatu yang menarik melalui penyajian materi yang mengutamakan

informasi tentang keadaan masyarakat dan budaya Indonesia. Hal itu penting agar

gambaran yang jelas tentang Indonesia dapat dimiliki oleh pelajar BIPA. Kurangnya

pemahaman dan pengeahuan tentang Indonesia akan dapat menimbulkan

kesalahpahaman tentang masyarakat Indonesia yang kaya dengan berbagai budayanya.

PENDIDIKAN DI INDONESIA

SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas:

1. pendidikan formal,

2. nonformal, dan

3. informal.

 

Jalur Pendidikan Formal

Jenjang pendidikan formal terdiri atas :

1. pendidikan dasar,

2. pendidikan menengah,

3. dan pendidikan tinggi.

 

Jenis pendidikan mencakup :

1. pendidikan umum,

2. kejuruan,

3. akademik,

4. profesi,

5. vokasi,

6. keagamaan, dan

7. khusus.

 

Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:

  1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat;   serta
  2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

 

Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

Pendidikan menengah terdiri atas:
1. pendidikan menengah umum, dan

2. pendidikan menengah kejuruan.

 

Pendidikan menengah berbentuk:
1. Sekolah Menengah Atas (SMA),

2. Madrasah Aliyah (MA),

3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan

4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

 

Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk:
1. akademi,

2. politeknik,

3. sekolah tinggi,

4. institut, atau

5. universitas.

 

Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,

3. pendidikan kepemudaan,

4. pendidikan pemberdayaan perempuan,

5. pendidikan keaksaraan,

6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,

7. pendidikan kesetaraan, serta

8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

 

Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:

1. lembaga kursus,

2. lembaga pelatihan,

3. kelompok belajar,

4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan

5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:
1. Taman Kanak-kanak (TK),

2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:
1. Kelompok Bermain (KB),

2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk:
1. pendidikan diniyah,

2. pesantren,

3. pasraman,

4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

 

Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

DAFTAR ISTILAH

Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional adalah Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sistem pendidikan nasional adalah Keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Peserta didik adalah Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Jalur pendidikan adalah Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Jenjang pendidikan adalah Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenis pendidikan adalah Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

Satuan pendidikan adalah Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Pendidikan formal adalah Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal adalah Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal adalah Jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan anak usia dini adalah Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan jarak jauh adalah Pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

Standar nasional pendidikan adalah Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wajib belajar adalah Program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Warga Negara adalah Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat adalah Kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.

Sistem pendidikan yang ada di Indonesia sudah di susun sedemikian rupa agar peserta didik yang tidak lain adalah anak bangsa bisa bersaing pada persaingan global yang makin lama makin ketat dalam persaingan terutama di bidang ilmu dan teknologi. Dari situlah system pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus agar bisa bersaing dengan Negara-negara berkembang bahkan denga dengan Negara maju.

 

http://irfanramadhan4.wordpress.com/2011/03/01/sistem-pendidikan-di-indonesia/

 

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Benarkah untuk Mencerdaskan Bangsa ?


Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada tanggal 2 Mei setiap tahunnya telah menjadi momentum untuk memperingatkan segenap negeri akan pentingnya arti pendidikan bagi anak negeri yang sangat kaya ini. Di tahun 2003, telah dilahirkan pula Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 tahun 2003 yang menggantikan UU No. 2 tahun 1989. Tersurat jelas dalam UU tersebut bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Bila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dan dalam UU No. 20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus serta setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, terutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih dipandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Inisiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting. Padahal secara jelas di dalam pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolahpun belum keseluruhannya dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.

Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih dibawah 20% sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2-5%.

Bila melihat peristiwa yang belum lama terjadi di Indonesia, misalnya kasus tukar guling SMP Negeri 56 Jakarta serta kasus Kampar adalah sebongkah cerminan dari kondisi pendidikan di Indonesia, dimana kalangan pendidik dan kepentingan pendidikan masihlah sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama, dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa.

Sementara di berbagai daerah, pendidikan pun masih berada dalam kondisi keprihatinan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak-anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.

Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar-gencarnya ditumbuhsuburkan di Indonesia.

Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijasah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini.

Pendidikan juga saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Ironinya, ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternatif, sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pemberontakan.

Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.

Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih ditujukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Hari Pendidikan Nasional tahun ini di tengah-tengah pertarungan politik Indonesia sudah selayaknya menjadi sebuah tonggak bagi bangkitnya bangsa Indonesia dari keterpurukan serta lepasnya Indonesia dari ?penjajahan?? bangsa asing. Sudah saatnya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri dengan sebuah kesejahteraan sejati bagi seluruh masyarakat Indonesia.

 

http://timpakul.web.id/pendidikan.html

 

Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Filosofi pendidikan

Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.

Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, “Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya.”

Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

 

Sistem Pendidikan di Indonesia dalam Kacamata “Pendidikan Kritis”

 

Jumat, 16 Okt ’09 15:56

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,……..” (Pembukaan UUD 1945 Alinea IV)

 

            Berdasarkan kutipan di atas, salah satu tujuan Negara Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsaFounding People  telah merumuskan tujuan negara tersebut bersama dengan konstitusi tertulis Indonesia. Menurut tujuan negara tersebut jelas terlihat bahwa pendiri bangsa memiliki komitmen yang kuat dalam bidang pendidikan. Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan aspek penting untuk meciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta berkontribusi bagi pembangunan negara.

            Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwaPendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari rumusan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki peranan yang penting sehingga diperlukan adanya sistem yang dapat mengakomodir fungsi dan tujuan agar tercipta sinergitas antara fungsi dan tujuan tersebut.

Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari penolakan keras hingga kritik terhadap sistem tersebut.

Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa  sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru. Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan proses pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai sebagai hasil akhir, bukan dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan paradigma pendidikan. Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum Laude  tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan. Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses kreatifitas yang justru dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat.

Dalam pandangan kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan “ideologi dominan” yang tengah berlaku di masyarakat, menantang sistem yang tidak adil serta memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain, tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan struktur yang tidak adil. Konsep yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire, seorang pemikir berkebangsaan Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam hal ini, sistem pendidikan menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek. Sedangkan realita sosial yang terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi pembelajaran. Proses ini mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran kritis dari tiap individu.

Terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada nilai akhir, maka konsep “pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat merubah paradigma pendidikan tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada nilai agaknya perlu diikuti dengan perubahan sistem yang lebih “humanis” dan berkeadilan karena mengingat kembali bahwa tujuan yang diemban negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pancasila. Pada akhirnya, pendidikan tak hanya dimaknai sekedar ajang mencari nilai bagus dan ijazah sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih dari itu, pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia dan membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi bagi peradaban bangsa.

http://persma.com/baca/2009/10/16/sistem-pendidikan-di-indonesia-dalam-kacamata-pendidikan-kritis.html

 

Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru…yang katanya lebih oke lah, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan…atau apapun. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Ini adalah protet buram masyarakat Indonesia yang memuja gelar melampaui batas. Dengan titel, seakan-akan masa depan lebih mudah. Padahal, nasib ditentukan oleh kerja keras…dan sebagian masyarakat Indonesia mencari jalan pintas. Tak heran, jika kasus wakil rakyat yang melakukan jual beli gelar agar kelihatan mentereng menyeruak di mana-mana. Dan dengan kepala kosong, mereka mencoba mengkonsepsikan pemerintahan Indonesia. Apa yang terjadi? Undang-undang sekedar lobi-lobi politik dimana semuanya UUD (ujung-ujungnya duit)

 

http://forum.kompas.com/sekolah-pendidikan/32943-sistem-pendidikan-di-indonesia.html

 

 

PROBLEMATIKA SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA & GAGASAN BASED SYARIA’ EDUCATION

  1. PENGANTAR

Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa) asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya.

Fitrah kehidupan manusia adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-aturan kehidupan yang telah ditetapkan oleh penciptanya, yaitu Allah Swt karena Dia yang paling mengetahui segalanya tentang makhluk ciptaan-Nya.

Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku

Kemudian juga firman-Nya:
Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas ampunan-Nya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin di dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An-Najm[53]:32)

Fitrah ini pula yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia pada posisi yang seharusnya yaitu sebagai makhluk paling mulia yang diciptakan Allah Swt yang diantaranya dapat tetap terpelihara dengan didukung oleh keberhasilan suatu proses pendidikan.
Sebagaimana Firman-Nya:
(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar [39]:9)
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadalah [58]:11)

Adapun terkait dengan tuntutan untuk membangun sebuah peradaban dunia dengan islam adalah adanya perintah dari As-Syari’ (Allah Swt) yang tegas dinyatakan dalam Al-qur’an maupun As-Sunnah, baik yang menyangkut tuntutan untuk menghukumi seluruh problematika kehidupan dengan islam, kewajiban menegakan khilafah islam yang akan mengemban dakwah dan jihad ke berbagai penjuru dunia, maupun kewajiban untuk menjaga keberlangsungan kehidupan islam tersebut yang diantaranya pula membutuhkan keberadaan sistem pendidikan.

Sehingga, penguasaan terhadap ilmu, pengetahuan-teknologi, aspek-aspek materi (hasil-hasil teknologi) dan kemajuan-kemajuan lainnya merupakan sesuatu yang harus disadari oleh kaum muslimin sebagai kebutuhan dan kewajiban yang harus selalu dilaksanakan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan (peradaban) islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Firman-Nya dalam Al-qur’an:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab [33]:36)

Ataupun firman-Nya yang berkaitan dengan kewajiban mempersiapkan kekuatan kaum muslimin:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. (QS. Al-Anfal [8]:60)

Mempersiapkan kekuatan (persenjataan, pasukan, teknologi, strategi, dsb) untuk menghadapi musuh-musuh islam, merupakan aktifitas kewajiban bagi Daulah Khilafah dan kaum muslimin yang untuk mengimplementasikannya memerlukan dukungan sumber daya manusia yang cerdas, terlatih dan pandai, dimana mereka semua dapat dihasilkan melalui suatu proses pendidikan yang berkualitas tentunya.
Sedangkan hadits Rasulullah Saw yang berkaitan dengan kewajiban penyelenggaraan pendidikan oleh negara bagi kaum muslimin, antara lain:

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi) ataupun,
Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri china (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi dari Annas RA)

Kemudian,

Seorang imam (kepala negara) adalah bagaikan penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (HR. Akhmad, Syaikhan, Tirmidzi)

Hadits di atas menunjukan bahwa pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Sedangkan negara merupakan pihak yang wajib memberikan layanan pendidikan tersebut kepada rakyatnya sebagai implementasi dari tanggung jawab yang diamanahkan kepada pemerintah tersebut. Dengan demikian kaum muslimin pun telah mendapatkan kemudahan jalan menuju syurga melalui aktifitas pendidikan sebagaimana yang dijanjikan dan juga dipersyaratkan oleh Allah Swt, bahwa:

Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan baginya menuju syurga. (HR. Muslim dan Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Kemudian,
Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan hidup di dunia, maka hendaklah dicapai dengan ilmu. Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan hidup di akhirat, maka hendaklah dicapai dengan ilmu. Dan barang siapa menghendaki kebahagiaan keduanya (dunia dan akhirat), maka hendaklah dicapai dengan ilmu. (HR. Thabrani)

Saat ini Indonesia sebagai salah satu negeri kaum muslimin terbesar telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena kekeliruan dalam menyelenggarakan sistem pendidikan nasionalnya. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Berdasarkan definisi ini maka terdapat beberapa kecakapan hidup yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah menempuh suatu proses pendidikan.

Berangkat dari definisi di atas maka dapat difahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.” Perlu difahami bahwa sekularisme bukanlah pandangan hidup yang tidak mengakui adanya Tuhan. Melainkan, meyakini adanya Tuhan sebatas sebagai pencipta saja, dan peranan-Nya dalam pengaturan kehidupan manusia tidak boleh dominan. Sehingga manusia sendirilah yang dianggap lebih berhak untuk mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus memarjinalkan peranan Tuhan.

Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi derivatnya seperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi UU No.20/2003, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta berbagai rancangan UU dan PP yang kini tengah di persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen, RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasar dan Menengah, dsb). Kemudian dalam cakupan yang lebih operasional, maka peraturan menteri; peraturan daerah yang dibuat para gubernur, walikota/bupati; serta keseriusan para anggota DPRD juga memiliki andil yang besar untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam lingkup daerah. Adapun berkembangnya dinamika sosial sebagai bentuk aksi-reaksi masyarakat terhadap keberlangsungan berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial-budaya, bahkan ideologi) ditengah-tengah mereka juga turut mempengaruhi dinamika pendidikan, karena berbagai bidang kehidupan tersebut realitasnya merupakan subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam suatu sistem yang lebih besar yaitu sistem pemerintahan. Pendidikan merupakan salah satu subsistem yang sentral, sehingga senantiasa perlu mendapatkan perhatian dan perbaikan dalam menjaga kontinuitas proses kehidupan dalam berbagai aspek di tengah-tengah masyarakat (negara) tersebut (input-proses-output). Demikian, dalam upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional ternyata memerlukan adanya perbaikan pula dalam aspek sistemik (regulasi) serta meningkatnya kontrol sosial dari masyarakat.

Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001).

Kemudian berdasarkan laporan dari United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara ditambah wilayah khusus Hong Kong dan wilayah pendudukan Palestina yang diteliti Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108). Data yang termuat dalam situs http://www.undp.org/hdr2004 terasa menyakitkan jika posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135) (www.suara pembaruan.com/16 juli 2004 dan Pan Mohamad Faiz. 2006).

Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya.

  1. PEMETAAN MASALAH PENDIDIKAN

Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholder yang terkait.

 

A. Permasalahan Pendidikan Sebagai Suatu Sub-Sistem
Sebagai salah satu sub-sistem di dalam sistem negara/ pemerintahan, maka keterkaitan pendidikan dengan sub-sistem lainnya diantaranya ditunjukan sebagai berikut:

Pertama, berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.

Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003 Pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan bahwa (1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. Sedangkan dalam pasal 54 disebutkan pula (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

Berdasarkan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional saat ini akan dialihkan dari negara kepada masyarakat dengan mekanisme BHP (lihat RUU BHP dan PP tentang SNP No.19/2005) yaitu adanya mekasnisme Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada tingkat SD-SMA dan Otonomi Pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi. Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bashwir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Kenyataan yang menunjukan bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan jasa komoditas adalah data dari Balitbang Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp 1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total (Koran Tempo, 07/03/2007). Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya padahal pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah. (www.worldbank.com)

Kedua, berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandasakan sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh), materialistik (money oriented), dan lainnya di dalam kehidupan masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyam pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada tujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian (shaksiyah) yang utuh berdasarkan pandangan syari’at islam). Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003 pasal 3 yang menunjukan paradigma pendidikan nasional, dalam bab VI menjelaskan tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang membedakan antara pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Selain itu dapat pula dilihat dalam regulasi derivatnya seperti PP tentang SNP No.19/2005, RUU Wajib Belajar dan RUU BHP.

Dalam paradigma materialistikpun indikator keberhasilan belajar siswa setelah menempuh proses pendidikan dari suatu jenjang pendidikan saat ini adalah dengan perlakuan yang sama secara nasional pemerintah mengukurnya berdasarkan perolehan angka Ujian Nasional (UN) yang dahulu disebut sebagai Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), indikator itupun hanya pada tiga mata pelajaran saja (Matematika/Ekonomi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris) yang ketiganya tersebut berbasis pada aspek kognitif (pengetahuan). Pemerintah (Mendiknas) menilai bahwa UN sangat tepat untuk dijadikan sebagai alat ukur standar pendidikan, dan hasil UN sangat riil untuk dijadikan alat meningkatkan mutu pendidikan (Senin 12/2/07. http://www.indonesia.go.id). Di sisi lain, aspek pembentukan kepribadian (shaksiyah) yang utuh dalam diri siswa, tidak pernah menjadi indikator keberhasilan siswa dalam menempuh suatu proses pendidikan, sekalipun dalam sekolah yang berbasis agama (lihat standar kompetensi dan kelulusan siswa dalam PP No.19/2005).

Fenomena pergaulan bebas di kalangan remaja (pelajar) yang di antara akibatnya menjerumuskan para pelajar pada seks bebas, terlibat narkotika, perilaku sarkasme/kekerasan (tawuran, perpeloncoan), dan berbagai tindakan kriminal lainnya (pencurian, pemerkosaan, pembunuhan) yang sering kita dapatkan beritanya dalam tayangan berita kriminal di media massa (TV dan koran khususnya), merupakan sebuah keadaan yang menunjukan tidak relevannya sistem pendidikan yang selama ini diselenggarakan dengan upaya membentuk manusia indonesia yang berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional sendiri (Psl.2 UU No.20/2003), karena realitas justru memperlihatkan kontradiksinya. Siswa sebagai bagian dari masyarakat mendapatkan pendidikan di sekolah dalam rangka mempersiapkan mereka agar dapat lebih baik ketika menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Namun karena kehidupan di tengah-tengah masyarakat secara umum berlangsung dengan sekuler, ditambah lagi dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan dalam kerangka sekulerisme juga, maka siklus ini akan semakin mengokohkan kehidupan sekulerisme yang makin meluas. Oleh karenanya standar kelulusan secara nasional bagi siswa, hendaknya juga melibatkan assesment (penilaian) terhadap aspek kepribadian (pola fikir dan perilaku) yang telah terbentuk dalam individu siswa berdasarkan hasil pendidikan (akhlak) di sekolahnya, selain juga assesment terhadap keterampilan yang telah dimiliki siswa untuk menempuh kehidupan di dalam masyarakat.

Ketiga, berlangsungnya kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter politikus machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam perumusan kebijakan pendidikan indonesia. Perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang sudah berlangsung sejak 2004 dinilai oleh pengamat ekonomi Tim Indonesia Bangkit (TIB) Revrisond Bashwir sebagai agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi sektor pendidikan. Semua satuan pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Selain itu dalam beberapa kebijakan operasional sisdiknas yang dikeluarkan pemerintah ternyata kadangkala didukung pula oleh dana yang jumlahnya tidak sedikit, meskipun dalam implementasinya banyak masyarakat yang menilai sering terjadi salah sasaran bahkan penyimpangan. Sebagai contoh kebijakan Mendiknas, Bambang Sudibyo yang tetap melaksanakan UN pada tahun ajaran 2005/2006 ternyata berkaitan dengan dana yang tersedia untuk program tersebut sangat besar, padahal berbagai aliansi masyarakat telah mengajukan penolakan. Diantaranya, Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP), National Education Watch (NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The Center for the Betterment Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi Guru Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tanggerang (FKGKT), Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education Club (JTEC), dan Indonesia Corruption Watch (ICW), berdasarkan kajian terhadap UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, Koalisi Pendidikan menemukan beberapa kesenjangan (www.tokohindonesia.com). Bahkan saat ini untuk UN 2006/2007 pemerintah telah mengalokasikan subsidi dana Rp 244 milyar, untuk subsidi siswa SMP Rp 136 miliar, siswa SMA/MA Rp 93 miliar dan Rp 15 miliar lainnya untuk honor tim pemantau independen. Dengan adanya subsidi tersebut Mendiknas menyatakan bahwa otomatis peserta UN tidak dipungut biaya apapun alias gratis (Senin 12/2/07. http://www.indonesia.go.id). Dalam operasionalnya dana tersebut diperuntukan juga untuk pembuatan soal, pencetakan dan penggandaan soal (yang tentu melibatkan perusahaan rekanan) serta hal-hal lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan UN (Permendiknas No. 45/2006).

Demikianlah uraian problematika pendidikan nasional yang ditinjau dari eksistensinya sebagai suatu sub-sistem (sistem cabang) ternyata erat kaitannya dengan pengaruh dari sub-sistem yang lain (ekonomi, politik, sosial-budaya, ideologi, dsb). Sistem pendidikan nasional juga merupakan bagian dari penyelenggaraan sistem kehidupan di Indonesia saat ini.

B. Permasalahan Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem Kompleks

Dalam kaitan pendidikan sebagai suatu sistem, maka permasalahan pendidikan yang saat ini tengah berkembang diantaranya tergambar dengan pemetaan sebagai berikut:

Sumber : Disdik Provinsi Jawa Barat (Makalah Seminar Pendidikan Nasional-UPI Expo 2006)
Oleh karena itu, berdasarkan pemetaan di atas maka masalah pendidikan nasional dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Pemerataan Pendidikan

1. Keterbatasan Aksesibilitas dan Daya Tampung

Gerakan wajib belajar 9 tahun merupakan gerakan pendidikan nasional yang baru dicanangkan oleh pemerintahan Suharto pada tanggal 2 Mei 1994 dengan target tuntas pada tahun 2005, namun kemudian karena terjadi krisis pada tahun 1997-1999 maka program ini diperpanjang hingga 2008/2009. Sasaran program ini berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dalam PP No.7/2005 adalah dengan target Angka Partisipasi Kasar (APK) 94% (APK= perbandingan antara jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia tertentu) yaitu meningkatnya siswa SLTP dari 3,67 juta orang pada tahun 2004/2005 menjadi 4,04 juta orang pada tahun 2009. Sedangkan target Direktorat SMP, Dirjen Mandikdasmen Depdiknas adalah APK 95% pada tahun 2008 yang artinya 1,9 juta anak harus terlayani ke SMP. Tahun 2005, APK SMP baru mencapai 85,22% yang menunjukan adanya selisih 9,78% dari target 95% sehingga perlu adanya pencapaian kenaikan rerata APK sebesar 3,26% pada setiap tahunnya. Tahun 2006 ditargetkan adanya kenaikan 4,64% atau 526.000 anak usia 13-15 tahun harus tertampung di jenjang SLTP/ Sederajat (Panduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun, UPI 2006).

Berkaitan dengan pencapaian APK dan APM, hingga tahun 2003 secara nasional ketercapaiannya ternyata masih rendah, hal ini didasarkan pada indikator: (1) anak putus sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan (usia 7-15) sekira 693.700 orang atau 1,7%, (2) putus sekolah SD/MI ke SMP/MTs dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan menengah mencapai 2,7 juta orang atau 6,7% dari total penduduk usia 7-15 tahun (Pusat Data dan Informasi Depdiknas,2003). Namun, baru-baru ini pemerintah menyatakan optimismenya bahwa penuntasan wajib belajar akan berjalan sukses pada 2008. Keyakinan ini didasarkan atas indikator pencapaian APM SD dan APK SMP pada akhir 2006 berturut-turut mencapai 94,73 persen dan 88,68 persen dari 95 persen target yang dicanangkan pada 2008 (8/3/2007,www.tempointeraktif.com).

Kondisi ini sebenarnya belum menunjukan bahwa pemerintah telah berhasil dalam menyelesaikan problematika aksesibilitas pendidikan secara tuntas, karena indikator angka-angka di atas belum merepresentasikan aksesibilitas terhadap seluruh warga negara usia sekolah SD dan SMP.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004, menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah anak usia 7-12 tahun adalah 96,77 persen, usia 13-15 tahun mencapai 83,49 persen, dan anak umur 16-18 tahun 53,48 persen. Hasil riset UNDP 2004, yang kemudian dipublikasikan dalam Laporan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2006, juga memperlihatkan gejala serupa. Rasio partisipasi pendidikan rata-rata hanya mencapai 68,4 persen. Bahkan, masih ada sekitar 9,6 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas yang buta huruf. (www.republikaonline.com)

2. Kerusakan Sarana/ Prasarana Ruang Kelas

Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka bagaimana mungkin proses pendidikan dapat berlangsung secara efektif?

Sebagai contoh, problematika yang terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan usulan yang disampaikan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat Jumlah sarana/ prasarana sekolah yang mengalami kerusakan dan segera memerlukan rehabilitasi yaitu, kebutuhan rehabilitasi SD sebanyak 42.492 ruang kelas, MI sebanyak 6.523 ruang kelas, SMP sebanyak 6.767 ruang kelas, dan MTs sebanyak 2.729 ruang kelas. Sedangkan untuk pembangunan ruang kelas baru, SMP dibutuhkan sebanyak 5.628 ruang kelas baru dan MTs sebanyak 1.706 ruang kelas baru. Berdasarkan rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru tersebut, maka dibutuhkan dana keseluruhan sebesar Rp 2.838.770.000.000. Anggaran kebutuhan sebesar Rp 2,8 triliun tersebut, tidak mungkin ditangani seluruhnya oleh APBD. Untuk itu, berdasarkan kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Jawa Barat, dan para Bupati/Walikota se-Jawa Barat, pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan sharing antara Pemerintah Pusat sebesar 50% atau sekitar Rp 1,4 triliun, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 30% atau sekitar Rp 840 miliar, sisanya 20% atau sekitar Rp 560 miliar dari 25 Kota/Kabupaten di Jawa Barat. (Sumber: Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar).

Menurut Kadisdik Jabar Dr. H. Dadang Dally, M.Si (PR,15/07/2005), berdasarkan catatan beban Provinsi Jabar untuk setiap tahun kebutuhan biaya menambah dan merehabilitasi bangunan SD/MI saja butuh dana sebesar Rp 251 miliar, terdiri dari penambahan ruang kelas sebanyak 792 ruang senilai Rp 31,6 miliar, rehab total ruang kelas sebanyak 4.317 ruang senilai Rp 129,5 miliar dan rehabilitasi sedang ruang kelas sebanyak 6.045 sebesar Rp 90,6 miliar. Kemudian kebutuhan biaya untuk mencegah dan menanggulangi DO pada tingkat SD/MI sebesar Rp 149,8 miliar. Dengan demikian untuk biaya pembangunan dan rehabilitasi ditambah penanggulangan drop out SD/MI saja setiap tahunnya mencapai Rp 410 miliar. Sedangkan kemampuan anggaran pemerintah untuk pembangunan pendidikan di Jabar hanya mampu untuk mengantisipasi kedua hal tersebut. Adapun kemampuan daerah-daerah untuk pembangunan bidang pendidikan setiap tahunnya hanya antara Rp 5 miliar sampai Rp 25 miliar, anggaran tersebut hanya akan menjangkau kebutuhan minimal.

Klaim bahwa pemerintah daerah di lingkungan jawa barat memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diungkapkan di atas, tentu merupakan koreksi bagi pemerintah itu sendiri, yaitu mengapa selama ini alokasi untuk program yang lain alokasinya cukup besar, tetapi untuk program pendidikan jauh lebih kecil. Sebagaimana misalnya dalam APBD Kota Bandung 2007 alokasi anggaran untuk sebuah tim sepakbola Persib Bandung yang lebih bersifat hobi dan penghamburan ketimbang suatu program pembangunan besarannya ternyata mencapai Rp 15 Milyar, bahkan jumlah tersebut masih dianggap kurang.

3. Kekurangan Jumlah Tenaga Guru

Guru sebagai pilar penunjang terselenggarannya suatu sistem pendidikan, merupakan salah satu komponen strategis yang juga perlu mendapatkan perhatian oleh negara. Misalnya dalam hal penempatan guru, bahwa hingga sekarang ini jumlah guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri masih sangat kurang.
sebagai contoh dalam lingkup Jawa Barat saja menurut Drs. H. Iim Wasliman, M.Pd., M.Si. (Kadisdik Jabar tahun 2002) bahwa kondisi minimnya jumlah guru dibandingkan kebutuhan yang ada sudah sering dilontarkan. Bukan hanya di tingkat daerah, tapi juga telah menjadi persoalan nasional. Di Jawa Barat sendiri, masih dibutuhkan sekira 64 ribu guru guna mengisi kekurangan di sekolah-sekolah. Dengan perincian, 40 ribu guru untuk sekolah dasar (SD), 18 ribu untuk sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), 6 ribu untuk sekolah menengah umum (SMU), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Kurangnya jumlah guru ini jelas merupakan persoalan serius karena guru adalah ujung tombak pendidikan. Kekurangan tersebut membuat beban guru semakin bertumpuk sehingga sangat berpotensi mengakibatkan menurunnya kualitas pendidikan. Sementara itu, siapa pun mungkin akan setuju mengatakan bahwa pendidikan adalah salah satu fondasi dalam membangun bangsa. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada proses pendidikan yang dilaluinya. Jika proses itu berjalan buruk, jangan harap kualitas yang dihasilkan akan baik. Dengan kata lain, teruslah bermimpi menjadi bangsa besar jika pendidikan tidak menjadi prioritas dalam proses pembangunan (Pikiran Rakyat, 06/10/2002)

Sementara itu Dany Setiawan mengungkapkan bahwa saat ini terdapat masalah kekurangan guru sebanyak 88.500 lebih terutama untuk jenjang pendidikan dasar di Jabar, sementara di sisi lain sebanyak 48.000 guru bantu tengah menanti pengangkatan, dimana persoalan pengangkatan guru menjadi pegawai negeri sipil (PNS) merupakan wewenang pusat. Untuk sementara, melalui APBD pemprov jabar telah menganggarkan tenaga guru bantu sementara yang diberikan tunjangan sebesar Rp 1 juta per orang. Namun, jumlahnya yang hanya kurang lebih 1.500 tentu saja masih belum bisa menutupi kekurangan yang mencapai 80 ribu lebih. Sedangkan anggota Komisi E DPRD Jabar yang membidangi masalah pendidikan Ani Rukmini menegaskan, Pemprov Jabar semestinya mendesak secara kuat kepada pemerintah pusat untuk segera memunculkan solusi atas persoalan kekurangan tenaga guru serta kepastian nasib para guru bantu, bahwa kekurangan tenaga guru ini harus segera ditutupi secara permanen, jangan dengan mekanisme ‘tambal sulam’ seperti saat ini. Pemprov Jabar pada APBD 2005 memang sudah menganggarkan dana untuk menggunakan guru bantu secara sementara di daerah pelosok dengan gaji masing-masing sebesar Rp 1 juta. Tapi, jumlahnya tidak memadai yakni hanya 1.500 sampai 1.600 orang yang direkrut.

  1. Pengelolaan dan Efisiensi

Masalah pengelolaan dan efisiensi pendidikan diantaranya dikelompokan berdasarkan tiga hal yaitu:

1. Kinerja dan Kesejahteraan Guru Belum Optimal

Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di kalangan pendidik. Berdasarkan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang Hak dan Kewajiban diantaranya, bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus, serta berbagai maslahat tambahan kesejahteraan.

Undang-undang tersebut memang sedikit membawa angin segar bagi kesejahteraan masyarakat pendidik, namun dalam realisasinya ternyata tidak semanis redaksinya. Sebagai contoh, Kompas (6/2/2007) memberitakan bahwa sejumlah guru di Kota Bandung menyesalkan pernyataan Menteri Pendidikan Nasional yang berencana memperberat penerimaan insentif rutin dan mengaitkan dengan syarat sertifikasi. Pandangan keberatan ini beberapa di antaranya dilontarkan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Bandung Kustiwa dan Sekretaris Jendral Forum Aksi Guru Independen (FAGI) Kota Bandung Iwan Hermawan. Keduanya sependapat, tunjangan fungsional tidak ada kaitan sama sekali dengan syarat sertifikasi guru. Hal ini karena keberadaan tunjangan fungsional dan profesi secara prinsip sebetulnya tidak saling terkait. Tunjangan fungsional lebih dianggap sebagai kebijakan yang melekat secara otomatis pada profesi guru, terlepas sejauhmana profesionalnya bersangkutan. Jadi, jelas berbeda dengan tunjangan profesi yang pada prinsipnya bertujuan memacu profesionalitas guru. Sementara itu, Sekjen FAGI Iwan Hermawan mengatakan, sikap Mendiknas tentang pemebrian tunjangan fungsional yang berpijakan pada keterbatasan anggaran dianggap sebuah inkonsistensi.

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Baru-baru ini Mendiknas Bambang Sudibyo menyatakan akan menaikkan tunjangan guru dalam APBN 2007. Guru PNS dinaikkan Rp 100 ribu, sedangkan non-PNS dari tunjangan Rp 115.000 naik menjadi Rp 200.000. Sebanyak 556.418 guru madrasah non-PNS mendapat tunjangan fungsional sebesar Rp 200 ribu per orang., kenaikan tunjangan fungsional sebesar Rp 100.000 per orang. Kenaikan akan dibayarkan melalui Dana Alokasi Umum (DAU).

Dengan kenaikan itu, mulai Januari 2007, guru PNS golongan II yang berjumlah 169.001 mendapat tunjangan fungsional sebesar Rp 286.000 per bulan per orang. Golongan III mendapat Rp 327.000 per bulan per orang. Golongan IV menjadi Rp 389.000 per orang per bulan.
Namun dalam APBN 2007, alokasi tersedia baru Rp 223.200 untuk golongan II, Rp 272.400 untuk golongan III dan Rp 346.800 untuk golongan IV. Dengan kenaikan tunjangan guru tersebut, anggaran pendidikan 2007 meningkat. Dari Rp 40.255.857.973 pada 2006 menjadi Rp 44.058.392.664 untuk 2007. 

Permasalahan kesejahteraan guru biasanya akan berimplikasi pada kinerja yang dilakukannya dalam melaksanakan proses pendidikan. Berdasarkan hasil survei dari Human Development Index (HDI) menunjukkan bahwa sebanyak 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMU, dan 34% guru SMK belum memenuhi standardisasi mutu pendidikan nasional. Lebih berbahaya lagi jika dilihat dari hasil temuan yang menunjukkan 17,2% guru di Indonesia mengajar bukan pada bidang keahlian mereka. 

Guru sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Sebagai sebuah pekerjaan, tentu dengan menjadi seorang guru juga diharapkan dapat memperoleh kompensasi yang layak untuk kebutuhan hidup. Dalam teori motivasi, pemberian reward dan punishment yang sesuai merupakan perkara yang dapat mempengaruhi kinerja dan mutu dalam bekerja, termasuk juga perlunya jaminan kesejahteraan bagi para pendidik agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang selama ini masih terpuruk. Dalam hal tunjangan, sudah selayaknya guru mendapatkan tunjangan yang manusiawi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya mengingat peranan dari seorang guru yang begitu besar dalam upaya mencerdaskan suatu generasi.

2. Proses Pembelajaran Yang Konvensional

Dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.

Dalam PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan disebutkan dalam pasal 19 sampai dengan 22 tentang standar proses pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Adanya keteladanan pendidik, adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Kenyataan saat ini, banyak diantara pendidik di kota bandung yang masih melaksanakan proses pembelajaran secara konvensional bahkan diantaranya belum menguasai teknologi informasi seperti komputer dan internet. Sebagaimana di beritakan dalam http://www.Pikiran Rakyat.com (03/2004) bahwa ternyata di kota Bandung banyak guru SD yang belum menguasai komputer dan internet. Menurut Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Kota Bandung, hanya sebagian kecil guru yang sudah menguasai teknologi tersebut, padahal menguasai komputer akan mempermudah tugas guru, misalnya ketika memproses nilai-nilai siswa. Terutama guru-guru yang sudah lama mengabdi, sedikit sekali menguasai komputer dan mengakses internet. Apalagi guru-guru SD, sehingga sekarang ini pada umumnya kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi ini kalah oleh para siswanya. Padahal, dengan penguasaan teknologi informasi tersebut akan mempermudah tugas rutin para guru. Selama ini, tugas tersebut dilakukan guru secara manual. Kurangnya penguasaan komputer tersebut bukan karena tidak tersedianya sarana komputer di sekolah, namun karena kurang kemampuan dan kemauan. Sehingga, komputer tersebut lebih banyak digunakan oleh bagian tata usaha. Akibatnya, saat seorang guru yang memerlukan jasa komputer, cenderung untuk minta bantuan tenaga karyawan tata usaha.

Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.

3. Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai

Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (ayat 1).

Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas, melainkan harus sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah. Dalam tahun 2007 ini, pemerintah melalui Ketua Satker Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM Dinas Pendidikan Jabar, Drs. Ismail M.Z menyatakan bahwa Dana bantuan operasional sekolah (BOS) buku akan dicairkan 22 Februari 2007 atau satu minggu setelah dana BOS reguler cair. Sedangkan dana BOS buku tahun 2007 untuk Jawa Barat mencapai Rp 131, 088 miliar lebih bagi 5.958.577 siswa, masing-masing untuk tingkat SD, MI, dan SDLB mencapai 4.618.979 siswa dan tingkat SMP, MTs, dan SMPLB sebanyak 1.339.598 siswa.

Dana BOS buku 2007 akan dicairkan karena dana BOS buku tahun 2006 sudah terserap semuanya. Meski dalam pelaporan serapan dana BOS buku 2006 belum masuk semua ke Satker PKPS BBM tingkat kabupaten/kota. Unit cost untuk setiap siswa dari BOS buku ini Rp 22.000 yang diperuntukkan untuk membeli satu buah jenis buku. Jadi kalau dijumlahkan dana BOS buku, baik untuk siswa tingkat SD maupun SMP sekitar Rp 131,088 miliar lebih. Selain itu, buku yang dibeli juga harus sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 11 Tahun 2005. Jumlah penerbit yang telah mendapatkan sertifikat dan sesuai menurut Permendiknas No. 11 Tahun 2005 sebanyak 98 penerbit dan ratusan judul buku. Ke-98 penerbit tersebut jika dirinci, untuk penerbit buku matematika sebanyak 31 penerbit, bahasa Indonesia sebanyak 45 penerbit, dan bahasa Inggris sebanyak 22 penerbit (www. Klik-galamedia.com, 08 Februari 2007).

  1. Pengelolaan dan efisiensi

1. Penyelenggaraan Otonomi Pendidikan

Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi pendidikan, sebagaimana mengacu pada UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan yang menyebutkan: (1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. (4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-undang tersendiri.

Berdasarkan pasal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab negara melainkan diserahkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 RUU Badan Hukum Pendidikan disebutkan bahwa Kemandirian dalam penyelengaraan pendidikan merupakan kondisi yang ingin dicapai melalui pendirian BHP, dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi pada pendidikan tinggi. Hanya dengan kemandirian, pendidikan dapat menumbuhkembangkan kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitasnya.
Artinya pemerintah menilai bahwa selama ini terhambatnya kemajuan pendidikan indonesia diantaranya karena pengelolaan pendidikan yang sentralistis, sehingga perlunya kebijakan desentralisasi kewenangan (MBS dan otonomi pendidikan) untuk memajukan pendidikan indonesia.

Kenyataannya, kebijakan tersebut menuai berbagai sikap kontra dari masyarakat karena dinilai sarat dengan tekanan pihak asing (negara donor) yang menghendaki privatisasi lembaga –lembaga yang dikelola negara termasuk lembaga pendidikan, sehingga negara pun akan lepas tangan dari tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan secara penuh. Sebagaimana diungkapkan oleh komisi hukum nasional (KHN) bahwa dalam RUU BHP versi yang baru, semua bentuk pendidikan baik yang diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah daerah atau pemerintah harus berbentuk badan hukum yang sama yaitu badan hukum pendidikan. Oleh karenanya, jika RUU BHP disahkan – maka peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan pemerintah tentang BHMN tidak akan berlaku lagi. Perubahan yang terjadi antara konsep RUU lama dan yang baru, dapat diamati dari bunyi pasal 1 ayat 7 (versi lama), yang mengatur bahwa ”Penyelenggara adalah satuan pendidikan berstatus Badan Hukum Pendidikan (BHP)” dan “Semua satuan pendidikan tinggi harus berstatus Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT) (Pasal 2 ayat (1)”. Selain itu, disebutkan juga bahwa “Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat berstatus Badan Hukum Pendidikan Dasar Menengah (BHPDM)”.

Yang menjadi persoalan, apakah RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan tinggi kedepan? Bagaimana RUU ini meletakkan peran pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi serta bagaimana mengkonstruksi hubungan antara penyelenggara pendidikan (yayasan, perkumpulan, badan wakaf, pemerintah, dll) dengan satuan pendidikan? Apakah RUU BHP memberikan jaminan bagi terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan dalam rangka menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global ? Selain itu kebijakan otonomi pendidikan sendiri merupakan hal belum tentu dapat meningkatkan kualitas pendidikan, terutama bila makna otonomi itu sendiri ternyata bentuk lepas tangan pemerintah dengan menyerahkan penyelenggaraan pendidikan secara lebih besar porsinya kepada masyarakat. Padahal hakikatnya penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab negara/ pemerintah sebagai pihak yang diamanahi rakyat untuk mengatur urusan mereka dengan sebaik mungkin.

2. Keterbatasan Anggaran

Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1).

Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD ternyata masih sangat sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario yang diterapkan pun masih mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20% dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7 persen per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005), 12,01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1 % pada tahun 2006 (Pan Mohamad Faiz;2006).

Untuk tahun 2007 ini saja alokasi APBN untuk anggaran sektor pendidikan hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun.(www.tempointeraktif.com)
Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas oleh para pemilik modal.

3. Mutu SDM Pengelola Pendidikan

Sumber daya pengelola pendidikan bukan hanya seorang guru atau kepala sekolah, melainkan semua sumber daya yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan suatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari SDM pengelola pendidikan secara praktis tentu dapat menghambat keberlangsungan proses pendidikan yang berkualitas, sehingga adaptasi dam sinkronisasi terhadap berbagai program peningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban.

Dalam kaitannya dengan regulasi pengelolaan pendidikan maka yang dilakukan oleh pemerintah saat ini mengacu pada UU No.20/2003 dan PP No 19/2005 tentang SNP yang dalam pasal 49 tentang standar pengelolaan oleh satuan pendidikan yang intinya menyebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah menerapkan pola Manajemen Berbasis Sekolah, sedangkan untuk satuan pendidikan tinggi menerapkan pola Otonomi Perguruan Tinggi. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan diantaranya satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang : kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus; kalender pendidikan/akademik; struktur organisasi; pembagian tugas diantara pendidik; pembagian tugas diantara tenaga kependidikan; peraturan akademik; tata tertib satuan pendidikan; kode etik hubungan; biaya operasional satuan pendidikan.

Kemudian standar pengelolaan oleh pemerintah daerah (pasal 59) meliputi penyusunan rencana kerja pendidikan dengan memprioritaskan: wajib belajar; peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah; penuntasan pemberantasan buta aksara; penjaminan mutu pada satuan pendidikan; peningkatan status guru sebagai profesi; akreditasi pendidikan; peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat; dan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) bidang pendidikan.

Sedangkan standar pengelolaan oleh pemerintah (pasal 60) meliputi penyusunan rencana kerja tahunan dengan memprioritaskan program: wajib belajar; peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi; penuntasan pemberantasan buta aksara; penjaminan mutu pada satuan pendidikan; peningkatan status guru sebagai profesi; peningkatan mutu dosen; standardisasi pendidikan; akreditasi pendidikan; peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional dan global; pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) bidang pendidikan; dan penjaminan mutu pendidikan nasional.
Dengan memahami kerangka dasar penyelenggaraan pendidikan nasional yang berlandaskan sekulerisme, maka standar pengelolaan pendidikan secara nasionalpun akan sejalan dengan sekulerisme tersebut, semisal adanya mekanisme MBS dan Otonomi PT sebagaimana disebutkan di atas yang merupakan implementasi dari otonomi pendidikan.

  1. Relevansi pendidikan

1. Belum Menghasilkan Life Skill Yang Sesuai

Dalam kaitannya dengan life skill yang dihasilkan oleh peserta didik setelah menempuh suatu proses pendidikan, maka berdasarkan PP No.19/2005 sebagaimana dalam pasal 13 bahwa:1) kurikulum untuk SMP/MTs/ SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan kecakapan hidup. 2) pendidikan kecakapan hidup yang dimaksud meliputi kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
Selain itu ditetapkan pula standar kompetensi lulusan, dalam pasal 26 ditetapkan sebagai berikut: 1). Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 2). Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3). Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan kepribadianm akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. 4). Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan,

mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

Adapun kriteria penilaian hasil belajar dapat dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, maupun pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik diatur dalam pasal 64 antara lain penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama, akhlak mulia, pendidikan kewarganegaraan dan akhlak mulia dilakukan melalui: a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik, serta. b. Ulangan, ujian, dan atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajr kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dolakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk meniali perkembangan psikomotorik dan afektif peserta didik, dan; b. Ulangan dan atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka dalam menciptakan life skill yang diharapkan dimiliki oleh siswa ukuran yang digunakan adalah penilaian-penilaian di atas. Namun kenyataan sebaliknya justru menunjukan bahwa korelasi antara proses pendidikan selama ini dengan pembentukan kepribadian siswa merupakan hal yang dipertanyakan? Kasus tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba, dan berbagai masalah sosial lainnya merupakan indikator yang relevan untuk mempertanyakan hal ini.

2. Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat dan Potensi Daerah

Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang Kurikulum menyebutkan: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1) kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.

Masyarakat dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan peranan keluarga, lingkungan-masyarakat dan sekolah, sehingga jika salah satunya tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri.

3. Belum Optimalnya Kemitraan Dengan Dunia Usaha/ Dunia Industri

Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Sebagai contoh, sebagaimana diungkapkan oleh Kadisdik Jabar, Dadang Dally bahwa dunia usaha dan dunia industri merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Perihal kegiatan kerjasama dengan dunia usaha sinergitas telah mulai dilakukan. Prosesnya telah memasuki tahap inventarisasi. Implementasinya, dunia usaha didorong untuk membangun sekolah, bukan menggalang dana dari dunia usaha. (www.bapeda-jabar.go.id/2006)

Hal yang justru memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP maka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih luas untuk mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan dengan DU/DI tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai pihak yang berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return yang sepadan dari investasinya tersebut? Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
Dalam kaitan antara penyerapan DU/DI terhadap lulusan sekolah maka berdasarkan data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

  1. PEMECAHAN MASALAH

2.1. Solusi Masalah Mendasar

Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Penyelesaian itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Hal ini sangat penting dan utama. Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah aksesibilitas pendidikan, relevansi pendidikan, pengelolaan dan efisiensi, hingga kualitas pendidikan
Solusi masalah mendasar itu adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitu secara bersamaan melakukan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan sistem ekonomi yang kapitalistik menjadi islami, tatanan sosial yang permisif dan hedonis menjadi islami, tatanan politik yang oportunistik menjadi islami, dan ideologi kapitalisme-sekuler menjadi mabda islam, sehingga perubahan sistem pendidikan yang materialistik juga dapat diubah menjadi pendidikan yang dilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan karakteristiknya. Perbaikan ini pun perlu dilanjutkan dalam perbaikan aspek formalitas, yaitu dengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsep syari’ah islam.

Upaya perbaikan secara tambal sulam dan parsial, semisal perbaikan kurikulum, kualitas pengajar, sarana-prasarana dan sebagainya tidak akan dapat berjalan dengan optimal sepanjang permasalahan mendasarnya belum diperbaiki.

Salah satu bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan (Syari’ah) Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.

2.2 Solusi Untuk Permasalahan Derivat

Seperti diuraikan di atas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain :
1) Keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung,
2) Kerusakan sarana dan prasarana,
3) Kekurangan tenaga guru,
4) Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal,
5) Proses pembelajaran yang konvensional,
6) Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai,
7) Otonomi pendidikan.
 Keterbatasan anggaran
9) Mutu SDM Pengelola pendidikan
10) Life skill yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan
11) Pendidikan yang belum berbasis masyarakat dan lingkungan
12) Kemitraan dengan DU/DI

 

Untuk menyelasaikan masalah-masalah cabang di atas, diantaranya juga tetap tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian masalah mendasar. Sehingga dalam hal ini diantaranya secara garis besar ada dua solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial, ideologi, dan lainnya. Dengan demikian, penerapan ekonomi syari’ah sebagai pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigma pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biaya yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki sumber dana (capital). Penerapan sistem politik islam sebagai pengganti sistem politik sekuler akan memberikan paradigma dan frame politik yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat sebagai bentuk perjuangan untuk menjamin terlaksananya pengaturan berbagai kepentingan ummat oleh penguasa termasuk diantaranya dalam bidang pendidikan. Sehingga bukan malah sebaliknya menyengsarakan ummat dengan memaksa mereka agar melayani penguasa. Penerapan sistem sosial yang islami sebagai pengganti sistem sosial yang hedonis dan permisif akan mampu mengkondisikan masyarakat agar memiliki kesadaran yang tinggi terhadap kewajiban terikat pada hukum-hukum syari’at sehingga peran mereka dalam mensinergiskan pendidikan di sekolah adalah dengan memberikan tauladan tentang aplikasi nilai-nilai pendidikan yang diperoleh siswa di sekolah.

Secara keseluruhan perbaikan sistem ini akan dapat terlaksana jika pemerintah menyadari fungsi dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Rasulullah Saw bersabda:
Seorang Imam ialah (laksana) penggembala dan Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya) (HR. Muslim)

Kedua, solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Diantaranya:
Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik ummat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar. Penyusunan kurikulum yang berlandaskan pada nilai-nilai syari’ah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Melarang segala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni baik yang berasal dari islam maupun hadharah ’am) dan mempersiapkan mereka untuk mendapatkan bagiannya dalam kehidupan di akhirat kelak dengan adanya penguasaan terhadap tsaqofah islam dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

  1. SISTEM PENDIDIKAN BERBASIS SYARI’AH

Seperti diungkapkan di atas, bahwa sistem pendidikan Islam merupakan alternatif solusi mendasar untuk menggantikan sistem pendidikan sekuler saat ini. Bagaimanakah gambaran sistem pendidikan Islam tersebut? Berikut uraiannya secara sekilas.

3.1 Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter (khas) islami. Antara lain:

Pertama, berkepribadian Islam (shaksiyah islamiyah). Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (‘aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam.

Untuk mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:
1. Menanamkan akidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut, yaitu sebagai ‘aqîdah ‘aqliyyah; akidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam.
2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqâmah pada orang yang sudah memiliki akidah Islam agar cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi akidah yang diyakininya.
3. Mengembangkan kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah islâmiyyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.

Kedua, menguasai perangkat ilmu dan pengetahuan (tsaqâfah) Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1. Ilmu yang termasuk fardhu ‘ain (kewajiban individual), artinya wajib dipelajari setiap Muslim, yaitu tsaqâfah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam; bahasa Arab; sirah Nabi saw., Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fikih, dll.
2. Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll.

Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni/IPTEKS). Menguasai IPTEKS diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Begitu pula dengan penguasaan terhadap seni, dimana seni merupakan sesuatu yang dibutuhkan pula baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyelaraskan teknologi dengan fitrah manusia yang menyenangi keindahan (sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syara’).
Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEKS, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah, yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.

3.2. Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Terpadu

Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul.
Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu :

Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.

Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya.

Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.

Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya.
Khalifah Umar bin al-Khaththab, dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-gubernurnya, menuliskan, “Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan-santun dan syair-syair yang baik.”

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, “Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Saya mempercayaimu untuk mengajarnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Pertama, saya mewasiatkan kepadamu agar engkau mengajarkan kepadanya al-Quran, kemudian hapalkan kepadanya al-Quran…”

Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.

3.3. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Negara

Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda: Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan.

Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadliyah bin Atha’ yang menyatakan, bahwa di kota Madinah pernah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas). Seandainya harga 1 gram emas=Rp 100.000,00, maka gaji seorang pendidik yang diberikan oleh Daulah Khilafah sejak 13 abad yang lalu jumlahnya mencapai Rp 6.375.000,00 (subhanallah), sungguh merupakan angka yang fantastis, apalagi jika dibandingkan dengan saat ini dimana berlangsungnya sistem ekonomi kapitalisme telah nyata sangat tidak menghargai peran pendidik, semisal upah yang didapatkan seorang guru honorer hanya berkisar Rp 5.000-30.000 untuk setiap jam pelajaran.

Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.

Wallahu a’lam bi shawab

UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.
Media Cetak : Kompas,5/9/2001; Pikiran Rakyat, 06/10/2002; Republika, 10/5/2005; Republika, 13/7/2005; Pikiran Rakyat,15/07/2005; Kompas, 6/2/2007; Koran Tempo, 07/03/2007.
Website : http://www.suara pembaruan.com/16 juli 2004; http://www.undp.org/hdr2004 ; http://www.worldbank.com; http://www.republikaonline.com; http://www.indonesia.go.id (Senin 12/2/07); http://www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007; http://www.Pikiran Rakyat.com (03/2004); www. Klik-galamedia.com, (08 Februari 2007); (www.tempointeraktif.com); http://www.bapeda-jabar.go.id/2006. http://www.tempointeraktif.com (8/3/2007)
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bangil-Jatim: Al-Izzah
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Artikel. http://www.khilafah1924.org
Panduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun, UPI 2006.
Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar.
*Penulis Sebagai Tim Lajnah Maslahiyah DPD II HTI Kota Bandung

 

http://ayok.wordpress.com/2007/06/18/problematika-sistem-pendidikan-indonesia-gagasan-based-syaria-education/

 

 

 
   

 

 

Pemilukada

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:

Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi

Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten

Walikota dan wakil walikota untuk kota

Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama “pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah” atau “Pemilukada”. Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

1 Penyelenggaraan

2 Peserta

3 Lihat pula

4 Pranala luar

Penyelenggaraan

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.

Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Peserta

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal.

Dasar Hukum Penyelenggaraan PILKADA

Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah

Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIKINDONESIA

NOMOR 17 TAHUN 2005

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005

TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN,

DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa ketentuan dalam beberapa pasal Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dinyatakan

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara

Nomor 027-073/PUU-II/2004 dan Nomor 005/PUU-III/2005,

mempunyai implikasi hukum dalam penyelenggaraan pemilihan

kepala daerah dan wakil kepala daerah;

b. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b, perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan

Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah ;

Mengingat : ……- 2 –

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,

Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG

PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN

PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA

DAERAH

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005

tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4480), diubah sebagai berikut:

1. Pasal 4 …..- 3 –

1. Pasal 4 ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 4

(1) Pemilihan diselenggarakan oleh KPUD.

(2) Dalam menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, KPUD Provinsi menetapkan KPUD kabupaten/kota

sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan.

(3) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan

secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil.

(4) Dihapus.”

2. Pasal 6 huruf e diubah sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 6

KPUD sebagai penyelenggara pemilihan berkewajiban:

a. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara;

b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang

berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan

peraturan perundang-undangan;

c. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap

pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi

kegiatannya kepada masyarakat;

d. memelihara arsip dan dokumen pemilih serta mengelola barang

inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan;

e. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran; dan

f. melaksanakan semua tahapan pemilihan tepat waktu.”

3. Pasal 33….

3. Pasal 33 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai

berikut:.- 4 –

“Pasal 33

(1) Setelah daftar pemilih tetap diumumkan, KPUD melakukan

pengisian Kartu Pemilih untuk setiap pemilih yang namanya

tercantum dalam daftar pemilih tetap.

(2) Kartu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi nomor

induk kependudukan, nama lengkap pemilih, tempat/tanggal

lahir, jenis kelamin, dan alamat pemilih.

(3) Kartu Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

diisi oleh KPUD berdasarkan daftar pemilih sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26.

(4) Pengadaan Kartu Pemilih dilaksanakan oleh KPUD berdasarkan

format dan spesifikasi teknis yang ditetapkan dan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari lampiran Peraturan

Pemerintah ini.

4. Penjelasan Pasal 36 ayat (2) dihapus, sehingga Penjelasan Pasal 36

ayat (2) berbunyi cukup jelas.

5. Pasal 38 ayat (2) huruf f, diubah sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai

berikut:

“Pasal 38

(1) Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga

Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia …….- 5 –

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita

Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara

Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat

atas dan/atau sederajat;

d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat

pendaftaran;

e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan

kesehatan menyeluruh dari tim dokter;

f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan

pidana paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;

g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di

daerahnya;

i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk

diumumkan;

j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan

dan/atau secara badan hukum yang menjadi

tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara;

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

m. memiliki …..- 6 –

m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang

belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti

pembayaran pajak;

n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat

antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga

kandung, suami atau istri;

o. belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil

Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam

jabatan yang sama; dan

p. tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah.

(2) Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

meliputi:

a. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon

sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf h, huruf l, dan

huruf n;

b.suratketerangan hasil pemeriksaan kemampuan secara rohani

dan jasmani dari Tim Pemeriksa yang ditetapkan oleh KPUD,

sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e;

c. surat keterangan bertempat tinggal dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dari Lurah/Kepala Desa yang

wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal calon;

d. surat tanda terima laporan kekayaan calon, dari instansi yang

berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara

negara, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf i;

e. surat ……- 7 –

e. surat keterangan tidak sedang memiliki tanggungan utang

secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang

menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan

negara, dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya

meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan

syarat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j;

f. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon

sendiri, tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf k;

g. surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya

berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap, dari Pengadilan Negeri yang wilayah

hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf g;

h. surat pernyataan tidak pernah melakukan perbuatan tercela

yang dilampiri dengan hasil tes narkoba yang dilakukan oleh

Tim Pemeriksa Kesehatan yang ditetapkan oleh KPUD,

sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf l;

i. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama

calon, tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas

nama calon, untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atau sejak

calon menjadi wajib pajak, dan tanda bukti tidak mempunyai

tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat

calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti pemenuhan

syarat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m;

j. daftar …..- 8 –

j. daftar riwayat hidup calon, dibuat dan ditandatangani oleh

calon dan ditandatangani pula oleh Pimpinan Partai Politik

atau para Pimpinan Partai Politik yang bergabung, sebagai

bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf n;

k. surat keterangan tidak pernah dihukum penjara karena

melakukan tindak pidana makar berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi

tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;

l. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

m. fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang

berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat calon

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;

n.suratketerangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari

Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat

tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f;

o.suratpernyataan belum pernah menjabat sebagai Kepala

Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa

jabatan dalam jabatan yang sama, sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf o;

p. surat pernyataan tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala

Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p; dan

q. pas foto ……- 9 –

q. pas foto calon ukuran 4 cm x 6 cm berwarna dan hitam putih

masing-masing 4 (empat) lembar.”

6. Penjelasan Pasal 42 ayat (2) huruf e dan huruf f diubah sebagaimana

dalam penjelasan.

7. Pasal 64 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 64

(1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan

dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk

mempengaruhi pemilih.

(2) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan

pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon.”

8. Penjelasan Pasal 70 ayat (3) diubah sebagaimana dalam penjelasan.

9. Pasal 78 ayat (1) diubah, sehingga pasal 78 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 78

(1) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 600 (enam

ratus) orang.

(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan lokasinya

di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang

cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya

secara langsung, bebas, dan rahasia.

(3) Jumlah …..- 10 –

(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh

KPUD.”

1. Pasal 149 diubah, sehingga Pasal 149 berbunyi sebagai berikut:

(1) Dalam hal di suatu daerah pemilihan terjadi bencana alam,

kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya di

seluruh atau sebagian wilayah pemilihan Kepala Daerah dan

wakil kepala daerah yang berakibat pemilihan tidak dapat

dilaksanakan sesuai dengan jadwal, pemilihan ditunda.

(3) Penundaan seluruh tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh

Gubernur kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri

Dalam Negeri, atas usul KPUD Provinsi melalui Pimpinan

DPRD Provinsi.

(4) Penundaan sebagaimana tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur dimaksud ayat (1) diajukan oleh Gubernur kepada

Menteri Dalam Negeri atas usul KPUD provinsi melalui

pimpinan DPRD Provinsi.

(5) Penundaan seluruh atau sebagian tahapan pemilihan Bupati dan

Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota diajukan oleh

Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan

kepada Bupati/Walikota atau usul KPUD Kabupaten/Kota

melalui Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota.”

10. Lampiran III Model B6-KWK diubah sebagaimana dalam lampiran.

11. Lampiran III ditambah Model B 6 A – KWK sebagaimana dalam

lampiran.

12. Lampiran III Model BB6-KWK diubah, sebagaimana dalam lampiran.

13. Lampiran III Model BB7-KWK diubah, sebagaimana dalam lampiran.

Pasal II …..- 11 –

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 27 April 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 27 April 2005

MENTERI SEKRETARIS NEGARA

Selaku

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

AD INTERIM,

ttd

YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 39

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Tata Usaha,

ttd

Sugiri, SH

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005